Share

Bab 5

Akhirnya acara perkumpulan teman-teman Rafael telah selesai, dan mereka telah pergi dari kediaman rumah Rafael satu persatu.

Yuni dan Bik Ningsih segera membereskan sisa makanan, piring dan gelas yang ditinggalkan oleh mereka.

Yuni melakukan pekerjaan dengan cekatan dan rapih dan itu tak luput dari penglihatan Bu Tari. Dia merasa puas dengan hasil kerja Yuni yang begitu rajin dan tak kenal lelah.

"Mam, teman-teman aku semua bilang kalau masakan Mami semuanya enak. Bahkan sampai ada yang bawa untuk dirumah lho!" Tukas Rafael seraya duduk disamping Maminya Bu Tari.

"Memangnya kamu kira itu masakan Mami?" Ucap Bu Tari dengan seraya menggoda anaknya.

"Lho bukannya tadi mirip seperti masakan Mami. Rasanya bahkan rendangnya seperti masakan Mami pas lebaran kemarin." Jawab Rafael dengan terheran-heran mendengar ucapan Maminya.

"Itu semua masakan Yuni Raf, mana mungkin Mami mau pulang kerja langsung masak. Ogah..apalagi Papi tidak sedang dirumah." Jawab Bu Tari sambil mencubit pipi Rafael.

Rafael pun melirik sekilas ke arah Yuni yang wajahnya menunduk, tak menyangka masakannya ternyata bisa dinikmati oleh teman-teman Rafael.

"Terima kasih ya, sudah memasakkan untuk teman-temanku." Ucap Rafael seraya memandang Yuni.

Yuni hanya tersenyum sambil mengangguk. Dan kembali menyapu ruangan yang tadi dipakai untuk berkumpul.

"Gini loh Raf, Mami kan kasihan sama Bik Ningsih yang kadang masakannya dihina terus sama Papi." Ujar Bu Tari memulai pembicaraan.

Bik Ningsih yang mendengar namanya disebut langsung cemberut, Tuan besar memang tidak menyukai masakannya. Makanya dia hanya bekerja untuk membersihkan rumah dan berbelanja, masalah masak Bu Tari yang melakukannya.

"Hahahaha...Bik Ningsih jangan marah dong, tetap saja puding buatan Bik Ningsih rasanya tidak ada duanya," ucap Rafael sambil tersenyum ke arah Bik Ningsih yang sedang membereskan piring-piring kedalam rak lemari.

Bik Ningsih yang dipuji oleh Rafael langsung tersenyum manis, memang puding buatan Bik Ningsih enak dan Yuni pun setuju.

Yuni dan Bik Ningsih menyelesaikan pekerjaannya agar cepat selesai. Yunipun demikian karena dia ingin segera cepat pulang, untuk melihat keadaan kedua orangtuanya.

Akhirnya pekerjaan mereka telah selesai dan Yuni tersenyum bahagia dengan Bik Ningsih.

"Bik aku pulang dulu ya, karena sudah malam. Dan besok aku harus kembali bekerja di Toko." Ujar Yuni sambil mengambil tas yang ada di di dapur.

"Hati-hati ya Neng. Kita ketemu lagi besok. Semoga saja Neng gak bosan kerja bareng Bibik." Ucap Bik Ningsih sambil memeluk Yuni yang sudah dianggap sebagai anaknya.

"Iya Bik. Gak mungkin aku bosan ketemu Bibik, justu aku seneng karena punya teman ngobrol." Tukas Yuni sambil membalas pelukan Bik Ningsih.

Bik Ningsih mengantarkan Ningsih sampai ruangan tengah Bu Tari, dan pamit untuk kembali ke dapur

"Bu, maaf saya pulang dulu. Karena harus melihat keadaan Ibu dan Ayah saya dulu." Pamit Yuni sambil bersalaman pada Bu Tari.

Bu Tari yang melihat Yuni hendak pergi langsung memegang tangannya agar untuk berhenti.

"Yun, sebentar. Ini ambil saja makanan di meja, karena Ibu sudah kenyang dan tidak mungkin menghabiskan makanan sebanyak ini." Tukas Bu Tari sambil membuka makanan yang tersaji di meja makan.

"Tapi, Bu... Ini kan bisa untuk besok?" Tanya Yuni heran melihat makanan sebanyak ini diberikan untuknya.

