“Venue sudah.”
“Gaun pengantin sudah.”
“Kalung berlian sudah.”
“Mahkota sudah.”
“Sovenir sudah.”
Casandra tersenyum di kala persiapan pesta pernikahannya sudah siap sempurna. Raut wajah gadis itu memancarkan jelas kebahagiaan yang tak terkira. Pernikahan impian yang sudah dia nanti-nantikan akan sebentar lagi menjadi kenyataan.
“Nona Casandra?” Jean—asisten Casandra—melangkah menghampiri Casandra.
Casandra menatap Jean, dengan tatapan tatapan riang. “Apa Gio sudah datang?”
Jean menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. “M-maaf, Nona. Tadi Tuan Gio menelepon, beliau mengatakan kalau hari ini beliau tidak bisa datang. Beliau ada meeting penting di Cordoba.”
Casandra mendesah panjang. “Jadi maksudmu, hari ini Gio terbang ke Cordoba?”
Jean menganggukan kepalanya. “Benar, Nona. Tuan Gio hari ini melakukan penerbangan ke Cordoba.”
“Kenapa dia tidak bilang sendiri padaku?”
“Tadi Tuan Gio mengatakan ponsel Anda tidak aktif. Itu kenapa dia menelepon saya.”
Casandra berdecak kesal, lalu dia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar ponselnya yang ternyata mati. Sialnya, Casandra lupa mengisi daya ponsel. Terlalu sibuk mempersiapkan pernikahan, kerap membuat Casandra melupakan banyak hal. Bahkan urusan kecil pun bisa lupa.
“Baterai ponselku habis,” ucap Casandra kesal.
Jean meringis. “Nona, saya yakin Tuan Gio tidak akan lama di Cordoba.”
Casandra mengembuskan napas panjang. “Pergilah, Jean. Aku sedang tidak ingin diganggu.”
“Baik, Nona. Saya permisi.” Jean menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Casandra.”
Casandra menghempaskan tubuhnya ke ranjang, seraya melihat cincin berlian yang berlingkar di jari manisnya. Raut wajah Casandra masih kesal. Padahal hari ini Gio sudah berjanji akan datang.
Gio Redley—calon suami Casandra itu terkenal sangat sibuk. Sebentar lagi mereka akan menikah, tapi tetap Gio disibukkan dengan pekerjaannya. Hubungan mereka sudah terjalin 7 tahun lamanya. Jika orang mendengar, pasti akan terkejut karena Casandra dan Gio memiliki hubungan cukup lama, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Casandra menjalin hubungan dengan Gio, saat gadis itu berusia masih 16 tahun. Sedangkan Gio kala itu berusia 20 tahun. Hubungan mereka layaknya pasangan sempurna. Setiap kali Casandra marah, maka Gio selalu memiliki kesabaran extra untuk menenangkannya.
Namun, entah belakangan ini menjelang pernikahan, mereka bahkan jarang sekali bertemu. Setiap kali Casandra menelepon, pasti Gio selalu meeting dengan rekan bisnis pria itu. Sungguh, Casandra merasa jenuh karena merasa diabaikan.
“Ah! Menyebalkan sekali!” Casandra mengambil bantal besar, menyembunyikan kepalanya di bantal besar itu. Ingin berteriak menangis, tapi semua itu percuma, karena kejadian seperti ini sudah berulang kali.
***
Suara detuman musik terdengar memekak telinga. Suasana begitu riuh dan ramai. Salah satu klub malam ternama di Los Angeles, itu terkenal tak pernah sepi. Berbagai kalangan atas seperti politikus, artis, dan pengusaha ternama berkumpul di klub malam itu.
Lautan manusia berdansa dan bercumbu. Aroma tembakau dan alkohol begitu kental memenuhi malam itu. Terlihat para pelayan berpakaian sangat seksi bahkan menonjolkan jelas payudaranya seakan menantang para pria hidung belang.
