Home / Romansa / Milik Sang CEO / Surat Pengunduran Diri

Share

Surat Pengunduran Diri

Author: nsr.andini
last update Last Updated: 2024-11-29 18:29:29

Padahal bukan jam kerja di mana artinya aku tak memiliki kewajiban dalam masalah pribadi Rhino, tetapi seakan tidak ingin menghilangkan predikat Sekreatris terbaik selama 3 tahun berturut-turun nyatanya aku telah berada di sini. Klub tempat Rhino berada di jam seharusnya aku sedang terlelap dalam tidur.

Dengan pakaian santai dengan sweater merah yang kukenakan, tentu beberapa orang akan memperhatikanku. Pakaianku bukan pakaian yang seharusnya dipakai saat ke Klub. Kuedarkan penglihatan ini ke setiap penjuru arah hingga kulihat seorang lelaki melambaikan tangan ke arahku.

Kuhentikan langkah kaki di dekat kedua lelaki itu yang terlihat dalam kondisi berbeda. Bara terlihat baik-baik saja sementara Rhino sudah tak sadarkan diri dalam posisi kepala yang bersandar ke sandara sofa.

Setelah kehadiranku Bara segera melarikan diri. Lebih tepatnya katanya sih dia ada urusan mendadak jadi tidak bisa mengantar Rhino.

Tanpa mendengar cerita Rhino sampai mabuk berat seperti itu, aku langsung yakin jika alasan Rhino hingga tak sadarkan diri karena Luna. Karena Rhino segalau itu perihal Luna yang tidak juga kembali padanya.

Kududukkan diri di samping Rhino. Mencoba membangunkannya dengan menepuk-nepuk lengan Rhino. Tak juga kunjung bangun aku pun menepuknya lebih keras dan Rhino pun membuka matanya.

"Luna?"

Aku pun hanya bisa menghela nafas melihat sebesar itu cinta Rhino untuk Luna sampai salah mengira. Aku yakin bahwa sekarang yang dilihat Rhino adalah Luna, bukan aku.

Ketika aku siap membuka mulut tiba-tiba Rhino memelukku. Tiba-tiba juga degup jantungku tak menentu dan itu membuatku mulai frustasi.

"Aku bisa berubah untuk kamu, tapi kamu tetap memilih lelaki itu ... sulit, Lun. Sungguh sulit melupakan kamu. Terlalu banyak kenangan indah kita hingga aku gak bisa melihat perempuan lain. Aku harus bagaimana?"

Nada suara yang terdengar sesedih itu sungguh menyedihkan. Aku juga tidak tahu harus seperti apa terhadap Rhino yang hati dan pikirannya selalu tertuju pada Luna.

Akhirnya Rhino melepaskan pelukannya. Menatapku lekat. "Aku janji akan berubah dalam segala hal asalkan kamu memberi aku kesempatan untuk kita bersama lagi."

Tak ada yang tahu sisi lain Rhino bisa semenyedihkan ini karena cinta selain aku. Betapa beruntungnya aku bisa melihatnya, tapi mengetahui Rhino galau berat karena Luna, hatiku buruk.

"Saya gak bisa."

"Kenapa?"

"Karena saya bukan Luna!"

Rhino menggelengkan kepala. "Kamu Luna."

"Saya gak bisa jadi Luna."

Setelah hati tak karuan hanya karena pelukan kini degup jantungku semakin menggila berkat bibir kami yang saling menempel. Untuk kedua kalinya Rhino mencuri ciumanku.

Saat aku hendak mendorong Rhino menjauh tiba-tiba Rhino memegang tengukku dengan cukup kuat dan setelahnya Rhino melumat bibir ini yang kucoba untuk tertutup rapat tapi tidak bisa karena tak kusangka Rhino menggigit kecil ujung bibirku. Merasa mulai perih dan rasa darah yang masuk ke dalam mulut, dengan sekuat tenaga akhirnya aku berhasil mendorong Rhino.

"Elea."

"Benar, Elea. Saya bukan Bu Luna!" Akhirnya Rhino tersadar setelah beberapa menit membuat diri tak karuan.