"Kami tidak terbiasa masakan yang sudah dihangatkan, apalagi Rafa dia itu rewel kalau soal makanan. Sudah bungkus saja semua makanan ini untuk kamu makan dirumah." Ujar Bu Tari sambil membawa plastik dan menyerahkannya kepada Yuni.

"Ya Allah Bu, Terima kasih banyak." Puji syukur Yuni datang di rumah Bu Tari hari ini jadi dia tidak perlu mengeluarkan uangnya yang tinggal satu lembar untuk beli makanan untuk orang di rumah.

"Iya, sudah cepat bungkus semuanya jangan bersisa. Biarkan Bik Ningsih yang akan mencucinya kasihan kamu nanti pulang kemalaman." Ucap Bu Tari sambil tersenyum tulus.

Yuni langsung memasukkan semua makanan ke dalam plastik yang di kasih oleh Bu Tari, dan akhirnya makanan itu telah masuk ke dalam lima bungkus plastik.

"Sudah Yun?" tanya Bu Tari menghampiri Yuni dengan dirangkul oleh Rafael.

Yuni langsung balik badan dan tersenyum dengan manis ke arah Bu Tari dan Rafael.

Rafael yang mendapatkan senyuman manis dari Yuni langsung merona, entah mengapa ada sisi menarik dari diri Yuni.

"Sudah Bu, Terima kasih banyak Bu. Ibu saya dirumah pasti senang mendapatkan makanan enak hari ini." Timpal Yuni sambil memandangi bungkusan yang sudah berada di tangannya.

Rafael menatap iba gadis yang ada di hadapannya, apalagi mendengar cerita tentangnya yang harus kerja keras untuk keluarganya sungguh Rafael merasa simpati.

"Yun, ini ada sedikit uang. Bukannya kamu tadi mau pinjam uang, dan ambilah beras yang sudah disiapkan oleh Bik Ningsih di depan,

" Ujar Bu Tari sambil memasukkan sejumlah lima lembar uang seratus ribuan.

Yuni yang tak menyangka akan diberi uang oleh Bu Tari merasa terharu, dia langsung bersujud ke arah kiblat bersyukur kepada Tuhan.

Sungguh Tuhan memberikan pertolongan yang tidak disangka-sangka pada hambanya yang membutuhkan pertolongan.

Disitu Yuni menangis tergugu, dia tidak dapat berkata apa-apa lagi. Kebaikan hati Tuhan melalui tangan Bu Tari sungguh tiada terkira.

Dia merasa berdosa telah berburuk sangka pada Allah kenapa dia bisa putus sekolah dan harus membanting tulang untuk keluarganya.

Justru Allah sedang memberikannya ujian agar dia sabar, dan harus yakin pertolongan Allah akan datang tepat pada waktunya.

"Sudahlah Yun, berdiri." Ucap Bu Tari sambil mengangkat tubuh Yuni yang berada di lantai. Mata Bu Tari juga nampak berkaca-kaca. Anak seusia Yuni harusnya sedang menikmati masa muda dan bersenang-senang dengan temannya, namun Yuni harus melupakan itu semua karena tuntutan keluarga.

"Alhamdulilah, terima kasih banyak Bu. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku ucapkan sama Ibu Tari. Ibu sangat baik sekali terhadapku." Ujar Yuni sambil terus menyeka air matanya yang terus berjatuhan di pipinya.

"Sama-sama Yun, sekarang kamu cepat pulang dan berikan makanan itu untuk orangtuamu." Ucap Bu Tari sambil mengelus rambut Yuni.

Rafael yang sejak tadi hanya terdiam menyaksikan Yuni nampak begitu bahagia biarpun diberikan sekecil uang dari Maminya merasa terenyuh. Begitu malangnya nasib gadis yang ada di hapadannya, dia akhirnya tersadar apa yang dia miliki sekarang wajib dia syukuri dan tidak lupa untuk tidak menghambur-hamburkan uang untuk yang tidak perlu.

"Kalau begitu saya pulang dulu ya, Bu. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak." Ucap Yuni sambil menciumi punggung tangan Bu Tari.

Tiba-tiba saja Bu Tari berkata.

"Rafa, kamu antarkan Yuni pulang kerumahnya. Karena ini sudah malam, Mami takut terjadi apa-apa kalau Yuni dibiarkan pulang sendiri." Ujar Bu Tari yang membuat Yuni dan Rafael sama - sama terkejut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status