Share

Rindu

Author: Fin Nabh
last update Last Updated: 2023-07-17 23:02:05

Hampir satu bulan Cassian menghindari untuk bertatap muka dengan Aveline akibat peristiwa malam itu..

~~~

Engghh…

Aveline terbangun dengan perasaan yang tak nyaman. Kepalanya berdenyut seperti dipukul benda tumpul, dan perutnya… mual. Bukan mual biasa, tapi mual yang merayap pelan dan menghantam keras, membuat tubuhnya lemas tak berdaya.

Dengan napas tersengal, ia bangkit dari tempat tidur dan terhuyung ke kamar mandi. Detik berikutnya, suara muntahan menggema di antara dinding porselen, menyisakan rasa asam dan getir di mulutnya.

Saat semuanya reda, ia menatap bayangan dirinya di cermin—pucat, lelah, dan kosong.

Kembali ke kamar, ia meraih ponsel di sofa. Jemarinya bergerak refleks, membuka layar, berharap ada sesuatu.

Satu pesan. Satu panggilan. Apapun.

Tapi tidak ada. Hanya jam digital yang terus berlari ke depan, meninggalkannya di belakang.

Cassian masih tak memberi kabar.

Sejak malam itu, Cassian terus menghindarinya. Ia sengaja melewatkan sarapan dan pulang larut malam untuk menghindari interaksi. Bahkan, hampir dua minggu terakhir, pria itu tidak pulang sama sekali. Cassian hanya bilang harus keluar kota—tanpa alasan, tanpa kepastian kapan pulang. Ketidakjelasan itu membuat Aveline frustasi karena rasa rindunya pada sang suami.

Trttt…

Sofia is calling…

Sofia, manajer Dreamweaver Interiors, tim interior design yang Aveline bentuk bersama teman-temannya.

Aveline mengangkat telepon dengan suara yang terdengar lebih stabil dari yang ia rasakan. “Iya, Sof. Ada apa?”

Inget proyek Pawsome, gak?” suara Sofia terdengar cemas di seberang.

“Yang dihandle Fredi, kan?”

Yup.

“Kenapa? Bukannya desainnya udah di-ACC?”

Gak semuanya. Desain buat ruangan CEO udah dua kali ditolak. Kalau desain ketiga ini masih gak cocok juga, mereka ngancem bakal batalin kerja sama.” Sofia menarik napas gelisah. “Padahal semua supplies udah kita pesan, Ave. Gimana dong?!

Aveline memejamkan mata sejenak, mencoba memutar otak meski kepalanya masih berat. “Tenang, Sof. Gue yang ketemu langsung sama CEO-nya. Gue ajak ngobrol—mungkin dia punya selera khusus yang belum kita tangkap.”

Serius? Lo yakin sanggup?

Aveline mengangguk pelan meski Sofia tak bisa melihatnya. “Iya. Gue gak mau proyek ini gagal cuma karena kita salah baca karakter orang.”

Okay. Kita ketemu langsung di lokasi, ya. Nanti gue bawain semua bahan dan moodboard-nya.

“Oke. See you, Sof.”

Begitu sambungan terputus, Aveline kembali menatap layar ponselnya.

Masih kosong.

Helaan napasnya kali ini lebih berat, lebih dalam—seolah mencoba mengusir rasa kecewa yang makin hari makin menumpuk tanpa bentuk.

Tanpa sempat mengisi perut atau memproses emosinya, Aveline bergerak. Mau bagaimanapun, dia juga punya tanggungjawab lain.

Setibanya di gedung perkantoran yang umumnya disewa oleh startup pemula, Aveline turun dari taksi online yang dipesannya. Belakangan ini, tubuhnya mudah sekali lelah, jadi ia memilih taksi dibanding harus mengemudi sendiri.

Begitu menjejakkan kaki di lobi, matanya langsung menangkap sosok Sofia yang sudah menunggunya.

“Sof, maaf ya. Jalanan macet banget. Sudah lama nunggu?” sapa Aveline sambil menghampirinya.

Sofia menggeleng. “Baru juga sampai. Yuk, langsung naik.”

Mereka pun berjalan menuju lift dan naik ke lantai lima, tempat kantor sementara Pawsome berada. Sesampainya di sana, mereka langsung menuju meja resepsionis.

