Share

BAB 7

"Hei, Vit. Cepat kamu hubungi Tika! Tadi sudah Ibu telepon HPnya nggak aktif. Siapa tau sekarang aktif!" perintahnya. Nadanya yang ketus tadinya membuatku menolak perintah itu. Tetapi mengingat Tika pun membawa motorku, aku cepat mengambil ponselku di kamar.

Kucoba menghubungi nomor Tika. Tak ada tanda-tanda dia mengaktifkan ponselnya. Lama-lama kurutuk adik iparku itu.

Kurang ajar sekali kalau dia memang sengaja tidak mengaktifkan ponselnya. Kenapa pula dia membawa motorku?

"Gimana? Dijawab nggak?"

Aku menggeleng. Ibu mertua kembali meracau. Kalimatnya sudah beralih ke mana-mana. Aku yang tak mau tambah pusing melihat tingkahnya, segera beranjak ke kamar. Khawatir juga Risa menangis saat terjaga dan mencariku jika tak ada di sisinya.

"Dasar menantu tak berguna! Disuruh menghubungi Tika malah ngeloyor pergi. Nggak ada etikanya sama sekali!" sembur ibu mertua. Aku masih mampu mendengar kalimat umpatannya. Kali ini aku harus memaklumi, mengingat dia sedang panik dengan keberadaan anak kesayangannya.

Rasa khawatirku hanya pada motorku yang dipakai gadis itu. Jika ada apa-apa dengannya, tentu saja aku sendiri yang rugi. Mungkin terdengar jahat, tetapi nyatanya gadis itu susah sekali untuk mendapat perlakuan baik dariku.

Dua jam setelah itu, suara motor Mas Riza masuk ke halaman rumah. Aku yang penasaran kembali beranjak dari kamarku. Bagaimanapun aku juga harus memastikan keberadaan motor itu.

Wajah Mas Riza menyiratkan sesuatu yang buruk tengah terjadi. Aku mendadak lemas, mengingat motor itu baru hitungan bulan kubeli dengan uangku sendiri.

"Tika sudah pulang dari sore. Semua temannya nggak ada yang tahu dia pergi ke mana. Sudah kucari di sekitar tempat dia kerja, bahkan beberapa tempat temannya sudah kudatangi. Nihil," ujar Mas Riza dengan lesu. Ibu mertua menangis histeris. Jujur jika tadi aku hanya mengkhawatirkan motor yang dipakai Tika, sekarang aku ikut khawatir tentang nasib anak itu.

Tangisan Ibu membuat suasana bertambah tak karuan. Seandainya dia bisa diam, tak lepas kontrol seperti ini mungkin kepala kami sedikit dingin, tentu saja mudah menemukan solusi dari hilangnya Tika ini. Sayangnya rasa cintanya pada putri kesayangannya membuat suasana makin kacau. Kami harus mencari solusi sekaligus memberi ketenangan pada wanita itu.

"Yah. Tadi pagi aku nggak sengaja denger Tika mau mampir ke tempat temannya. Bahkan dia sepertinya mau menginap. Karena besok dia off satu hari," ucapku dengan ragu. Bagaimana pun aku harus memberikan informasi itu. Siapa tahu memberi petunjuk keberadaan Tika sekarang.

Ibu menghentikan tangisannya dan menatapku tajam. Aku menangkap sinyal hal buruk akan terjadi padaku. Wanita itu mendekat seraya mengacungkan telunjuknya padaku.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang, hah? Kalau kamu tadi pagi langsung bilang pasti Tika tak kuijinkan pergi menginap di tempat temannya! Dasar guru b*doh! Tak ada ot*k sama sekali. Gara-gara kamu keberadaan Tika jadi tak jelas begini!" teriak ibu mertua padaku.

Aku membelalak lebar mendengar makian tak manusiawi wanita itu. Mas Riza pun demikian, dia menampilkan wajah yang kaget dengan reaksi yang Ibu tunjukkan. Meski seperti yang sudah-sudah, dia tak bisa berbuat banyak terhadap apa yang dilakukan oleh ibunya.

Aku sama sekali tak menyangka dia bisa mengucapkan kalimat sekasar itu padaku. Aku berbalik kembali ke arah kamar. Tak kuhiraukan panggilan Mas Riza. Kali ini ibunya benar-benar keterlaluan. Sama sekali tak ada harga diriku baginya.

Dan Mas Riza, sikapnya yang tetap diam saat harga diriku dijatuhkan membuat hatiku remuk tak berbentuk.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Abdul Rau'p
aplikasi babi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status