Akhirnya acara perkumpulan teman-teman Rafael telah selesai, dan mereka telah pergi dari kediaman rumah Rafael satu persatu.
Yuni dan Bik Ningsih segera membereskan sisa makanan, piring dan gelas yang ditinggalkan oleh mereka.Yuni melakukan pekerjaan dengan cekatan dan rapih dan itu tak luput dari penglihatan Bu Tari. Dia merasa puas dengan hasil kerja Yuni yang begitu rajin dan tak kenal lelah."Mam, teman-teman aku semua bilang kalau masakan Mami semuanya enak. Bahkan sampai ada yang bawa untuk dirumah lho!" Tukas Rafael seraya duduk disamping Maminya Bu Tari."Memangnya kamu kira itu masakan Mami?" Ucap Bu Tari dengan seraya menggoda anaknya."Lho bukannya tadi mirip seperti masakan Mami. Rasanya bahkan rendangnya seperti masakan Mami pas lebaran kemarin." Jawab Rafael dengan terheran-heran mendengar ucapan Maminya."Itu semua masakan Yuni Raf, mana mungkin Mami mau pulang kerja langsung masak. Ogah..apalagi Papi tidak sedang dirumah." Jawab Bu Tari sambil mencubit pipi Rafael.Rafael pun melirik sekilas ke arah Yuni yang wajahnya menunduk, tak menyangka masakannya ternyata bisa dinikmati oleh teman-teman Rafael."Terima kasih ya, sudah memasakkan untuk teman-temanku." Ucap Rafael seraya memandang Yuni.Yuni hanya tersenyum sambil mengangguk. Dan kembali menyapu ruangan yang tadi dipakai untuk berkumpul."Gini loh Raf, Mami kan kasihan sama Bik Ningsih yang kadang masakannya dihina terus sama Papi." Ujar Bu Tari memulai pembicaraan.Bik Ningsih yang mendengar namanya disebut langsung cemberut, Tuan besar memang tidak menyukai masakannya. Makanya dia hanya bekerja untuk membersihkan rumah dan berbelanja, masalah masak Bu Tari yang melakukannya."Hahahaha...Bik Ningsih jangan marah dong, tetap saja puding buatan Bik Ningsih rasanya tidak ada duanya," ucap Rafael sambil tersenyum ke arah Bik Ningsih yang sedang membereskan piring-piring kedalam rak lemari.Bik Ningsih yang dipuji oleh Rafael langsung tersenyum manis, memang puding buatan Bik Ningsih enak dan Yuni pun setuju.Yuni dan Bik Ningsih menyelesaikan pekerjaannya agar cepat selesai. Yunipun demikian karena dia ingin segera cepat pulang, untuk melihat keadaan kedua orangtuanya.Akhirnya pekerjaan mereka telah selesai dan Yuni tersenyum bahagia dengan Bik Ningsih."Bik aku pulang dulu ya, karena sudah malam. Dan besok aku harus kembali bekerja di Toko." Ujar Yuni sambil mengambil tas yang ada di di dapur."Hati-hati ya Neng. Kita ketemu lagi besok. Semoga saja Neng gak bosan kerja bareng Bibik." Ucap Bik Ningsih sambil memeluk Yuni yang sudah dianggap sebagai anaknya."Iya Bik. Gak mungkin aku bosan ketemu Bibik, justu aku seneng karena punya teman ngobrol." Tukas Yuni sambil membalas pelukan Bik Ningsih.Bik Ningsih mengantarkan Ningsih sampai ruangan tengah Bu Tari, dan pamit untuk kembali ke dapur"Bu, maaf saya pulang dulu. Karena harus melihat keadaan Ibu dan Ayah saya dulu." Pamit Yuni sambil bersalaman pada Bu Tari.Bu Tari yang melihat Yuni hendak pergi langsung memegang tangannya agar untuk berhenti."Yun, sebentar. Ini ambil saja makanan di meja, karena Ibu sudah kenyang dan tidak mungkin menghabiskan makanan sebanyak ini." Tukas Bu Tari sambil membuka makanan yang tersaji di meja makan."Tapi, Bu... Ini kan bisa untuk besok?" Tanya Yuni heran melihat makanan sebanyak ini diberikan untuknya."Kami tidak terbiasa masakan yang sudah dihangatkan, apalagi Rafa dia itu rewel kalau soal makanan. Sudah bungkus saja semua makanan ini untuk kamu makan dirumah." Ujar Bu Tari sambil membawa plastik dan menyerahkannya kepada Yuni."Ya Allah Bu, Terima kasih banyak." Puji syukur Yuni datang di rumah Bu Tari hari ini jadi dia tidak perlu mengeluarkan uangnya yang tinggal satu lembar untuk beli makanan