Home / Romansa / Merusak Pagar Ayu / Bab 1_Kesetiaan Airin

Share

Merusak Pagar Ayu
Merusak Pagar Ayu
Author: Nonnie Dyannie

Bab 1_Kesetiaan Airin

last update Last Updated: 2022-10-24 21:51:19

BAB 1

“Mari kita makan, Pangeran ...,” canda Airin pada lelaki yang telah menikahinya hampir sepuluh tahun yang lalu. Hidangan makan malam yang ia racik sendiri untuk suaminya ini merupakan makanan kesukaan mereka berdua. Gurami asam manis.

Bram Indrawan—sang suami—tersenyum melihat tingkah istrinya yang menggemaskan. Airin Sukma, kini berusia 31 tahun, sedangkan Bram sudah kepala enam. Perbedaan usia mereka tiga puluh tahun. Sepuluh tahun yang lalu Bram yang waktu itu merupakan seorang duda yang ditinggal istrinya meninggal karena penyakit leukemia, menikahi Airin yang seorang kembang desa.

Pernikahan yang tak didasari cinta dari Airin karena niatnya menikah dengan Bram hanya untuk berterima kasih karena lelaki paruh baya itu telah menyelamatkan nyawa ayahnya yang mengalami kecelakaan kerja dan harus segera menjalani operasi bedah kepala. Sementara sang ayah hanya seorang tukang bangunan di proyek pembangunan gedung bertingkat milik Bram.

Bram yang terkenal dermawan dan selalu peduli dengan semua pekerjanya, langsung menandatangani surat pernyataan untuk operasi ayah Airin juga membiayai semuanya tanpa syarat apa pun. Airin yang saat itu datang dari kampung bersama ibunya, menangis tersedu seraya mengucap kata terima kasih yang tak terhingga pada Bram.

“Terima kasih, Sayangku.” Bram menjawab dengan senyum merekah dan dada berdebar-debar setiap kali memandang wajah cantik istrinya yang selalu merah merona.

“Kamu itu hebat. Semua serba bisa. Masak makanan menjadi sangat enak, membuat kue, mengurus rumah, mengurus bisnis bisa, mengurus anak dan suami apalagi. Terima kasih, ya, Sayang,” ucap Bram seraya mengelus lengan istrinya penuh cinta.

Airin tersenyum dan memandang laki-laki yang sangat dihormatinya. Ia sangat bersyukur mendapatkan suami begitu menyayanginya, dan mengerti dirinya yang terkadang bersifat kekanak-kanakan. Bram tak pernah melarang Airin untuk bertemu teman atau arisan di luar rumah, asal Airin begitu dimanjakan.

Bagi Bram, melihat Airin selalu tersenyum ceria saja ia sudah bahagia. Bram menyadari kalau dirinya tak lagi muda dan sangat jauh perbedaan usia dengan istrinya itu yang membuat Bram berjanji akan selalu mengerti apa mau Airin.

“Tambah lagi ikannya, ya,” tawar Airin pada suaminya.

“Sudah, Sayang. Sudah cukup,” tolak Bram karena merasa sudah cukup banyak makanan yang masuk ke perutnya.

Selesai makan malam, mereka duduk santai di balkon atas seraya menikmati sinar bulan yang malam ini menampakkan seluruh isinya, bulat sempurna.

Airin duduk di ayunan rotan yang sengaja ia pasang untuk bersantai dan Bram duduk di kursi rotan seraya menikmati teh panas buatan tangan cekatan istrinya.

“Dua bulan lagi ulang tahun pernikahan kita yang kesepuluh, Airin. Mau minta apa sebagai kado?” Bram bertanya pada Airin yang dijawab Airin dengan kerlingan dan senyum menggemaskan.

“Jangan seperti itu, aku tak tahan.” Bram mendekati Airin.

“Tak tahan kenapa?” Airin semakin menggoda suaminya.

“Tak tahan untuk tak ....” Bram tak melanjutkan ucapannya, tetapi ia malah menggendong tubuh mungil Airin dan membopongnya menuju tempat tidur.

Direbahkannya tubuh mungil Airin yang selama ini memberikan kepuasan untuk Bram. Tatapan keduanya saling bertemu dan menghadirkan pijar-pijar panas untuk keduanya.