Aku berdiri dari duduk. "Melihat Bapak sudah sadar, saya yakin Bapak bisa pulang sendiri." Lalu, kulangkahkan kaki meninggalkan Rhino yang hanya diam.

Di tengah langkah kaki menuju pintu keluar Klub salah satu tangan terulur menyentuh dada yang masih tidak baik-baik saja. Sampai kapan aku akan melihat Rhino terus galau? Sampai kapan aku menjadi pelampiasan? Jika ini semua terus berlanjut, aku rasa aku tidak akan sanggup.

Rasanya lebih suka mendapati sikap dingin Rhino dari pada melihatnya semenyedihkan itu.

.

.

.

Kuketuk pintu Ruang Kerja Rhino, lalu melangkah masuk. Menaruh amplop putih di meja kerja Rhino yang terlihat menatapnya bingung. Rhino ambil amlop itu, membukanya.

Ditaruhnya kertas di atas meja, lalu memperlihatkan tatapan tajam dan tidak suka padaku. "Saya gak bisa menyetujuinya!"

"Saya akan menyelesaikan semua pekerjaan saya dan mencari pengganti saya sebelum meninggalkannya."

"Elanor!" Untuk pertama kalinya setelah hari-hari baru bekerja menjadi Sekretaris, Rhino membentakku.

"Walau selama 2 tahun Bapak sempat gak bisa menemukan Sekretaris yang cocok dengan Bapak, saya akan mencarikan yang terbaik agar cocok dengan Bapak."

Ya. Pada akhirnya setelah 3 tahun aku memutuskan mengundurkan diri. Perjalanan 3 tahun ku bukanlah hal yang mudah. Selain berusaha menjadi Sekretaris terbaik selama itu juga kupendam perasaan cinta ini.

Walau aura dingin yang dipancarkannya begitu terasa, aku tetap jatuh cinta padanya. Sesosok Rhino yang bekerja keras, tegas, tidak pernah goyah, terlebih wajahnya yang tampan membuatku mengidolakannya. Terlebih saat tahu Rhino secinta itu pada Luna, aku semakin jatuh cinta.

Bukankah aku dalam keadaan gawat karena sudah membuat Rhino marah? Rhino merobek kertas surat pengunduran diri ku. "Sampai kapan pun saya gak akan mengganti Sekreatris saya!"

"Saya akan secepatnya menemukan pengganti saya." Lalu, sedikit membungkukkan badan. Berlalu dari hadapan Rhino yang entah pada akhirnya akan menerima keputusanku atau tidak.

Mendudukkan diri di kursi kerja, menatap jendela Ruang Kerja Rhino. Walau berat meninggalkan Rhino namun aku sungguh berharap Rhino menyetujuinya. Aku tidak ingin terlibat lebih dalam lagi akan masalah percintaan Rhino yang membuatku sakit sendirian.

Ceklek

Rhino keluar ruangan dan berhenti di hadapanku. "Saya akan mencoba mobil baru, dan kamu wajib ikut!"

Tentu saja aku akan mengikuti Rhino terlepas masalah yang terjadi sebelumnya. Aku kira Rhino akan mencoba mobil sport yang siap meluncur itu jika menurut Rhino keadaannya bagus dalam semua aspek di jalanan biasa, nyatanya Rhino membawaku ke Sirkuit miliknya.

Saat kami sudah berada di dalam mobil, Rhino mulai mengendarainya. Sontak aku langsung berpegangan erat sabuk pengaman ketika mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Seolah Rhino sedang balapan.

Ada apa dengan Rhino?! Kami sedang mencoba mesin mobil bukannya latihan untuk acara balapan. Jalan yang sesekali berbelok itu membuat perutku semakin mual.

Ya Tuhan, aku tidak ingin mati muda. Tolong keluarkan aku secepatnya. Rhino benar-benar keterlaluan! Bisa-bisanya dia mengajakku melakukan hal yang menakutkan seperti ini.

Setelah hanya sekali putaran akhirnya mobil berhenti dan tentu aku langsung keluar. Berjalan cepat ke arah pinggir dan keluarlah apa yang tadi pagi aku makan. Menyebalkan, Rhino!

"Bisa-bisanya lo buat Elea sampai kayak gitu," kata Bara yang baru datang.