untuk orang di rumah."Iya, sudah cepat bungkus semuanya jangan bersisa. Biarkan Bik Ningsih yang akan mencucinya kasihan kamu nanti pulang kemalaman." Ucap Bu Tari sambil tersenyum tulus.Yuni langsung memasukkan semua makanan ke dalam plastik yang di kasih oleh Bu Tari, dan akhirnya makanan itu telah masuk ke dalam lima bungkus plastik."Sudah Yun?" tanya Bu Tari menghampiri Yuni dengan dirangkul oleh Rafael.Yuni langsung balik badan dan tersenyum dengan manis ke arah Bu Tari dan Rafael.Rafael yang mendapatkan senyuman manis dari Yuni langsung merona, entah mengapa ada sisi menarik dari diri Yuni."Sudah Bu, Terima kasih banyak Bu. Ibu saya dirumah pasti senang mendapatkan makanan enak hari ini." Timpal Yuni sambil memandangi bungkusan yang sudah berada di tangannya.Rafael menatap iba gadis yang ada di hadapannya, apalagi mendengar cerita tentangnya yang harus kerja keras untuk keluarganya sungguh Rafael merasa simpati."Yun, ini ada sedikit uang. Bukannya kamu tadi mau pinjam uang, dan ambilah beras yang sudah disiapkan oleh Bik Ningsih di depan," Ujar Bu Tari sambil memasukkan sejumlah lima lembar uang seratus ribuan.Yuni yang tak menyangka akan diberi uang oleh Bu Tari merasa terharu, dia langsung bersujud ke arah kiblat bersyukur kepada Tuhan.Sungguh Tuhan memberikan pertolongan yang tidak disangka-sangka pada hambanya yang membutuhkan pertolongan.Disitu Yuni menangis tergugu, dia tidak dapat berkata apa-apa lagi. Kebaikan hati Tuhan melalui tangan Bu Tari sungguh tiada terkira.Dia merasa berdosa telah berburuk sangka pada Allah kenapa dia bisa putus sekolah dan harus membanting tulang untuk keluarganya.Justru Allah sedang memberikannya ujian agar dia sabar, dan harus yakin pertolongan Allah akan datang tepat pada waktunya."Sudahlah Yun, berdiri." Ucap Bu Tari sambil mengangkat tubuh Yuni yang berada di lantai. Mata Bu Tari juga nampak berkaca-kaca. Anak seusia Yuni harusnya sedang menikmati masa muda dan bersenang-senang dengan temannya, namun Yuni harus melupakan itu semua karena tuntutan keluarga."Alhamdulilah, terima kasih banyak Bu. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku ucapkan sama Ibu Tari. Ibu sangat baik sekali terhadapku." Ujar Yuni sambil terus menyeka air matanya yang terus berjatuhan di pipinya."Sama-sama Yun, sekarang kamu cepat pulang dan berikan makanan itu untuk orangtuamu." Ucap Bu Tari sambil mengelus rambut Yuni.Rafael yang sejak tadi hanya terdiam menyaksikan Yuni nampak begitu bahagia biarpun diberikan sekecil uang dari Maminya merasa terenyuh. Begitu malangnya nasib gadis yang ada di hapadannya, dia akhirnya tersadar apa yang dia miliki sekarang wajib dia syukuri dan tidak lupa untuk tidak menghambur-hamburkan uang untuk yang tidak perlu."Kalau begitu saya pulang dulu ya, Bu. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak." Ucap Yuni sambil menciumi punggung tangan Bu Tari.Tiba-tiba saja Bu Tari berkata."Rafa, kamu antarkan Yuni pulang kerumahnya. Karena ini sudah malam, Mami takut terjadi apa-apa kalau Yuni dibiarkan pulang sendiri." Ujar Bu Tari yang membuat Yuni dan Rafael sama - sama terkejut.Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan antara Yuni dan Rafael. Rafael yang duduk di kursi kemudi terlalu fokus dengan kemudinya, sedangkan Yuni yang sedang duduk di sampingnya merasa gugup, awalnya Yuni menolak untuk duduk di samping Rafael namun Ibu Tari memaksa seraya bilang Rafael bukan supir Yuni jadi dia menyuruh untuk duduk berdampingan."Emm.. Usia kamu berapa?" tanya Rafael tiba-tiba membuat Yuni merasa kaget."A-aku 16 tahun Kak." Jawab Yuni dengan menunduk, dia memanggil Rafael dengan sebutan "Kak" karena bingung panggilan apa yang harus diucapkannya."Ternyata kamu masih muda sekali ya, tetapi kenapa kamu memilih bekerja.?" Tanya Rafael lagi sebenarnya penasaran dengan hidup Yuni yanh begitu miris.Yuni langsung menunduk dengan pertanyaan Rafel, sungguh sudah banyak ribuan bahkan jutaan kali orang yang heran dengan dia kenapa memilih bekerja daripada melanjutkan Sekolah alasannya yaitu karena ekonomi.Yuni menghela nafas kasar dan mulai mengatur kata-kata untuk menjawab