Bram semakin mendekatkan wajahnya pada Airin yang sudah siap menerima serangan apa pun yang akan dilakukan lelaki itu padanya. Napas Bram semakin memburu dan tak lama terdengar rintihan dan desahan khas dari suatu ajang pertempuran yang menghasilkan kenikmatan tiada tara.

***

“Terima kasih, Sayangku,” bisik lembut Bram di telinga Airin pagi harinya, seraya memeluk dari belakang. Airin yang tengah mengaduk susu untuk Kenzo—putra semata wayangnya—refleks menghentikan aktivitasnya.

“Terima kasih untuk apa, Yank?” tanyanya sedikit heran.

“Terima kasih untuk suguhan setelah makan malam kita tadi malam.” Bram menjawab seraya terkekeh dan menarik kursi kemudian mendudukinya.

Airin tertawa mendengar gurauan suaminya, “Itu bukan suguhan, tapi penyerangan.” Lalu tertawalah mereka berdua di pagi itu. Sungguh indah rumah tangga yang mereka jalani meski sering kali orang memandang salah terhadap Airin.

Tak sedikit orang yang memandang Airin sebagai perempuan matre karena bersuami Bram yang sebaya dengan ayahnya, bahkan tak jarang saat jalan berdua, orang mengira Airin adalah anak pertama Bram, karena perawakan Airin yang mungil dengan wajah baby face.

“Biar aku yang antar Kenzo sekolah, ya.” Bram mengutarakan niatnya seraya meneguk teh pahit kesukaannya.

“Mau keluar?” Airin bertanya pada suaminya.

“Sudah.”

“Sudah? Kapan? Baru juga keluar kamar.”

“Tadi malam ‘kan? Kamu yang buat,” jawab Bram yang langsung mendapat cubitan dari Airin. Sementara lelaki itu meringis sebelum akhirnya tertawa hingga hampir tersedak.

“Nakal, sih, masih pagi juga!” Airin berkata seraya menepuk-nepuk pelan tengkuk suaminya.

“Papi, kenapa?” Kenzo yang baru saja datang hendak sarapan heran melihat papinya terbatuk-batuk.

“Nggak papa, Sayang, papimu cuma tersedak.” Airin mencoba menjelaskan.

“Makanya, Pi, kalo minum itu pelan-pelan. Kata ibu guru Kenzo di sekolah, kalo minum itu harus tiga teguk berhenti dulu, terus minum lagi tiga teguk. Begitu, Pi,”

“Iya, Sayang. Tadi Papi tersedak juga karena Mami kamu, tuh.”

“Lho, kok, Mami?” Airin tak terima, sementara Bram malah terkekeh melihat Airin yang sedikit sewot.

“Iya, Mami.” Bram mempertegas lagi yang membuat Airin melotot.

“Sarapan dulu, Sayang,” Airin menyodorkan segelas susu dan sepotong sandwich kesukaan Kenzo.

“Allahumma bariklana fima rozaktana wakina adzabannar.” Kenzo membaca doa sebelum makan. Bram dan Airin tersenyum bangga melihat anak semata wayangnya sudah bisa membaca doa-doa harian.

“Kenzo, hari ini sekolah Papi yang antar, ya.” Bram berbicara pada Kenzo yang tengah mengunyah sarapannya.

“Iya, Pi.”

“Mami, hari ini ke butik?” Bram bertanya pada Airin yang tengah memotong sandwich di piringnya.

Bram memang membiasakan memanggil Mami pada Airin kalau di hadapan Kenzo, tetapi jika sedang berdua saja ia lebih nyaman memanggil Airin atau Sayang.

“Iya, Pi, ada beberapa desain baru yang harus Mami cek, juga ada janji dengan pelanggan butik siang ini.”

“Ya sudah, hati-hati, ya. Kenzo sudah selesai sarapannya, Nak?”

“Sudah, Pi.”

“Yoklah, kita berangkat nanti kesiangan.”

Kenzo menghabiskan sisa susu di gelasnya kemudian pamit pada Airin untuk berangkat ke sekolah dengan diantar Bram. Dua laki-laki beda generasi itu terlihat sangat akrab sekali sebagai ayah dan anak.

