Share

Menjalankan Misi Teror.

   Seorang Pria berdiri didepan cafe, membaca Plang tulisan cafe "Dewi sekar." Pria itu memakai topi dan berkumis serta berjambang dan sedikit berjenggot.

Pria itu menatap kedalam cafe, membuka kaca matanya, melangkah mendekati selebaran kertas yang terpajang di dinding cafe.

Pria itu ternyata Randi, yang sengaja menyamar untuk membedakan penampilannya agar tidak dikenali.

Randi masuk kedalam cafe milik Yana, dipintu masuk, Randi mengambil selebaran kertas yang berisi Iklan " Di jual Rumah ", Melipat lembaran kertas itu  lalu masuk kedalam cafe.

Randi duduk disalah satu kursi meja yang ada didalam cafe tersebut, memandangi isi ruangan cafe, "cukup asri juga tempatnya"  bathin Randi.

Pelayan datang menghampiri Randi.

"Silahkan dipilih menu nya Pak." Ujar Pelayan pada Randi.

"Ah, saya pesan ayam geprek sama es teh aja ya, gulanya dikit aja." Ujar Randi.

"Baik Pak, mohon ditunggu." Ujar Pelayan, Randi mengangguk. Pelayan pun pergi, Randi membaca selebaran iklan jual rumah itu, terlihat di photo gambar rumahnya ada disitu, dengan nomor telepon Harry sebagai contact personnya. Randi menyimpan nomor ponsel itu di dalam kontak ponselnya.

   Didalam Rumah Yana, tampak Petugas Polisi selesai mengcopy rekaman cctv milik Yana ke flash disk .

"Kami akan memeriksa hasil rekaman cctv rumah ibu di kantor." Ujar Polisi pada Yana.

"Baik pak." Ujar Yana.

"Terima kasih atas kerjasamanya bu, jika kami meminta ibu datang ke kantor untuk memberikan keterangan apakah ibu bersedia ?" Tanya Polisi pada Yana.

"Saya bersedia Pak." Ucap Yana.

"Baik bu, kalau begitu, kami permisi, terima kasih." Ujar Polisi, Yana mengangguk hormat.

Lalu mereka pergi keluar dari rumah Yana.

   Diluar, didepan teras rumah Yana, Pak erte Samsir yang melihat Petugas Polisi keluar bersama Yana dari dalam rumah menyambutnya.

"Sudah selesai pak ?" Tanya Erte Samsir.

"Sudah Pak, terima kasih atas waktunya, kami permisi." Ujar Polisi pada erte Samsir.

"Mari bu , Pak." Pamit Petugas Polisi kepada Yana dan erte Samsir. Sepeninggal Petugas Polisi yang pergi itu, Yana memakai kembali helmnya.

"Semoga kasus ini cepat selesai ya pak, biar lingkungan kita aman dan kondusif lagi." Ujar Yana.

"Mudah mudahan bu." Ujar erte Samsir pada Yana.

"Saya permisi dulu pak, mau balik ke cafe saya." Ujar Yana .

"Oh, baik, silahkan bu." Ujar erte Samsir .

Yana naik ke motornya, menyalakan mesin motor, mengangguk pamit pada erte Samsir yang membalas dengan anggukan, Yana pergi meninggalkan erte Samsir yang memperhatikan kepergian Yana dengan menarik nafas.

Herry masuk kedalam cafe menemui Randi yang duduk disalah satu kursi di sudut cafe.

"Dengan Bapak Sandi ?" Ujar Herry menyapa Randi yang menyamar dengan nama Sandi.

"Ah, iya betul, pak Herry ya ?" Ujar Randi (Sandi) menyalaminya.

"Sandi." Ujar Randi menyebut nama samarannya.

"Maaf Pak Sandi harus menunggu lama, saya tadi lagi dipasar belanja kebutuhan cafe pas Bapak telepon saya tadi." Herry menjelaskan keterlambatannya itu pada Sandi (Randi) yang tersenyum ramah padanya.

"Ah, tidak apa Pak." Jawab Randi (Sandi) tersenyum.

"Sudah pesan makanan pak ?" Tanya Herry.