Melihat Yuni yang menangis sesengukan di lantai Sang Ayah duduk menghampiri."Kamu kenapa Nak? jangan menangis di lantai, ayo bangun." Titah Pak Doni pada anaknya Yuni yang sedang menangis di lantai.Yuni segera menyeka air matanya dan memeluk sang Ayah, saat ini hanyalah Ayahnya yang mengerti dirinya."Tidak apa-apa Yah. Yuni hanya kecapean saja," ucap Yuni berbohong karena tidak mau menambah pikiran Sang Ayah apalagi barusan Yuni melihat Ayahnya makan dengan lahap dan penuh gembira karena makanan yang Yuni bawa sangat enak dan mewah menurut Ayahnya."Ya sudah kamu sekarang istrirahat, biarkan Ayah saja yang membersihkan sisa makannya." Ucap Pak Doni penuh pengertian pada Yuni, dia sebenarnya merasa iba dengan Yuni di usia yang sangat muda harus membanting tulang demi mencukupi keluarga."T-tapi, Pak" ucapku ragu, takut kalau Ayah yang melakukannya beliau akan kelelahan."Sudahlah Nak, jangan risaukan Ayahmu. Ayah sudah sehat dan kuat," jawab Ayah Yuni sambil memperlihatkan otot tubu
Melihat tasnya yang berserakan di lantai membuat Yuni lemas tak berdaya, dia tak menyangka uang yang selama ini dia kumpulkan raib tak bersisa karena diambil paksa oleh Ibunya."Nak, kamu sebaiknya istirahat tidak usah menyesali yang sudah terjadi." Ucap Sang Ayah menenangkan hati Yuni yang sedih."Ayah, maafkan Yuni tidak bisa membawa berobat Ayah. Uang itu untuk biaya berobat Ayah yang selama ini Yuni kumpulkan." Timpal Yuni kembali terisak karena dia merasa menyesali dirinya yang begitu bodoh tidak menyimpan uangnya dengan baik hingga bisa diketahui oleh Ibunya."Tidak usah bersedih lagi, Ayah tidak apa-apa. Berobat bisa kapan saja, yang terpenting kamu selalu sehat buat Ayah." Ujar Sang Ayah yang sebenarnya menaruh amarah pada istrinya yang selalu pilih kasih pada Yuni. Dia selalu memeras tenaga Yuni untuk mendapatkan uang, sedangkan kedua kakaknya dibiarkan malas-malasan dirumah.Yuni mengangguk menuruti keinginan Ayahnya untuk beristirahat. Selepas kepergian Pak Doni dari kamar
Yuni berangkat kerja pagi ini dengan hati yang sedih dia tidak bernafsu untuk makan pagi kali ini."Yun, kamu makan yang banyak. Apalagi kamu kerja di dua tempat pasti lelah." Ujar Sang Ayah yan sedang mengunyah makan dengan lahap di atas meja makan.Sementara Ibu Nina sedang berada di kamar bersama kedua anaknya."Iya Pak, Yuni cuma belum nafsu makan mungkin nanti makannya pas ada ditoko." Jawab Yuni dengan wajah menunduk ke arah makanan nya.Pak Doni tidak melanjutkan untuk menyuruh Yuni untuk makan, dia tahu Yuni sedang bersedih jadi dia memilih untuk diam.Tak lama kemudian Gio keluar dari kamar Ibunya dengan wajah yang masam."Gio, kamu kenapa mukanya kaya ditekuk begitu?" Tanya Pak Doni pada Gio yang sedang melangkah ke kamarnya untuk kembali tertidur. Gio tidak menjawab pertanyaan dari Bapaknya, dia hanya melirik sekilas dan kembali melangkah ke depan.Pak Doni hanya menggelengkan wajahnya melihat tingkah Gio dan Radit yang begitu manja dan malas bekerja. Mereka mewarisi sikap