Setelah suami dan anaknya pergi, Airin termenung sendiri di meja makan. Hidupnya memang sempurna. Memiliki suami yang sangat memanjakan dirinya, memiliki anak yang manis dan pintar, serta materi berkecukupan.

Orang tuanya pun semenjak dia menjadi istri Bram, hidupnya jauh lebih baik dari sebelumnya karena Bram mencukupi segala kebutuhan orang tua Airin. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan, tak ada yang tahu kalau sebenarnya jauh di sudut hatinya yang terdalam, dia merasa hampa. Rasa yang tak terbaca oleh siapa pun, termasuk suaminya. Hanya Airin sendiri yang merasakannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merusak Pagar Ayu   Bab29_Takdirkah ini? ( ENDING )

    Setelah melewati beberapa kali rangkaian pemeriksaan, akhirnya Airin dijadwalkan untuk menjalani operasi siang ini. Semua sedang dipersiapkan tinggal menunggu tim menjemput dan membawanya ke ruang operasi. “Sayang ... aku yakin kamu bisa sembuh dan aku akan selalu berdoa untuk kesembuhanmu.” “Pi, maafkan aku—” “Sstt ... sudah, jangan memikirkan yang lain dulu, sekarang kita fokus untuk kesembuhanmu. Aku yakin kamu pasti kuat, Mi.” “Tidak, Pi, aku takut aku tak bisa membuka mata lagi dan aku belum mendapatkan maaf darimu, Pi.” “Sayang—kita lupakan semuanya dan Insya Allah—aku sudah memaafkanmu.” Tutur Bram tulus, meski di dalam hatinya ada rasa sakit yang teramat menggores. Namun, setelah melewati proses merenung dan menjalankan salat istikharah, ia memutuskan untuk memaafkan Airin dan berjanji akan membimbingnya ke arah yang lebih baik lagi. Meski jujur harus diakuinya ada rada yang sangat tak nyaman saat mengingat bahwa istri yang teramat dia sayangi pernah membagi tubuh dan hat

  • Merusak Pagar Ayu   Bab28_Terbang ke Penang

    “Semua berkas sudah siap dan saya juga sudah membuat janji dengan Dokter Victor, Pak Bram bisa segera berangkat.” Dokter Faizal berbicara dengan Bram di ruang kerjanya.Malam ini juga Airin akan segera diterbangkan ke Penang untuk menjalani pengobatan, ia akan menjalani operasi Whipple. Operasi Whipple adalah operasi yang melibatkan pengangkatan bagian kepala pankreas, bagian pertama dari usus kecil ( duodenum ), dan sebagian dari saluran empedu, kantong empedu, dan terkadang sebagian lambung. Umumnya, operasi ini digunakan untuk menangani kanker pankreas. Untuk penderita di stadium 1,2, dan 3 yang belum parah, telah banyak penderita sembuh total setelah menjalani operasi ini.“Terima kasih banyak atas bantuannya, Dokter.” Dengan tangan gemetar Bram menerima semua berkas yang harus ia bawa untuk diserahkan pada pihak rumah sakit di Penang. Hati Bram hancur menerima semua kenyataan ini. Namun, ia harus tetap tegar dan kuat demi untuk kesembuhan wanita yang sangat ia sayangi. “Oke, jik

  • Merusak Pagar Ayu   Bab26_Airin Kritis

    “Jadi, istrinya Dazel berasal dari Karawang? Sama dengan aku?” Airin berkata di dalam hatinya. Sesaat ingatannya tertuju pada kampung halaman, orang tua, teman, dan saudara-saudaranya yang entah sudah berapa lama tak berjumpa. Lalu Airin teringat akan Wulan, teman semasa kecil yang sudah sekian lama tak diketahui kabarnya. Semenjak Airin menikah dan menetap di Jakarta, ia jarang sekali pulang ke kampung dan saat Wulan menikah pun Airin tak mengetahuinya.“Sayang ....”Dazel menggenggam tangan Airin dan menciuminya ingin rasanya ia memeluk tubuh mungil Airin. Namun, melihat kondisinya yang lemah Dazel takut malah akan menyakitinya.“Sayang, kamu kenapa bisa seperti ini? Sakit apa?”“Dazel, apa kamu mencintaiku?”“Tentu saja, aku sangat mencintaimu, Sayang, kenapa kamu bertanya seperti ini? Kenapa meragukan aku? Kita telah bersama selama tiga tahun, apa yang kamu ragukan, Sayang?”“Boleh aku meminta sesuatu?”“Katakanlah—““Ti—tinggalkan aku.”Dazel merasa seperti terhempas ke dalam ju