Casandra terdampar di tempat ini. Dalam arti, dia ke klub malam ini di kala suasana hati yang kacau, dan amarah yang berkobar. Casandra kecewa, kesal, dan marah. Harusnya malam ini, dia berkencan dengan calon suaminya, tapi semua rencana gagal total, karena sang calon suami sibuk dengan dunianya.
“Nona, Anda jangan terlalu banyak minum. Nanti kalau Tuan Gio tahu, beliau bisa marah besar,” ucap Jean mengingatkan Casandra untuk tak banyak minum.
Casandra duduk di kursi VIP, lalu dia meminta pelayan untuk menyiapkan minuman terbaik. “Kau jangan banyak menasihatiku, Jean.” Dia mengabaikan apa yang dikatakan oleh sang asisten.
“Nona, tapi—”
Casandara menatap tajam Jean. “Kalau kau masih berisik, lebih baik kau angkat kaki dari hadapanku!”
Jean menundukkan kepalanya, tak berani melawan apa yang Casandra katakan.
Tak selang lama, pelayan datang membawakan minuman yang dipesan oleh Casandra. Tepat di kala minuman sudah terhidang, Casandra langsung menenggak vodka. Dalam keadaan emosi tinggi, yang Casandra butuhkan adalah alkohol untuk meredam kemarahan yang bergejolak.
“Jean, apa menurutmu Gio berselingkuh?” Casandra menenggak habis vodkanya, lalu dia meminta pelayan menuangkan vodka lagi ke gelasnya.
Jean nampak ingin melarang Casandra untuk minum, tapi Jean tak berani melarang. Terlebih tadi sebelumnya bosnya itu sudah memberikan ancaman padanya. Jadi, mau tak mau Jean harus mengawasi saja, tanpa sama sekali melarang.
“Nona, Anda jangan bicara seperti itu. Tuan Gio sangat mencintai Anda. Tidak mungkin beliau berselingkuh,” kata Jean meyakinkan Casandra untuk berpikir positive.
Casandra mendesah panjang. “Gio belakangan ini sibuk sekali, sampai tidak memiliki waktu untukku. Padahal sebentar lagi, aku dan dia akan menikah.”
Jean tersenyum. “Nona, Tuan Gio memiliki tanggung jawab di perusahaan keluarganya, sama seperti Anda yang juga memiliki tanggung jawab di perusahaan. Jika Anda berpikir negative, maka yang muncul hanyalah rasa cemas dan hal-hal yang belum tentu terjadi. Sekarang, menurut saya, Anda lebih baik berpikir positive.”
Casandra menenggak kembali vodka-nya, dengan raut wajah yang masih frustrasi. “Aku ingin ke toilet.”
“Nona, apa Anda ingin saya antar?” tawar Jean sopan.
“Tidak usah, aku bisa sendiri.” Casandra menolak tawaran Jean, lalu dia bangkit berdiri dan melangkah menuju ke toilet dengan langkai kaki gontai, bahkan nyaris jatuh. Beruntung, Casandra tak sampai benar-benar jatuh.
Di sisi lain, dari kejauhan seorang pria tampan dengan iris mata biru terus menatap Casandra yang tampil sangat cantik dan seksi. Mata biru pria itu berkilat, menunjukan jelas tatapan penuh arti.
***
Casandra membasuh wajahnya dengan air bersih. Kepalanya pusing akibat minum alkohol terlalu banyak. Namun, meski demikian, Casandra merasa masalahnya lepas dan tak lagi memiliki beban. Mabuk memang membuat gadis itu melupakan sejenak masalah yang hadir di hidupnya.
Casandra berbalik, hendak meninggalkan toilet, namun tiba-tiba Casandra menubruk seorang pria gagah berdiri di hadapannya. Kening Casandra mengernyit bingung. Meski mabuk, tapi Casandra tak mungkin salah masuk ke dalam toilet.
“Kau siapa? Ini toilet wanita,” kata Casandra yang mabuk berat.
Pria itu tersenyum, lalu tanpa izin dia mengangkat tubuh Casandra dan mendudukan ke atas wastafel. “You’re so hot,” bisiknya serak.