Yuni langsung tersadar kala pria itu menepuk bahu Yuni pelan."Ehhh..." teriak Yuni terperanjat tidak siap karena pria itu membuatnya kaget."Kamu tidak apa-apa? kalau ada yang sakit saya akan bawa kamu ke Rumah sakit?" tanya pria itu ingin mengobati Yuni jikalau dia ada luka saat jatuh tadi."Tidak usah, saya baik-baik saja. Maaf ya Tuan saya terburu-buru hingga tidak melihat ada orang di depan saya." Jawab Yuni seraya menunduk karena dia merasa bersalah.Pria itu menatap tajam ke arah Yuni, tersungging senyum yang hanya pria itu yang tahu."Tuan Andrew... Apakah anda tidak apa-apa?" Tiba-tiba saja seseorang pria yang juga memakai jas datang memeriksa pria yang ternyata bernama Andrew."Saya tidak apa-apa, hanya nona ini terlihat terluka." Tunjuk Andrew yang melihat Yuni berdiri dengan luka lecet di tangannya.Yuni yang sadar dirinya diperhatikan, langsung tidak enak karena dirinya yang bersalah."Maaf Tuan, saya tidak apa-apa. Justru saya yang merasa bersalah." Ucap Yuni yang mengig
"Mereka semalam pergi ke Rumah sakit Neng. Gak tau Ibu siapa yang sakit." Jawab Ibu itu yang sontak membuat Yuni merasa kaget.Yuni nampak kaget mendengar penuturan Ibu itu, dia tidak menyangka sakit yang diderita Erin serius hingga harus dilarikan ke Rumah Sakit."Kalau begitu terima kasih ya Bu infonya, maaf membuat Ibu terganggu karena saya memanggil nama Erin berulang kali." Ucap Yuni menundukkan kepalanya dengan hormat dan bersalaman dengan Ibu itu."Sama-sama Neng, tidak apa-apa." Jawab Ibu itu seraya tersenyum dan membalas jabat tangan Yuni.Yuni lalu beranjak meninggalkan rumah Yuni dengan langkah yang gontai, sahabat yang sangat baik itu sedang sakit yang cukup serius dan Yuni tidak tahu entah penyakit apa yang dideritanya.Dia mencoba beberapa kali menelepon Erin namun teleponnya tidak aktif, Yuni pun melangkah ke Tokonya kembali tanpa mendapatkan informasi apapun dan hanya mendapat berita Erin dilarikan di Rumah Sakit.Sesampainya di Toko, Yuni kembali bekerja dan Siska men
Yuni melangkahkan kakinya menuju rumah saat dia kembali dari Rumah Bu Tari untuk bekerja. Dia merasa kesepian karena tidak mendapatkan sahabatnya sedang terbaring sakit di Rumah Sakit. Bahkan Yuni ditempat kerja dia sempat bertengkar dengan Siska."Huft... Aku bosan sekali hari ini, aku tidak ingin pulang cepat rasanya." Ujar Yuni berkata di dalam hatinya.Yuni pun duduk di bangku taman sambil minum es teh yang telah dibelinya. Dia ingin menghilangkan penatnya pekerjaan dan masalah di rumahnya.Dia termenung di bawah pohon yang dibawahnya terdapat kursi yang dibuat dari semen dan beton. Dia memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dan orang yang sedang berkunjung di taman malam ini.Ditemani cahaya rembulan yang sangat sinarnya sangat terang malam ini, Yuni melihat ada seorang anak kecil berlarian bersama kedua Orangtuanya. Hati Yuni merasa sedih karena dia tidak pernah diperlakukan dengan baik oleh Ibu dan Kakaknya biarpun Yuni selalu banting tulang untuk mereka.Anak kecil itu beg
Yuni segera membersihkan dirinya saatnya dirinya telah sampai dirumah, suasana rumah tampak lenggang. Ayahnya sudah tertidur dan kedua kakaknya sedang berada di kamar, mereka tengah bermain game melalui gawainya.Yuni mencari-cari keberadaan Sang Ibu yang tidak berada dikamarnya, kemana Ibunya pergi Yuni tidak mengetahuinya.Ada terbesit rasa khawatir apalagi jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam namun tidak ada tanda-tanda Ibunya akan pulang."Kemana sebenarnya perginya Ibu." Ucap Yuni didalam hatinya, meskipun Ibunya tidak pernah berkata lembut padanya tetapi tetap saja Yuni menyayangi Ibunya melebihi apapun juga.Yuni beranjak dari kamar menuju ruang tamu untuk melihat apakah Ibunya sudah datang atau belum."Nak, kamu sedang apa disitu?" tanya seseorang yang ternyata Pak Doni, ayah Yuni itu tampak heran dengan tingkah Yuni yang tidak langsung tidur dikamarnya namun duduk di ruang tamu. Apa yang sedang dikerjakan oleh Yuni, Ayahnya begitu penasaran."Eee... Ini Yah, aku lagi men