"Oh, Sudah tadi."Jawab Randi (Sandi).

"Lumayan bagus juga cafe nya ya Pak Herry, milik bapak ?"Ujar Randi (Sandi).

"Terima kasih Pak, baru mulai usaha, iya milik saya, kebetulan dapat modal jadi buka cafe ini." Ujar Herry, Randi tersenyum penuh arti menatap Herry yang mengaku kalau cafe itu milik dirinya.

Padahal Randi tahu betul bahwa modal buat cafe itu sepenuhnya milik Yana, mantan istrinya yang sekarang menjadi kekasih Herry itu.

"Ah iya, saya mau menanyakan harga pas rumah yang ada di iklan ini pak." Ujar Randi (Sandi) menunjukkan selebaran kertas berisi iklan jual rumah itu pada Herry.

"Oh, saya buka dasar harga 1,5 milyar Pak, bisa ditawar dikit." Ujar Herry.

" Delapan ratus juta boleh ?" Tawar Randi.

"Belum bisa pak, 1,2 Milyar nett nya." Jawab Herry pada Randi (Sandi).

Herry memberikan harga yang beda dari harga yang dikasih Yana sebesar 1 Milyar nettnya.

"Begitu ya, baiklah, saya akan pikirkan dulu, nanti beberapa hari lagi saya hubungi bapak untuk kita ketemuan berikutnya." Ujar Randi (Sandi).

"Siap Pak, kapan saja Pak Sandi mau ketemu dan liat rumah langsung saya siap waktunya." Jawab Herry tersenyum pada Randi (Sandi).

"Baiklah Pak, kalo begitu , saya pamit dulu, nanti saya kabari lagi." Ujar Randi (Sandi).

"Siap Pak." Ujar Herry tampak senang karena merasa rumah Yana akan laku terjual dan dibeli pak Sandi , Herry tak tahu kalau orang yang mengaku Sandi itu tidak lain adalah Randi mantan suami Yana.

   Randi (Sandi) keluar dari cafe, masuk kedalam mobilnya, menyalakan mesin mobilnya, saat mobil dijalankan, saat itu pula Yana tiba di depan cafe memarkirkan motornya dan melepas helmnya, mobil Randi melaju melewati Yana yang sedang membuka helmnya, melangkah masuk kedalam cafe.

Randi memperhatikan Yana yang melangkah masuk kedalam cafe  dari dalam mobil, mobil Randi menjauh dari cafe itu.

   Dijalanan Randi melepaskan kumis, jambang dan jenggot palsunya, menyimpannya didalam dashboard mobil.

"Kasihan kamu Yana, gak sadar sedang dimanfaatkan oleh laki laki busuk itu." Ujar Randi , Randi menilai Yana dimanfaatkan Herry karena Herry mengaku cafe itu milik pribadinya, bukan milik Yana atau mengatakan join modal dengan Yana. Bahkan harga jual rumah pun berbohong, mengambil keuntungan dari harga yang diberikan Yana. Padahal kalau rumah laku pastinya Herry juga mendapat keuntungan dari Yana, dengan begitu Herry mendapatkan keuntungan dua kali dari hasil rumah jika laku terjual.

"Yanaaa....Yanaaa...kamu gobloook...bisa bisanya memilih pria busuk seperti si Herry itu menggantikanku!" Geram Randi, lalu menginjak gas mobil dan mengencangkan laju mobilnya dijalanan itu.

Didalam cafe, Herry tampak tersenyum senang menatap Yana. Yana yang melihat Herry begitu heran.

"Kamu kenapa mas? Senyam senyum gitu, kesambet ?" Ujar Yana tersenyum mesra pada Herry yang masih juga senyam senyum senang.

"Ada yang mau beli rumahmu, orangnya habis ketemuan denganku disini." Ujar Herry.

"Masa ?" Ujar Yana.

"Iya, baru aja , gak lama dia pergi kamu datang." Ujar Herry .

"Alhamdulillah kalo gitu mas, akhirnya laku juga rumah itu." Ujar Yana.

"Aku kan udah bilang ke kamu, sabar, pasti ada yang mau beli rumahmu." Ujar Herry sambil kedua tangannya memegang bahu kiri dan kanan Yana.