“Mbak, kami dari Dreamweaver Interiors, ingin bertemu dengan Bu Sarah,” ujar Sofia dengan senyum ramah.

Petugas yang berjaga membalas senyumnya dan mengangguk. “Baik, Ibu. Silakan saya antar.”

Mereka mengikuti pegawai itu melewati beberapa lorong hingga akhirnya tiba di ruang tunggu. Tak perlu menunggu lama, Bu Sarah muncul menyambut mereka.

“Mbak Sofia, desainnya sudah jadi?” tanyanya, tampak sedikit terkejut.

Sofia segera menggeleng. “Belum, Bu. Kami ke sini untuk memastikan kembali arahan desain dari CEO Pawsome. Takutnya ada miskomunikasi kemarin.”

Bu Sarah mengangguk pelan. “Oh, begitu. Desainer yang sebelumnya tidak bisa hadir ya?”

Aveline melangkah maju dan mengulurkan tangan. “Iya, Bu. Perkenalkan, saya Aveline. Saya yang akan menangani proyek ini ke depannya.”

Bu Sarah menjabat tangan Aveline sambil tersenyum. “Baik. Kalian butuh bantuan apa?”

Aveline mengambil tablet dari tangan Sofia. “Kami ingin meninjau langsung ruangan CEO Pawsome. Data kami menunjukkan bahwa konsep desain sebelumnya sudah sangat mirip dengan ruangan yang sekarang, jadi kami perlu memastikan kembali sebelum melanjutkan desain.”

“Kalau ruangan, tentu boleh dilihat. Tapi CEO-nya sedang tidak ada,” jawab Bu Sarah.

“Tidak apa-apa, Bu. Kami tetap bisa mulai observasi,” ujar Aveline.

Mereka lalu mengikuti Bu Sarah menuju ruangan CEO. Begitu pintunya terbuka, Aveline langsung memperhatikan interior yang terasa dingin dan modern. Warna abu-abu mendominasi ruangan luas itu. Sofa kulit hitam di pojok tampak mengilap, pencahayaan dari lampu gantung bergaya minimalis menambah kesan profesional dan berwibawa.

Gaya desain seperti ini memang cocok untuk seorang CEO.

Aveline mulai menelusuri ruangan, mengamati setiap detail. Sementara itu, Sofia sibuk mencatat beberapa poin penting. Namun, semakin lama Aveline memperhatikan, semakin ia merasa ada yang janggal.

“Kenapa, Ave?” tanya Sofia, melihat ekspresi Aveline yang mulai berubah.

“Desain ini... mirip banget sama konsep yang dibuat Fredi untuk CEO di gedung baru. Bahkan bisa dibilang terlalu mirip,” jawab Aveline pelan.

Sofia mengerutkan dahi. “Mungkin lo emang perlu bicara langsung dengan CEO-nya.”

Aveline mengangguk. “Bu Sarah, apa kami bisa bertemu langsung dengan CEO Pawsome?”

“Silakan buat janji dengan sekretarisnya,” jawab Bu Sarah.

“Apakah sekretarisnya ada di sini juga?”

Bu Sarah menggeleng. “Tidak. Sekretarisnya bekerja di Rinaldi Corp.”

Aveline dan Sofia saling pandang, jelas terkejut.

“Jadi... Pawsome ini bagian dari Rinaldi Corp.?” tanya Sofia.

“Bukan. Pawsome berdiri sendiri. Tapi CEO kami saat ini juga menjabat sebagai CEO sementara di Rinaldi Corp.,” jelas Bu Sarah tenang.

Aveline merasa jantungnya mencelos. Nama itu pasti akan muncul.

“Siapa nama CEO Pawsome, Bu?” tanyanya pelan, meski ia sudah menduga jawabannya.

“Pak Cassian. Cassian Ardentio Wijaya.”

Dunia Aveline terasa berhenti sejenak. Suaminya. Nama itu kembali muncul di tempat yang tak pernah ia duga. Dan satu lagi fakta baru tentang Cassian yang belum pernah ia dengar langsung darinya.

“Bu, apakah beliau biasa datang ke sini setiap hari?” tanya Aveline, mencoba tetap tenang.