Kutegakkan badan setelah merasa lega. Terlihat sebuah tangan yang menyodorkan air mineral dalam kemasan botol padaku. Kuterima air dari Rhino itu. Meminumnya sedikit hanya untuk membasahi tenggorokan.

Tunggu. Mendadak aku teringat sesuatu. Apa mungkin yang dilakukan Rhino barusan itu peringatan bahwa aku tidak boleh mengundurkan diri?!

Kutatap Rhino, kesal. Jika benar seperti apa yang kupikirkan sungguh Rhino bos yang jahat.

"Saya perlu mengetesnya sekali lagi."

"Mendadak saya harus ke Toilet sekarang. Permisi." Seperti itulah caraku melarikan diri.

***

Tiba-tiba sekali Rhino mengadakan acara jalan-jalan perusahaan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Milik Sang CEO   Second Day in Seoul

    Destinasi pertama kami adalah Coex Aquarium. Aku terpesona melihat berbagai jenis ikan berenang di antara terumbu buatan yang memukau. Tapi momen paling mengesankan adalah ketika kami memasuki terowongan kaca di mana ikan-ikan besar berenang di atas kepala kami."Kamu suka?" tanya Rhino, matanya tertuju ke arahku yang menatap kagum ke atas."Suka banget! Ini seperti dunia lain."Dia mengangguk. "Bagus. Aku ingin kamu punya kenangan indah di sini."Setelah puas menikmati keindahan bawah laut, kami menuju ke destinasi berikutnya, yaitu Lotte World Tower. Dari atas sana, kami bisa melihat pemandangan Seoul yang begitu luas.Rhino tiba-tiba berkata, "Elea, lihat ke sana. Kamu lihat gedung-gedung kecil itu?"Aku mengikuti arah pandangannya. "Iya, kenapa?""Dulu saya pernah berpikir, sebesar apa pun pencapaian saya, saya tetap akan terlihat kecil dari sudut pandang yang lebih tinggi.”Aku menatapnya, tak menyangka dia bisa berkata seperti itu. "Dan sekarang?"Dia menoleh padaku, tersenyum t

  • Milik Sang CEO   First Day in Seoul

    Pagi di Seoul terasa berbeda. Udara dingin yang menusuk kulit rasanya beda dengan saat musim hujan di Jakarta. Dari jendela Hotel, aku bisa melihat deretan bangunan tinggi dengan atap yang tertutup salju tipis. Suasana ini sangat asing bagiku, tapi juga memberikan perasaan yang hangat.Aku berdiri di dekat jendela sambil menikmati secangkir teh hangat, membiarkan pandanganku melayang ke hiruk-pikuk kota. Tiba-tiba, suara Rhino memecah keheningan."Sudah siap?" tanyanya sambil berjalan keluar dari Kamar Mandi dengan rambut basah.Aku menoleh dan mengangguk. "Iya. Kita mau ke mana dulu?"Dia mengambil pengering rambut. "Ada beberapa tempat yang sudah saya siapkan. Tapi karena ini liburan, kita santai aja, oke?"Aku tersenyum kecil. Gaya santainya selalu membuatku merasa nyaman....Destinasi pertama kami adalah Bukchon Hanok Village. Tempat itu dipenuhi Rumah-Rumah tradisional Korea yang terlihat sangat cantik dengan salju yang menutupi atapnya. Kami menyusuri jalanan sempit yang diap

  • Milik Sang CEO   Buka Kado

    "Pak Rhino?" aku memanggil, hampir tak percaya dengan apa yang kulihat.Dia menoleh, menatapku sambil tersenyum canggung. "Pagi. Saya mencoba bikin sandwich untuk kita sarapan."Aku memandangi meja Dapur yang penuh bahan-bahan berserakan. Telur orak-arik, selada, tomat, dan keju tergeletak dengan tidak beraturan. Sandwich yang dia buat terlihat... unik, dengan isi yang hampir berhamburan keluar."Bapak belajar masak?" tanyaku, mencoba menahan tawa.Dia menggaruk tengkuknya dengan ekspresi malu. "Enggak juga, sih. Saya cuma pengin coba. Tadi sempat lihat tutorial, tapi ya, beginilah hasilnya."Aku mengambil salah satu sandwich yang sudah dia susun. "Saya coba ya?"Rhino langsung menatapku penuh cemas. Bagaimana jika sandwich pertama yang dia buat tidak enak?"Silakan. Tapi, kalau gak enak maaf yaa."Aku menggigit sandwich itu perlahan. Rasanya... tidak buruk. Penyajiannya memang berantakan, tapi rasanya cukup lumayan untuk pemula. "Lumayan kok. Tapi mungkin lain kali seladanya jangan t