Casandra mendorong pria itu. “Kau ini siapa?” tanyanya susah payah. Kepalanya sangat pusing, membuat kesadaran benar-benar menipis.
Pria itu membelai bibir ranum Casandra, menelusuri bibir itu, hingga membuat Casandra memejamkan mata merasakan kelembutan dari jemari maskulin pria asing yang ada di hadapannya. Otak Casandra tak mampu berpikir jernih, semuanya sangat kacau membuatya hilang kendali.
“Kau sangat cantik, Casandra,” bisik pria itu serak.
“K-kau tahu namaku?” tanya Casandra dengan mata sayu.
“I know you.” Pria itu melumat lembut bibir Casandra, dan tangannya melucuti dress Casandra, hingga membuat dress yang dipakai gadis itu terjatuh menumpuk di pinggang.
Iris mata biru pria itu berkilat memuja kedua payudara Casandra yang berukuran padat menantang. Casandra tak memakai bra, membuat pria itu dengan mudah melihat langsung payudara Casandra.
“This is mine.” Pria itu membelai puting payudara Casandra.
“Ah!” erang Casandra mendapatkan sentuhan dari pria asing itu. Alkohol telah menguasainya, hingga membuat kewarasan di dalam otak Casandra hilang.
Pria itu menciumi leher Casandra, lalu mengecupi dada gadis itu, dan terakhir dia mengisap puting payudara Casandra dengan lembut. Jemarinya bermain di puting payudara Casandra yang lainnya.
“Ahh!” desah Casandra keras di kala pria asing itu mengisap puting payudaranya.
Tangan pria itu turun, menyelinap masuk ke dalam celana dalam Casandra, dan membelai titik sensitive Casandra—hingga membuat Casandra bergetar hebat dan semakin meloloskan desahan.
Pria itu menyeringai puas. “Kau basah.”
“Ahhh.” Casandra mencondongkan dadanya, memejamkan mata tak sanggup dengan sentuhan itu.
Pria itu kembali mengisap payudara Casandra bergantian, meninggalkan jejak kemerajan di sana, dan jemarinya membelai klitoris Casandra.
“Ah, ah, ah!” lenguh Casandra keras.
Pria itu terkekeh melihat Casandra tak bisa menahan diri. Dia menyudahi cumbuan itu, dan memakaikan kembali dress Casandra sambil berbisik serak, “Not now, Baby girl. One day, I’ll fuck you so hard.”
Byurrr“Ah!” Napas Casandra hampir putus di kala ada air tersiram di wajahnya. Mata gadis itu terbuka dengan terpaksa seraya menyeka wajahnya. Sinar matahari begitu terik mengenai wajahnya, menandakan pagi telah menyapa.Saat kesadaran Casandra sudah pulih, tatapan gadis itu menatap ayahnya yang berdiri sambil memegang baskom. What the fuck! Casandra mengumpat dalam hati. Ayahnya mengguyurnya.“Dad? Have you lost your mind?!” seru Casandra dengan nada sedikit tinggi. “Kenapa kau menyiramku!”Devan menatap tajam putrinya itu. “Kau yang sudah kehilangan akal sehatmu. Kau mabuk, sampai Jean kelimpungan mencarimu. Sekarang kau bangun terlambat, apa kau lupa hari ini kau memegang posisi tertinggi di perusahaan kita? Kalau media melihat kelakuanmu, mereka pasti akan menjadikanmu pemberitaan utama, Casandra!” teriaknya dengan keras.Devan Stewart belum pernah semurka ini pada putrinya. Mendengar putri tunggalnya mabuk berat, sampai tergeletak di toilet, membuat Devan murka. Terlebih hari ini