“Ya. Biasanya setiap pagi, sampai sekitar pukul sepuluh.”

“Termasuk pagi ini?”

Bu Sarah mengangguk. “Betul. Mungkin kalau Mbak datang lebih pagi, bisa bertemu langsung.”

Aveline tercekat. Jadi... selama ini Cassian tidak ke luar kota, tapi justru ke sini setiap pagi?

Tanpa banyak bicara, Aveline buru-buru mengeluarkan ponsel. Tangannya gemetar saat membuka aplikasi taksi online. Sofia hanya menatapnya bingung.

“Terima kasih banyak, Bu Sarah. Kami pamit dulu. Saya akan langsung ke Rinaldi Corp. untuk urusan ini,” ujar Aveline sambil menyalami Bu Sarah. Sofia mengikutinya dari belakang, masih tidak sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi.

“Hah? Lo beneran mau ke Rinaldi Corp. sekarang? Sendirian?” tanya Sofia dengan nada terkejut saat mereka keluar dari kantor Pawsome dan menuju lobby gedung.

Aveline mengangguk tanpa ragu, sambil sesekali mengecek ponselnya. “Biar gue aja yang ke sana. Lo balik ke kantor aja, deh,” jawabnya sambil melihat taksi online-nya yang sudah tiba. “Tablet ini gue bawa, ya?”

Sofia mengangguk pelan, lalu pergi begitu Aveline masuk ke dalam taksi. Di perjalanan menuju Rinaldi Corp., Aveline hanya bisa fokus memikirkan satu hal, Cassian.

Kak Ian bilang mau keluar kota. Tapi dia sempat ke Pawsome pagi ini? Lalu diam-diam jadi CEO di Pawsome juga? Apa semua ini bagian dari rencananya buat mundur… dari semuanya? Termasuk dari pernikahan ini?

Perasaan campur aduk menguasai pikirannya, tapi ia mencoba menenangkan diri. Rasanya seperti ada banyak teka-teki yang harus dipecahkan, dan yang lebih parah, dia merasa seperti salah satu bagian dari teka-teki itu.

Setibanya di lobby gedung Rinaldi Corp., Aveline langsung melangkah cepat menuju lift dan menekan tombol untuk lantai paling atas. Di sini, hampir tidak ada yang mengenalnya. Aveline memang jarang sekali mengunjungi gedung ini, apalagi menghadiri acara-acara perusahaan, meskipun beberapa pejabat mungkin masih ingat dirinya, dulu sering dibawa oleh Papa Vincent.

Begitu keluar dari lift, Aveline menyusuri koridor lantai atas yang sepi. Dinding-dinding di sekitarnya tampak bersih dan baru, meski kesannya tetap sama seperti yang ia ingat. Tak banyak yang berubah, kecuali cat yang selalu diperbarui.

Setelah beberapa langkah, ia menemukan pintu bertuliskan "CEO". Dengan satu ketukan, ia langsung membuka pintu itu begitu mendapat izin dari dalam.

Dan begitu ia melangkah masuk, ia langsung membanting pintu dengan keras. Suasana dalam ruangan seketika terkejut, seiring matanya menangkap sosok Cassian yang duduk di sana bersama seorang pria yang jelas-jelas asistennya.

Cassian mendongakkan kepalanya, dan pandangan mereka bertemu. Aveline merasa dadanya seperti dihantam keras. Bukan karena marah, tapi ada rasa yang jauh lebih dalam.

RINDU yang sangat menyakitkan.

Tubuh Aveline terasa kaku, tetapi jantungnya berdegup lebih cepat dari yang bisa ia kendalikan.

Kenapa dia masih bisa bikin gue kayak gini? pikir Aveline, tapi suaranya tak mampu keluar seperti yang ia inginkan.

“Kak I...” suaranya bergetar. Pandangannya mulai kabur, dan segala sesuatu di sekitarnya terasa berputar. Nafasnya tercekat.

Langkahnya goyah, dan seketika tablet yang dipegangnya terjatuh.

Lalu, dunia sekelilingnya tiba-tiba menjadi gelap.