"Iya mas, aku cuma khawatir aja rumah itu gak laku karena kejadian mengerikan yang terjadi dilingkungan rumahku itu." Ujar Yana.

Herry melepaskan pegangan tangannya dari bahu Yana. Menatap wajah Yana.

"Maksudmu ?" Tanya Herry pada Yana.

"Keluarga almarhum pak Riyadi, tetangga sebelah rumahku mati terbunuh semalam." Ujar Yana.

"Haaq..!!" Herry kaget mendengarnya.

"Makanya aku tadi dipanggil pak erte kesana, karena polisi minta rekaman cctv rumah." Jelas Yana.

"Udah ?" Ujar Herry.

"Udah tadi diambil polisi rekamannya." Ujar Yana.

"Naas benar nasib keluarga mereka, dulu Riyadinya ditemui mati terbunuh." Ujar Herry .

"Iya mas, kabarnya bukan istri dan dua anaknya aja yang mati dibunuh didalam rumah itu, tapi si Antok anaknya yang pertama juga mati dirumah sakit, Polisi sedang menyelidiki kematiannya." Jelas Yana pada Herry.

"Aagh, gak kebayang aku..." Ujar Herry bergidik.

"Siapa yang tega bunuh satu keluarga itu ya ?" Ujar Herry berfikir.

"Entahlah." Geleng Yana sambil menghela nafasnya, ada sedikit kekhawatiran pada diri Yana.

"Kalo liat kematian keluarga itu, sepertinya yang membunuhnya punya dendam kesumat sama mereka." Ujar Herry.

"Sepertinya begitu." Ujar Yana.

Yana terdiam sebentar, berfikir, menarik nafasnya, lalu dia teringat Randi.

"Apaa mungkiinn...tapi ah, gak lah." Yana ragu melanjutkan perkataannya. Herry melirik wajah Yana yang ragu.

"Gak apa ?" Tanya Herry.

"Nggak, aku kok teringat si Randi mantan suamiku itu." Ujar Yana, mendengar itu Herry menunjukkan raut wajah tak suka, rasa cemburu muncul pada diri Herry.

Yana mengetahui perubahan air muka Herry itu, meluruskan ucapannya.

"Maksudku, gak mungkin Randi pelakunya." Ujar Yana.

"Randi ? Kok kamu berfikir dia ?" Ujar Herry.

"Ya aku teringat aja, dulu kan kami pernah ribut dengan keluarga Riyadi itu, mereka melabrak masuk kedalam rumah, anaknya si Antok mengancam si Randi mau dibunuh kalo ketemu dijalan." Ujar Yana.

"Randi pernah bilang ke aku malam setelah kejadian itu, kalo dia gak takut ancaman si Antok, justru bisa bisa si Antok yang dimatiinnya, itu kata Randi." Jelas Yana pada Herry.

"Ah, gak mungkin Randi berani bunuh orang Yana, kamu kan tau sendiri gimana si Randi itu." Ujar Herry.

"Iya sih, Randi cuma mulutnya aja yang marah marah emosi, tapi gak pernah ada tindakan lanjutnya, selama sama aku gak pernah dia berbuat kasar ke orang, apalagi ke aku." Ujar Yana pada Herry.

"Makanya, gak mungkin, kalo Randi punya naluri membunuh, bukan tetanggamu yang jadi korban duluan Yana, pastinya kamu duluan karena kamu kan menceraikannya." Ujar Herry pada Yana.

"Iya ya mas. Ah sudahlah, biar Polisi yang mengungkap pelakunya." Ujar Yana lalu duduk di kursi samping kasir cafe.

   Tampak didalam ruangan kantor polisi, beberapa petugas polisi sedang meeting membahas seputar TKP (Tempat kejadian Perkara) yang terjadi.

"Dari hasil penelusuran tim forensik, tidak ditemukan barang bukti yang mencurigakan, sepertinya pelaku cerdas, tidak meninggalkan jejak apapun ditempat kejadian." Jelas Polisi satu.

"Kalau saya liat tempat kejadian kematian keluarga itu, ada kesamaan dengan pembunuhan lain yang sebelumnya terjadi." Ujar Polisi dua.