  • Milik Sang CEO   Lembar Baru

    Setelah pesta resepsi selesai dan para tamu mulai pulang, aku mengikuti Rhino ke Kamar yang telah disiapkan untuk kami. Kamar itu luas dan elegan, dengan dekorasi bernuansa putih dan emas yang menciptakan suasana romantis. Aku merasa gugup, lebih dari yang pernah kurasakan sebelumnya. Ini adalah malam pertama kami sebagai pasangan suami istri, meskipun aku tahu pernikahan ini bukan seperti pernikahan pada umumnya."Kamu bisa mandi duluan kalau mau," katanya sambil menatapku dengan ekspresi tenang.Aku hanya mengangguk dan segera masuk ke Kamar Mandi, mencoba menenangkan diri. Di dalam, aku menatap bayanganku di cermin. "Kamu bisa melewati ini, Elea," bisikku pada diriku sendiri. Setelah mandi dan berganti pakaian, aku keluar dengan mengenakan piyama satin sederhana. Rhino sudah duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya digulung. Dia tampak begitu santai, sementara aku merasa canggung."Sudah selesai?" tanyanya, lalu berdiri untuk mengambil giliran mandi. Aku m

  • Milik Sang CEO   Wedding

    Hari pernikahan itu tiba dengan cepat, dan aku merasa seperti terjebak dalam kebingunganku sendiri. Setiap langkah yang kutempuh terasa berat, seolah seluruh dunia sedang menatap dan menunggu keputusanku. Tidak hanya aku, tetapi juga Rhino, yang tampak sangat tenang dan siap, meskipun aku tahu dia pasti merasakan kegelisahan yang sama-meskipun tidak dia tunjukkan.Pagi itu, aku sudah berada di Ruang Ganti, mengenakan gaun pengantin yang begitu mewah dan indah. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau cemas. Ini bukan pernikahan yang aku bayangkan, tetapi lebih sebagai sebuah kewajiban. Meskipun begitu, di dalam hatiku, ada satu pertanyaan besar: apakah ini adalah keputusan yang benar? Apakah aku sudah siap untuk menjalani hidup ini bersama Rhino? Masih saja keraguan itu menghantui diri ini.Aku merasakan ketegangan di setiap inci tubuhku, dan saat aku menatap cermin, aku melihat diriku yang tampaknya bukan diriku sendiri. Wajahku terlihat pucat, dan mataku masih menyimpan keraguan yan

  • Milik Sang CEO   Obrolan Pagi

    Setelah Rhino pergi untuk menemui Bara, aku memutuskan untuk merapikan tempat tidur. Meski masih pagi, aku merasa tidak bisa kembali tidur. Pikiran-pikiran tentang ancaman yang baru saja terjadi masih memenuhi kepalaku. Tapi entah kenapa, keberadaan Rhino membuatku merasa lebih tenang.Aku membuka pintu menuju Balkon untuk membiarkan udara segar masuk. Cahaya matahari mulai menyusup masuk ke ruangan, memberikan suasana hangat yang sedikit mengusir rasa cemas. Dalam diam, aku memikirkan semua yang telah Rhino lakukan untukku.Beberapa menit kemudian, Rhino kembali ke Kamar. Ekspresinya serius seperti biasanya, tapi ada kelembutan di matanya saat menatapku."Kamu sudah sarapan?" tanyanya.Aku menggeleng pelan. "Belum. Saya gak begitu lapar."Dia mendekat, mengangkat sebelah alis. "Kamu harus makan. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Jangan sampai kamu lemas."Rhino benar. Tapi tetap saja, sulit bagiku untuk memikirkan makanan saat kepalaku dipenuhi begitu banyak hal."Baikl

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status