Brukk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Misi Menggoda Hati   Kontrak Pernikahan Kedua

    Aveline akhirnya hamil dan waktunya untuk menjalankan rencana berikutnya..~~~Cassian duduk di sofa tunggal masih di ruangan yang sama tempat Aveline tiba-tiba pingsan. Tubuhnya tegang dan rahangnya mengeras. Matanya kosong, menatap Aveline yang terbaring di sofa panjang, wanita yang secara teknis masih istrinya."Saya nggak bisa pastiin, Pak. Sebaiknya cek langsung ke dokter kandungan," ujar dokter perempuan bernama Riana dengan nada hati-hati. Cassian hanya mengangguk singkat, matanya tetap terfokus pada Aveline yang mulai sadar.Aveline perlahan membuka matanya, kebingungan, lalu memberi senyum tipis kepada dokter."Bagaimana perasaan Ibu sekarang?" tanya dokter Riana lembut.Aveline menjawab dengan suara pelan, "Hanya pusing aja.""Terima kasih, Riana. Bisa kalian tinggalkan saya dan istri saya?" Suara Cassian terdengar datar, seperti biasa.Begitu ruangan sepi, Cassian berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang. Matanya menghindari wajah Aveline, seakan melihatnya terlalu lama b

    Last Updated : 2023-07-18
  • Misi Menggoda Hati   Meremehkan Seorang Cassian

    Cassian : "Kayaknya kamu selalu anggap aku remeh.."~~~"Mana cucuku?"Papa Vincent berseru antusias begitu memasuki rumah, matanya berbinar.Mama Natalia yang menyaksikan kelakuan Papa Vincent hanya bisa menggelengkan kepala. Sepertinya sudah terlalu sering melihatnya bertingkah seperti ini, dan sudah terlalu paham dengan sifatnya.Aveline hanya terkekeh melihat pemandangan itu. Ia dan Cassian sedang berdiri di depan pintu untuk menyambut kedua orang tuanya.Setelah perdebatan semalam dengan Cassian, orang tua mereka mulai menelepon dengan penuh antusias. Berjanji akan datang dan mengunjungi mereka, tanpa menunggu lama.And here they were…Pagi-pagi sekali, kedua orang tua Aveline telah tiba. Sementara ibu mertuanya, Ibu Diana, juga tak kalah antusias. Ibu Diana sedang dalam perjalanan, dijemput oleh salah satu orang suruhan Cassian. Wanita itu tinggal di kota berbeda, menemani Adelia, adik Cassian, yang tengah menempuh pendidikan.“Masih bentuk kecebong kali, Pa.” celetuk Aurora, adi

    Last Updated : 2023-08-07
  • Misi Menggoda Hati   Dia Suamiku

    Aveline ke Rafael : "Cassian itu suami gue.."~~~“Kayaknya kamu selalu anggap aku remeh…” Suara itu datang dari belakang.Aveline menatap pantulan Cassian di cermin tanpa langsung berbalik. Tatapannya tetap tenang, tapi ada ketegangan tipis yang muncul di rahang dan bahunya.“Maksudnya?” tanyanya pelan, pura-pura tidak mengerti.Cassian tertawa singkat—sinis. “Dasar manipulatif. Jangan pura-pura naif. Aku tahu rencana kamu itu.”Pelan-pelan, Aveline berbalik dan menatapnya langsung. “Aku gak ada rencana apa pun.”Cassian terkekeh sinis, lengkap dengan tatapannya yang menajam. “Kamu selalu tau cara buat kendalikan situasi sesuai mau kamu. Sekarang pun, pasti kamu lagi mikirin cara supaya aku tetap tinggal dalam pernikahan ini, kan?”Ucapan itu menghantamnya. Dingin dan tajam seperti pisau.Aveline mengepalkan tangan di samping tubuh, berusaha meredam emosi yang mulai naik ke permukaan. “Kamu salah paham.”Cassian melangkah mendekat, begitu dekat hingga suaranya nyaris berbisik di telin