"Maksudnya ?" Tanya Kapten Polisi.

"Di dinding kamar korban , ada tulisan bertinta darah " Hell..Lo.. Lo ke Neraka." Jelas Polisi dua.

"Kalo disamakan dengan kasus mayat yang ditemukan di rawa jombor, ditemukan juga tulisan yang sama di sebuah perahu yang ditemukan." Ujar Polisi dua.

"Juga di batu pembatas jembatan kali samping Aula pertemuan erte tempat ditemukan mayat lainnya, suami dari korban yang dibantai baru baru ini." Jelas Polisi dua.

"Korban pertama Riyadi adalah suami dari korban Tatik, Bandi, yang ditemukan dirawa jombor mayatnya adalah keamanan erte lingkungan tempat tinggal mereka." Ujar Polisi dua.

"Jadi, mereka semua warga dilingkungan itu ?" Ujar Kapten Polisi.

"Iya ." Ujar Polisi dua.

"Selain itu, kami juga sedang menyelidiki kematian Antok, anak korban yang ditemui mati mendadak di ruang rawat rumah sakit Kapten." Ujar Polisi satu pada Kapten Polisi.

"Dan dilantai kamar ruang rawat rumah sakit, tepat dibawah kolong ranjang, ditemukan juga tulisan yang sama " Hell..Loo." Ujar Polisi satu.

"Itu yang membuat kami menyimpulkan bahwa kematian korban Antok adalah pembunuhan, bukan mati wajar karena sakitnya." Jelas Polisi satu.

"Baiklah kalau begitu, kalian sudah berhasil mengumpulkan data dan bukti bukti keterkaitan antara korban satu dan yang lainnya." Ujar kapten Polisi.

"Ini artinya Pelaku adalah orang yang sama, dan pembunuhan ini bisa ditetapkan sebagai pembunuhan berantai karena kesamaan yang ditemukan ditempat kejadian masing masing." Ujar Kapten Polisi.

"Iya Kapten, tampaknya pelaku sengaja memberikan jejak sebagai petunjuk untuk melampiaskan kemarahannya pada para korban yang dibunuhnya." Ujar Polisi dua.

"Baik, mulai hari ini, kalian selidiki dengan hati hati, mulai dari menginterogasi setiap warga di lingkungan itu dan orang orang dekatnya." Ujar Kapten Polisi .

"Siaap." Ujar kedua Polisi itu pada Kapten Polisi.

   Sore itu, di pusat perbelanjaan Malioboro Jogjakarta, Randi tengah berbelanja untuk membeli pakaian pakaian sebagai hadiah untuk anaknya di Jakarta.

Randi tengah memilih milih pakaian yang ada, saat Randi hendak meraih sebuah setelan pakaian anak muda yang terpajang, bersamaan itu juga tangan seorang wanita meraih pakaian itu, Randi melepaskan pegangannya pada pakaian itu dan melihat ke arah wanita tersebut.

"Yanaa..?" Tegur Randi.

Yana kaget melihat ternyata Randi yang ada dihadapannya. Sementara Dewi yang berdiri disamping Yana hanya diam.

"Eeeh Dewii, kurusan yaaa." Sapa Randi kepada Dewi, anak Yana yang nomor dua, yang hari itu ikut nemani Yana berbelanja. Dewi memang dulu gemuk, namun sekarang tubuhnya terlihat lebih kurusan sedikit dari yang dulu. Dewi tersenyum mengangguk pada Randi.

Randi tersenyum pada Dewi.

"Dewi mau baju ini ? Ambillah." Ujar Randi pada Dewi menunjuk pakaian yang tadi dipegangnya itu dan memberikannya pada Dewi yang menerimanya.

"Lama kita gak ketemu Yana." Ujar Randi senyum menatap Yana, dari tatapan mata Randi menyiratkan kerinduan yang mendalam sebenarnya terhadap Yana, bagaimanapun Randi belum bisa melupakan Yana sepenuhnya, namun rasa itu disembunyikan Randi, seolah tidak ada apa apa yang terjadi diantara mereka.