Michael duduk di kursi kebesarannya, seraya mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan jemari kokohnya. Sepasang iris mata biru Michael menajam menatap lurus ke depan, dengan jutaan hal ada di dalam benaknya.Seringai tipis di wajah Michael terlukis. Tampak kepuasan di wajahnya muncul seakan dia telah memiliki sesuatu rencana. Sebuah rencana terpendam yang sejak lama pria itu ingin jalankan.Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Michael mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu, dan langsung meminta orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.“Tuan Michael,” sapa Erlan—asisten Michael—melangkah mendekat pada Michael.Michael menatap dingin asistennya itu. “Ada apa, Erlan?”Erlan terdiam sebentar, dengan raut wajah serius. “Tuan, rencana yang Anda inginkan sudah berjalan.”Sudut bibir Michael terangkat, membentuk seringai kejam. Iris mata birunya menujukkan jelas kepuasan seperti menang dalam permainan. “Good, mulai besok aku bisa bersenang-senang.”Lalu, tatapan Mi
Tubuh Casandra membeku melihat sosok pria yang duduk di hadapannya. Iris mata biru milik pria itu sukses membuat seluruh prgan tubuh Casandra bergejolak. Casandra meyakinkan dalam hatinya, bahwa apa yang dia lihat ini adalah salah, namun kenyataannya yang dia lihat adalah nyata. Mata Casandra masih berfungsi sangat baik dalam melakukan penglihatan.“K-kau—” Casandra menelan saliva-nya susah payah. Otak Casandra seakan blank tak mampu berpikir jernih. God! Dia memang meminta untuk tak dipertemukan dengan pria tua, tapi juga jangan pria yang pernah bertengkar dengannya di tengah jalan tempo hari. Casandra mengumpati keadaannya yang kembali bertemu dengan pria menyebalkan itu.“Well, dunia ini sempit sekali. Rupanya wanita ceroboh yang merusak mobilku adalah Casandra Stewart,” gumam Michael dengan senyuman sinis di wajahnya. Casandra mengumpat dalam hati di kala Michael menyindirnya. “Aku ke sini atas nama perusahaan. Bersikaplah professional. Jika kau masih tidak terima dengan kejadian
“Pria sialan! Bajingan! Berengsek!” Casandra menghempaskan tubuhnya ke ranjang seraya meloloskan umpatan kasar. Emosi meluap mengingat tentang pertemuan gilanya dengan Michael. Entah apa yang ada di dalam pikiran pria sialan itu.Tujuan Casandra menemui Michael karena untuk membahas pekerjaan. Namun, alih-alih membahas pekerjaan, dia malah terbakar emosi akan penawaran gila pria itu. No! Itu bukan sama sekali penawaran. Malah yang ada Michael ingin membeli harga dirinya. Shit! Mengingat itu membuat emosi Casandra semakin menjadi.Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” seru Casandra memerintah orang yang mengetuk pintu untuk masuk ke dalam.“Nona Casandra.” Seorang pelayan melangkah masuk ke dalam kamar Casandra.Casandra menatap dingin pelayan itu. “Ada apa kau ke sini?” “Nona, Tuan Gio sudah datang, dan menunggu Anda di depan,” jawab sang pelayan sontak membuat Casandra terkejut.“Gio datang?” ulang Casandra lagi.Sang pelayan mengangguk. “Benar, Nona.”Casandra langsung mengumpat
“Kenapa bisa sampai sekacau ini, Jean?”Casandra menatap frustrasi laporan perusahaan yang diberikan oleh sang asisten. Sungguh, gadis itu sama sekali tak menyangka kalau keadaan perusahaannya akan sampai sekacau ini.Jean menundukan kepalanya. “Nona, jujur saya pun tidak mengerti kenapa sampai sekacau ini. Perusahaan kita benar-benar membutuhkan investor baru agar bisa bertahan. Jika tidak, pasti—”“Aku akan menemukan investor baru untuk perusahaan kita. Singkirkan pikiran negative-mu. Aku yakin, aku mampu menemukan investor yang paling tepat untuk perusahaanku,” potong Casandra tegas.Jean tak mampu mengatakan apa pun. Hanya cukup mengangguk saja. Sebelumnya, dia sudah menanyakan tentang Yates Group pada Casandra, namun bukannya jawaban yang didapatkan, malah Jean mendapatkan amukan. Itu kenapa Jean tak berani lagi menyinggung-nyinggung tentang Yates Group.“Aku ingin pulang cepat. Kau urus pekerjaan. Kepalaku rasanya mau pecah.” Casandra bangkit berdiri seraya mengambil kunci mobil