    Last Updated : 2023-08-08
  • Misi Menggoda Hati   Kesiangan

    Aveline berhasil tidur sekamar dengan Cassian. Tapi ...~~~Rafael menatap Aveline dengan mulut terbuka, ekspresi keterkejutan jelas terlihat di wajahnya. “Pak Cassian suami lo?” Suaranya terdengar hampir tak percaya.Aveline hanya mengangguk pelan, matanya memandangi teman lamanya itu, merasa sedikit bingung dengan reaksi yang begitu besar. “Iya… kenapa?”Rafael tampaknya semakin tercengang. “Jadi lo putri pemilik Rinaldi Corp.?” Matanya membelalak, seolah tak percaya dengan informasi yang baru saja didapat.Aveline mengangguk sekali lagi, ragu-ragu. “Ya, tapi kenapa? Emangnya masalah?”“Astaga, Ave. Lo anak sultan ternyata. Padahal pas kuliah dulu kayak miskin banget. Alat gambar aja kadang minjem ke gue.” Rafael tertawa, seakan tak bisa menahan gelaknya, mengenang masa lalu yang penuh kenangan.Aveline hanya bisa tertawa mendengar itu. Dulu, hidupnya memang cukup hemat. Papa Vincent tidak pernah memberi banyak uang untuk keperluannya sendiri, dan Aveline tahu betul bahwa dia harus b

    Last Updated : 2023-08-14
  • Misi Menggoda Hati   Istri yang Tidak Memiliki Pengaruh

    Aveline mengerti profesionalitas itu seperti apa. Tapi membiarkannya menunggu dan tidak diberi kepastian, bukannya keterlaluan?~~~Aveline meringis kecil, berusaha menutupi rasa canggung yang sempat menyeruak di dada saat menyapa ibu mertuanya yang berdiri di dapur. “Pagi, Bu…” sapanya pelan.Ibu Diana berbalik, menyambutnya dengan senyum hangat yang tak pernah gagal membuat hati terasa lebih ringan. “Pagi, Ave. Sini, sarapan dulu, sayang.” Ia menyerahkan segelas jus segar yang baru saja dibuat.Aveline menerimanya dengan dua tangan, disertai ucapan terima kasih yang tulus. “Makasih, Bu. Ehm… maaf aku bangunnya kesiangan.”Ibu Diana hanya mengangguk lembut, tanpa sedikit pun menunjukkan ekspresi kesal. “Tidak apa-apa, sayang. Kamu lagi hamil. Jadi harus banyak istirahat.”Senyuman kecil muncul di wajah Aveline, menandakan rasa lega sekaligus syukur atas pengertian ibu mertuanya. “Kak Ian udah berangkat?” tanyanya sambil melirik ke arah meja makan.Ibu Diana meletakkan sepiring nasi a

    Last Updated : 2023-08-21
  • Misi Menggoda Hati   Ngidam

    Aveline mengalami ngidam di tengah malam dan ketahuan ibu mertuanya keluar rumah sendiri..~~~“Halo, Bu,” terdengar suara Ibu mertuanya di telepon, cukup mengejutkan Aveline yang tengah berkutat dengan desain ruangan di tangannya.Ibu hamil itu memilih melanjutkan pekerjaannya tanpa membicarakannya dengan Cassian, untuk menelan kekecewaannya. Masih di tempat yang sama, di sofa panjang di ruangan CEO Rinaldi Corp.“Jangan lupa makan siang, ya. Tadi sarapannya sedikit banget, kan? Karena muntah-muntah,” suara Ibu mertuanya penuh perhatian.Aveline merasa terharu mendengar kekhawatiran itu. “Iya, Bu,” jawabnya pelan, berusaha menahan emosi yang mulai menggenang.“Ibu sudah telepon Cassian juga tadi. Suruh dia ingetin kamu makan,” lanjut Ibu mertuanya.Sebuah senyum tipis muncul di wajah Aveline, meskipun hatinya sedikit terasa perih. “Iya, Bu. Ini lagi nungguin Kak Ian buat makan siang bareng,” jawabnya dengan nada yang sedikit terpaksa.“Yaudah, kalau gitu. Ibu cuma mau bilang itu aja,”

    Last Updated : 2023-08-28
  • Misi Menggoda Hati   Rasa bersalah?