  • Merusak Pagar Ayu   Bab26_Kedatangan Dazel

    BAB 26“Tambah lagi, ya, makannya?” Bram membujuk Airin yang beberapa hari terakhir ini susah sekali untuk makan. Dalam dua minggu terakhir ini atau selama ia sakit, berat badannya menurun drastis. Tubuh mungilnya semakin kurus dan pucat.“Udah, Pi,” Airin menjawab dengan lemah.Dua pekan sudah Airin terbaring di rumah sakit, keinginannya untuk bed rest di rumah tak dikabulkan pihak rumah sakit mengingat seringnya Airin mengalami drop dan tiba-tiba mengalami rasa sakit yang teramat sangat pada perut bagian atas kiri dan kemudian menyebar hingga ke bagian belakang. Rasa nyeri itu akan semakin bertambah saat ia sedang makan atau berbaring.Bram meletakkan piring yang isinya hanya beberapa sendok saja yang berhasil ia suapkan pada Airin. Ia melirik arloji yang melingkar di tangannya, jarum jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi lebih beberapa menit saja. Ia sudah membuat janji bertemu dengan Dokter Faizal untuk membicarakan tentang pengobatan Airin yang akan diberangkatkan ke Penang at

  • Merusak Pagar Ayu   Bab25_Berpulang

    BAB 25Dada Dazel bergemuruh hebat saat ia menerima telepon dari ART-nya yang mengabarkan kalau istrinya ditemukan tak sadarkan diri di dalam kamar.Dirinya yang saat itu sedang berbunga-bunga karena baru saja membuat janji bertemu dengan wanita lain yang tiga tahun terakhir ini mengisi hatinya, bertakhta setara dengan Regina. Dazel mencintai keduanya tanpa ada perbedaan. Dazel bukan mencintai Airin karena nafsu atau karena kemiripan wajah Airin dengan Regina, tetapi Dazel benar-benar mencintai Airin dari lubuk hati terdalam. Di tengah rasa paniknya, Dazel masih menyempatkan diri mengabari Airin dan meminta maaf harus membatalkan rencana kencan mereka. [Sayang ... maaf, untuk hari ini kita batal bertemu, aku ada urusan mendadak.] Dazel memberikan alasan batalnya pertemuan mereka. Namun, setelah beberapa saat menunggu tak juga ada balasan dari Airin. Dazel berusaha menelepon kekasih hatinya, tetapi tak juga dijawab olehnya. Rasa cemas dan takut kehilangan mendera hati. Ia sangat men

  • Merusak Pagar Ayu   Bab24_Kehilangan

    Bab 24Gundukan tanah merah itu masih basah, bunga-bunga segar pun masih bertaburan di atasnya. Orang-orang berbaju hitam yang tadi memenuhi area pemakaman untuk menghadiri acara pemakaman seorang wanita, satu per satu telah meninggalkan pemakaman. Kini, tinggallah seorang lelaki duduk termenung di samping batu nisan yang bertuliskan : REGINA PUTRI WULANDARILahir : Majalengka, 03 Januari 1989Wafat : Jakarta, 09 Februari 2022Lelaki itu adalah Dazel. Lelaki yang beberapa jam lalu masih memeluk tubuh istrinya yang semakin melemah. Ya, Dazel adalah seorang suami dengan dua orang anak. Ia sebenarnya lelaki baik yang begitu menyayangi keluarganya. Namun, sejak empat tahun yang lalu, tepatnya sejak Egi—panggilan—untuk Regina, divonis menderita leukimia stadium empat, hidupnya serasa hancur apalagi kedua anaknya masih sangat memerlukan perhatian penuh dari seorang ibu. Dazel berusaha mencari pengobatan yang terbaik untuk istrinya. Tak pernah sekalipun ia lalai mengurusi pengobatan dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status