“Casandra? Kau kenapa?” Gio baru saja membuka pintu apartemennya, dikejutkan dengan sang kekasih di hadapannya menangis. Buru-buru pria itu memeluk erat kekasihnya itu yang nampak sangat rapuh dan lemah.Tangis Casandra pecah dalam pelukan Gio. Tangis yang terdengar pilu. Bahu gadis itu bergetar akibat tak sanggup menahan perih di dada. Ya, Casandra menemui sang kekasih karena tak tahu ke mana dirinya harus melangkah.“Kita masuk. Kita bicara di dalam.” Gio menutup pintu apartemennya, lalu membawa Casandra masuk ke dalam apartemen. Gio tahu bahwa Casandra memiliki masalah. Ini pertama kalinya, Gio melihat Casandra sampai menangis pilu.Di kamar, Gio mengajak Casandra duduk di ranjang, dan menyandarkan punggung gadis itu di kepala ranjang. Pun Gio memberikan air putih untuk sang kekasih. Gio menyeka air mata Casandra menatap hangat kekasihnya itu.“Terima kasih,” ucap Casandra seraya meletakan gelas ke atas meja.“Ada apa, Sayang? Katakan padaku, kau kenapa?” tanya Gio seraya membelai
“Casandra, buka pintumu.” Devan menggedor pintu kamar Casandra, meminta putrinya itu untuk membuka pintu, tak lagi mengurung diri di kamar. Sudah satu hari lamanya, Casandra tak mau keluar dari kamar sama sekali. Bahkan putrinya itu tak berangkat ke perusahaan.“Casandra, buka pintunya, atau aku akan mendobrak pintumu kalau kau tidak membuka pintumu.” Devan yang mencemaskan putrinya terus memaksa putrinya untuk membuka pintu kamar. Devan tidak mau sampai terjadi sesuatu hal buruk pada putrinya itu.Pintu kamar terbuka. Casandra akhirnya mau membuka pintu setelah mendapatkan ancaman dari ayahnya. Tepat di kala pintu sudah terbuka, Devan segera masuk ke dalam kamar putrinya itu. “Maaf, Dad. Aku hari ini sedang malas sekali,” ucap Casandra pelan. Hingga detik ini, Casandra pun masih belum menceritakan pada ayahnya, tentang kegilaan Michael. Stress di kepalanya membuat rasanya Casandra sulit berbicara. “Casandra, kemarin kau menemui Michael, kan?” Devan duduk di samping putrinya.Casan
“Casandra? Kenapa kau lama di toilet?” Gio menatap Casandra yang melangkah menghampirinya dengan langkah terburu-buru. Tampak raut wajah Gio menatap bingung Casandra yang nampak sangat berbeda.“Tadi aku sakit perut, Sayang. Maafkan aku yang membuatmu menunggu.” Casandra mendekat, dan langsung memeluk sang kekasih. Casandra ingin sekali menangis kencang dalam pelukan sang kekasih, namun semua itu adalah hal yang tak mungkin. Casandra mengingat dirinya berada di tengah-tengah pesta.Gio menangkup kedua rahang Casandra, menatap khawatir sang kekasih. Dia bisa melihat dengan jelas kalau ada yang tak beres dengan kekasihnya itu. “Kau benar hanya sakit perut saja? Apa ada masalah yang membebani pikiranmu?” tanyanya sangat cemas.Casandra berusaha tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Manik mata cokelatnya memang menunjukkan kerapuhan. Namun, Casandra berusaha keras untuk menutupi itu. Tak mungkin dia memberi tahu Gio tentang kegilaan Michael.“Aku tidak apa-apa, Sayang. Jangan khawatir. A