"Sejak kapan kamu ada di Jogja bang ?" Tanya Yana.

"Udah hampir seminggu, ada tugas kerjaan , hunting lokasi buat syuting." Jelas Randi berbohong pada Yana, Yana mengangguk, menatap Randi sekilas lalu membuang pandangannya, tak mau lama melihat Randi.

"Oh begitu." Ujar Yana.

"Tiga hari lagi aku harus balik ke Jakarta buat persiapan syutingku berikutnya, judul baru." Ujar Randi tersenyum.

"Oh begitu." Ujar Yana.

"Kalian udah makan ? Lebih baik kita cari tempat ngobrol sambil makan yuk, gak buru burukan ?" Ujar Randi pada Yana.

Yana terdiam berfikir, Dewi tampak mengguit lengan Yana, memberikan kode agar pulang, karena Dewi merasa tidak nyaman berada didekat Randi.

Randi tersenyum manis menatap mereka.

"Ayolah Yana, mumpung ketemu, belum tentu kita bisa ketemu lagi nantinya." Ujar Randi.

"Baiklah." Ujar Yana.

Randi tersenyum lega.

"Gitu dong, yuk." Randi lalu mengajak Yana dan Dewi untuk mencari tempat makanan. Mereka melangkah keluar dari tempat itu.

   Di sebuah cafe sekitar Malioboro itu , Randi, Dewi dan Yana sedang menikmati hidangan yang ada.

"Sekar kok gak ikut ? Biasanya kalo pergi kemana mana selalu ikut?" Tanya Randi pada Yana. Mendengar nama Sekar, Yana terdiam, menghentikan makannya, menghela nafas berat.

"Kenapa Yan ?" Tanya Randi melihat ekspresi sedih Yana itu, Dewi melirik wajah mamanya yang tampak sedih.

"Sekar sedang di rawat di rumah sakit jiwa, di isolasi." Ujar Yana datar dan lirih. Mendengar itu Randi kaget. Tak yakin dengan apa yang didengarnya.

"Kenapa ??" Tanya Randi.

"Sekar hamil, gak tau siapa yang menghamilinya, Sekar jadi stress, sempat mau bunuh diri dua kali, hingga akhirnya setelah melahirkan anaknya, Sekar semakin terganggu kejiwaannya, aku kasihan melihatnya, makanya aku bawa kerumah sakit jiwa buat dirawat disana." Ujar Yana sambil meneteskan air mata sedihnya mengingat kejadian yang menimpa Sekar.

Randi mendengar itu terdiam, menatap wajah Yana yang tampak sedih dan menangis itu.

"Dirumah sakit jiwa mana ? Klaten atau Jogja ?" Tanya Randi.

"Klaten bang." Jawab Yana menangis.

"Yang sabar ya... Sekarang anaknya Sekar dimana ?" Tanya Randi pada Yana.

"Aku titipkan dipanti Asuhan, karena aku gak sanggup merawat dan melihat bayi itu, kalo melihatnya pasti aku menangis terus." Ujar Yana kembali menangis dan menghapus air matanya. Berusaha menenangkan dirinya.

"Panti Asuhan? Kasihan bayinya." Ujar Randi.

"Panti Asuhan mana ?" Tanya Randi.

"Panti Asuhan KASIH IBU " yang ada di maguwo Jogja, kita dulu pernah kesana memberi donasi." Ujar Yana menjelaskan pada Randi.

Randi mengangguk mengerti. Dia menatap wajah Yana yang tertunduk berusaha menghindar terus dari pandangan Randi.

"Sudah, sudah, jangan nangis lagi, gak enak diliat orang Yana." Ujar Randi menenangkan Yana. Yana menghapus air matanya, menarik nafas berat.

"Aku pamit pulang bang, terima kasih makanannya." Ujar Yana.

Yana lalu bergegas berdiri dan pergi dari situ mengajak Dewi, Dewi pun dengan cepat mengikuti Yana pergi keluar dari ruang cafe itu.

Randi menatap kepergian Yana dengan wajah prihatin dan ikut sedih, namun tak berapa lama wajah Randi berubah, menjadi tersenyum menyeringai, tampak menyeramkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status