    Cassian merasa aneh, apa dia merasa bersalah?~~~“Trus Ian? Kenapa gak bangunin dia kalau memang gak enak bangunin, ibu?”Aveline menggigit bibirnya, berusaha memikirkan jawaban yang bisa diterima oleh ibu mertuanya. Ia tahu betul, ia sudah berjanji untuk tidak merepotkan Cassian selama masa kehamilan ini, termasuk dalam hal-hal kecil seperti malam ini.“Kak Ian capek banget keliatannya, Bu. Aku nggak tega bangunin,” ujarnya akhirnya, pelan.Ibu Diana menarik kursi dan duduk tepat di hadapannya. Ekspresi wajahnya tidak marah, tapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak setuju.“Ave, Ian itu suami kamu. Kamu itu tanggung jawab dia. Dia juga punya kewajiban buat penuhi keinginan kamu, apalagi kamu lagi ngidam.”Aveline hanya bisa menunduk. Rasa tak enak mulai menyelinap ke dadanya. Ia memang terbiasa mengurus semuanya sendiri.“Nanti Ibu bilangin Ian. Masa istrinya dibiarkan keluar rumah tengah malam sendirian.”“Jangan, Bu.” Aveline refleks menjawab dengan nada lebih cepat dari sehar

    Last Updated : 2023-09-04
  • Misi Menggoda Hati   Aveline dan Perhatiannya

    Cassian tidak menyangka kalau Aveline sebegitu memperhatikannya.. ~~~ Cassian merasa sedikit kaget ketika dia terbangun dan menemukan wajah Aveline begitu dekat dengannya. Dia heran bagaimana bisa Aveline tidur dengan posisi duduk semalaman seperti itu. Tapi dia ingat kalau Wanita itu sudah tertidur di tempat tidurnya tepat saat dia masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Lalu mengapa dia justru berada di dekatnya? Cassian dengan cepat kembali memejamkan matanya saat merasakan Aveline akan bangun. Dia tidak tau harus merespon apa di saat posisi mereka seperti ini. Aveline perlahan membuka matanya dan tersenyum saat mendapati wajah Cassian begitu dekat dengannya. Dia terdiam sambil mengamati wajah tampan suaminya itu. Cup Aveline mengecup ringan kening Cassian dan mencoba untuk melepaskan tangannya yang masih terjepit dalam dekapan Cassian. Dia bergerak perlahan, berusaha agar tidak membuat Cassian terbangun. Aveline beranjak dari tempat duduknya. Namun, rasa pegal di punggungny

    Last Updated : 2023-09-11

Latest chapter

  • Misi Menggoda Hati   Antisipasi Terkhianati

    Gue udah nyiapin semuanya… - Anonymous Pesan itu singkat, tapi cukup untuk membuat sudut bibir Nicholas terangkat membentuk seringai licik.Tangan kirinya memutar gelas anggur, tapi sorot matanya tak tertuju pada panggung atau kerumunan.Akhirnya..Lalu, seolah semesta memberinya lampu hijau, dari sudut matanya, Nicholas melihat Aveline mulai meninggalkan panggung.Cassian tetap di tempat, dikelilingi beberapa rekan bisnis dan keluarga yang mulai menghampirinya. Aveline tampak melangkah cepat, memegang perutnya sejenak, mungkin merasa tak nyaman. Mungkin hanya ingin mencari ruang bernapas. Atau mungkin, tanpa sadar, dia sedang menuju perangkapnya sendiri.Bagus.Nicholas bangkit dari duduknya dan menyimpan ponselnya ke dalam saku jasnya. Dasi hitamnya disesuaikan sedikit saat ia mulai mengikuti arah langkah Aveline. Dengan jarak aman, tentu saja. Tak terlalu dekat untuk mencurigakan, tapi cukup untuk menjaga pandangannya tak lepas darinya.Di depan koridor menuju area toilet dan kamar

  • Misi Menggoda Hati   Just Wait and See!!

    Musik klasik mengalun lembut, seperti aliran air tenang yang mengisi setiap sudut Ballroom Hotel yang luas dan mewah. Langit-langitnya tinggi, dihiasi lampu kristal menjuntai megah, memantulkan cahaya ke ribuan kepingan kaca dan permata yang tertanam di dekorasi pesta. Cahayanya menari di atas gaun-gaun mahal, setelan jas buatan tangan, dan wajah-wajah berkelas yang berbaur dalam percakapan sopan penuh basa-basi.Para tamu bercakap-cakap dan menikmati suasana malam yang mewah. Sedang sang pemilik acara dan keluarga dekatnya berkumpul di satu meja yang sama, kecuali Aveline dan Cassian yang sudah berada di atas panggung. Ah dan juga Aurora. Entah berada dimana istri Nicholas itu.Di atas panggung, Aveline berdiri berdampingan dengan Cassian. Gaun biru safirnya jatuh sempurna, mengikuti lekuk tubuhnya yang kini membulat manis karena kehamilan. Bukannya merusak penampilannya, perut buncit itu justru menambah aura anggun dan kelembutan dirinya malam itu.Tangannya yang halus berusaha tetap

  • Misi Menggoda Hati   Biarkan Mengalir

    “Adelia.. dari tadi saya coba calling kenapa gak diangkat, hem?” suara Ryan terdengar dari belakang.Adelia dan ketiga teman perempuannya—minus Letta, sedang duduk bersantai di gazebo belakang fakultas sembari menunggu Staff TU menyelesaikan SK penetapan pembimbingnya. Tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan kedatangan Ryan Davis menghampiri mereka.“Eh, handphone saya lagi silent mode, pak.” Adelia meringis pelan. Matanya melirik teman-temannya yang mulai saling berbisik. Jujur, dia tidak nyaman dengan keadaan saat ini.Ryan mengeluarkan ponselnya dari saku. "Saya udah nge-chat kamu dari tadi. Kalau kamu udah selesai, kabari saya.”Adelia mengangguk cepat, merasa wajahnya memanas. "Baik, Pak. Saya akan cek dan langsung kabari."Teman-temannya mulai berbisik-bisik lebih heboh, membuat Adelia semakin tidak nyaman. Ryan tampak menyadari kegelisahan Adelia dan berkata, “Oke, ka

  • Misi Menggoda Hati   Gak Gila

    Tangan Aurora yang memang sudah terangkat itu mengepal, merasa gemas sekali dengan kalimat pedas sang suami. Ingin rasanya meremukkan mulut yang sedari tadi membalasnya dengan sinis.“Isshhh.. gemes aku sama kamu.”Nicholas menipiskan bibirnya, mencoba menahan tawa yang hampir saja lolos. Aurora terlihat seperti kucing galak yang sedang mengais dengan kaki depannya.“Yaudah, sini. Gue ada handuk kecil buat bersihin tangan lo.”Aurora menatap Nicholas dengan senyum kecil. "Kamu bawa handuk? Kok perhatian banget sih?" godanya.Nicholas mendengus, menyerahkan handuk kecil yang diambilnya dari tas. “Udah jangan GR. Gue bawa ini buat bersihin muka sendiri, bukan buat lo.”Aurora menerima handuk itu dengan mata berbinar. "Makasih, Hubby." Dia membersihkan tangannya dengan hati-hati, merasakan kehangatan dari handuk yang diberikan oleh suaminya.Yang orang lain tau, Nicholas adalah pria gila dengan obsesi

  • Misi Menggoda Hati   Over Menyebalkan

    "Lo lagi ngelindur, ya?" decih Nicholas sambil menatap Aurora dengan mata menyipit.Aurora duduk di tepi tempat tidur dengan posisi menghadap ke arah Nicholas yang duduk bersandar di headboard. Mata wanita yang mengenakan gaun tidur berwarna biru muda itu menatap Nicholas dengan penuh harap. Matanya berkilauan dengan semangat, dan senyum manis terukir di wajahnya.Aurora mendekatkan wajahnya sedikit ke Nicholas, membuat jarak di antara mereka semakin kecil. “Ayo dong, Hubby. Kita cuma duduk-duduk di pantai. Aku yang bakal nyiapin perlengkapannya, kamu nggak perlu khawatir hal lain,” bujuknya dengan suara lembut.“Fix lo emang masih ngantuk.” Nicholas melengos, memutus pandangan matanya pada Aurora. “Mikir gak sih, gue kesananya gimana? Tau sendiri pasir pantai gak cocok buat pengguna crutches kek gue, kursi roda apalagi,” jawabnya sambil menatap ke arah tirai tipis berwarna krem yang sedikit bergoyang tertiup angin dari jendela yang terbuka.Tak habis pikir dengan Aurora. Hari masih p

  • Misi Menggoda Hati   Goodbye Freedom

    “Laporan macam apa ini, Ran?”Seorang wanita yang tengah duduk di belakang meja besar di ruang kantor mewah mengangkat kepalanya dari tumpukan berkas yang hampir menutupi seluruh permukaan meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan bercampur frustrasi. Di hadapannya, duduk seorang pria yang tengah sibuk mengetik di MacBook-nya.Randy—sekretaris Cassian yang sekarang tengah sibuknya membantu Aveline mempelajari segala hal tentang Rinaldi Corp, menghentikan sejenak aktivitasnya dan menatap Aveline dengan ringisan. “Itu laporan terbaru tentang Rinaldi Corp, Bu. Semua detail keuangan, proyek, dan investasi terbaru ada di dalamnya.”Aveline menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi, mencoba meredakan ketegangan yang menjalar di tubuhnya. "Kenapa saya juga harus tau ini? Kan udah ada jajaran Manajer yang bakal handle ini.”“Memang benar, ada tim manajer yang kompeten. Tapi sebagai pewaris utama, anda perlu memahami semua aspek bisnis, termasuk detail laporan ini. Ini penting un

  • Misi Menggoda Hati   Pasangan Manipulatif

    “Dari mana lo?”Aurora melirik orang yang tengah bersantai di ruang TV itu dengan sinis ketika dirinya hendak ke kamarnya untuk beristirahat. Tanpa menghentikan langkahnya, wanita yang memiliki nama lengkap Aurora Sophia Rinaldi mengacuhkan suaminya itu."Lo denger gak gue nanya tadi?" suara Nicholas terdengar lebih tegas dan sedikit marah.Aurora berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Nicholas. "Aku capek. Aku mau istirahat."Tatapan Nicholas tajam, mencoba menahan amarahnya. "Gue cuma nanya, Aurora. Lo abis dari mana?"Aurora mengangkat alisnya, merasa tidak ada kewajiban untuk menjelaskan. "Kenapa? Apa kamu se-khawatir itu aku baru pulang?" tanyanya dengan ketus.“Cih.. gue cuma nanya.” Gantian Nicholas yang menatap dengan sinis ke arah Aurora.“Kepo banget.” Cibir Aurora, lalu melanjutkan langkahnya.Nicholas mendelik mendengar cibiran dari Aurora. Matanya men

  • Misi Menggoda Hati   Ternyata

    “Bisa jelaskan apa maksudnya ini, Hans?”Aurora memperlihatkan sebuah pesan yang masuk ke ponsel Nicholas kemarin yang sempat dipotretnya kepada Hans. Wanita yang mirip dengan istri Cassian itu berdiri di samping sebuah layar besar di ruangan kakak iparnya. Sedang sang empunya tengah duduk di kursi kebesarannya.Hans menelan ludah, jelas merasa tertekan oleh situasi ini. Semua pandangan mata tajam dan menuntut tertuju padanya, termasuk Samuel dan Max yang duduk dihadapannya.“S..saya udah bilang semuanya, Nya. Termasuk orang yang kerja sama Boss Nicho, kan?” suara Hans bergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia telah jujur.“Iya kita tau..” Ujar Aurora. “Tapi ‘dia’ yang disebut dalam pesan ini ditujukan ke siapa sebenarnya?” tanyanya dengan nada menuntut.Hans menelan ludah sekali lagi, matanya berkedip cepat saat dia berusaha menemukan kata-kata yang tepat. Terlihat jelas kala

  • Misi Menggoda Hati   Anonymous Chat

    “Maksudnya, dek?” Kening Aveline berkerut saat mendengar ucapan Aurora yang penuh dengan penekanan.“Iya.. Gue mau buat perhitungan ama bang Ian karena udah bikin suami gue menderita.” Mata Aurora mulai berkaca-kaca. Itu adalah cerminan dari hatinya yang ikut tersiksa melihat Nicholas yang sedang berjuang sembuh. Dan semua itu karena Cassian. “Suami gue berjuang banget buat sembuh. Dia kadang kesakitan pas beraktivitas.” Aurora mulai terisak.Aveline memilih duduk di sebelah Aurora. Tangannya terangkat untuk menenangkan sang adik.Dia paham perasaan Aurora karena dia sendiri pun sudah merasakannya. Melihat orang yang dicintai menderita, juga membuat kita merasa sakit.Aurora menundukkan kepalanya, air mata mulai mengalir di pipinya. Aveline merangkulnya erat, mencoba memberikan dukungan sebisanya.“Abang turut prihatin dengan kamu, Ra. Tapi abang gak bakal minta maaf buat apa yang udah abang lakuin.”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status