Share

Kembali Miskin

Miskin Setelah Bercerai

Part 4

Aku bergegas kerumah sakit tempat ibunya Mas Robi dirawat, kata Mang Asep ibu sudah siuman. Ketika sampai di tempat parkiran, aku melihat Mas Robi dan Kak Mira sedang berjalan kedalam. Pasti ibu sudah menelepon mereka dan menceritakan yang bukan-bukan, tapi kemana menantu kesayangannya itu, apa mungkin dia sudah kabur karena tau Mas Robi bakalan jatuh miskin.

Ketika sampai diruangan ibu dirawat aku mendengar Kak Mira bicara.

"Kamu lihat sendiri kan Robi, ini ulah istri kamu yang mandul itu. Udah bagus ga dicerai, masih aja buat ulah. Emang ngapain sih ibuk kesana?" tanya Kak Mira ke ibu. Aku sengaja tidak masuk dulu, aku ingin mendengar semuanya.

"Ibu itu kesana mau melabrak Talita, enak saja dia ingin menikmati hartanya sendirian. Sedangkan Robi tidak dapat apa-apa," sahut ibu.

"Kan Robi udah bilang, biar semua ini aku yang urus. Ini rumah tanggaku Bu, sekarang lebih baik kita pulang saja ya. Ibu ga usah dirawat, Robi ga ada uang pegangan lagi," ujar Mas Robi lemah.

"Kamu lihat kan adikmu ini, dia terlalu bodoh. Bisa-bisanya dia membuat surat perjanjian sebelum menikah, mana isinya merugikan kamu kan sekarang," maki ibu. Berarti Mas Robi sudah cerita semuanya ke Ibu, baguslah.

"Dan satu lagi yang ingin Ibu tanyakan Robi, apa benar kamu membuat perjanjian dengan Talita bahwa kamu tidak akan memberikan ibu uang lagi?" tanya ibu penuh penekanan. Mati kamu Mas, sungguh indah hari ini.

"Ga lah Bu, Robi hanya mengiyakan saja dulu apa mau Talita, agar dia mau menandatangani surat ijin menikahi Nia. Setelah itu semua akan kembali seperti biasa, Ibu tenang aja semua sudah Robi atur," jelas Mas Robi. Jadi begitu Mas, kamu hanya ingin mempermainkan aku saja. Baiklah, mari kita bermain-main Mas.

"Talita juga bilang kalau rumah Ibu akan dijual lagi karena dia butuh tambahan modal, kamu tau kan Ibu ga mau lagi kembali kerumah kontrakan kumuh. Mau beli rumah lagi pun udah ga mungkin, uang simpanan Ibu habis buat acara resepsi kamu dan Nia kemarin," ujar ibu sedih. 

"Apa Bu, jadi Talita benar-benar mau merebut semua harta bersama. Dan kamu Robi masih diam aja?" tanya Kak Mira penuh dengan amarah. Suka sekali dia ikut campur urusan rumah tanggaku, entah sudah benar saja rumah tangganya sendiri.

"Ibu ga mau tau ya Robi, pokoknya kamu harus mendapatkan bagian kamu. Kalau perlu semuanya harus jatuh ke tangan kamu, biar perempuan itu miskin lagi," tegas Ibu mertua. Mungkin dia lupa siapa yang sudah memberikan modal agar anaknya bisa seperti sekarang.

***

"Jadi sudah sampai mana rencananya kamu jalankan?" tanya Rama ketika kami bertemu di cafe dekat dengan hotel yang kutempati. Sengaja mengajak dia bertemu, aku ingin memastikan apakah berkas yang kuminta sudah siap.

"Aman pokoknya, sebenarnya aku penasaran kenapa kamu malah memihakku. Padahal kamu adalah sahabatnya Mas Robi," tanyaku penasaran. Karena mereka sudah bersahabat sejak sebelum aku mengenal Mas Robi, bahkan sebulan sebelumnya mereka berencana akan membuat bisnis baru.

"Biarlah ini menjadi urusanku dan Robi, kamu ga harus tau urusan lelaki," jawabnya santai. Jujur sebenarnya aku penasaran, tapi jika itu masalah pribadi yasudah aku tidak akan ikut campur.

"Oh iya ini berkas yang kamu suruh, sekarang semua asetnya sudah berbalik jadi nama kamu," sambung Rama. Dia memang teman sekaligus pengacara yang bisa diandalkan. Tapi aku tetap tidak boleh percaya sepenuhnya, karena bagaimanapun mereka bersahabat sejak dulu. Rama pasti punya rencananya sendiri, tidak mungkin dia mau membantuku cuma-cuma.

"Makasih untuk semuanya, aku ga tau gimana jadinya kalau kamu ga ngasih tau aku Mas Robi nikah lagi," ucapku tulus.

"Sama-sama Ta, kemarin Robi sempat nelpon aku tapi ga aku angkat. Terus dia kirim pesan kalau dia lagi butuh uang buat bayar rumah sakit Ibunya." Sebegitu miskinkah mereka sekarang, kemana uang yang dulu sering ku transfer untuk Ibu. Padahal jika diingat-ingat, aku malah banyak memenuhi kebutuhan Ibunya mas Robi daripada Ibuku sendiri.

"Kalau gitu aku balik dulu Ram, aku ada kerjaan soalnya," pamitku.

"Perlu aku antar," tawar Rama.

"Ga usah, dekat kok." Aku menolak halus tawaran Rama untuk mengantarkan aku pulang.

Saat sampai di Lobi hotel, aku melihat Mas Robi sepertinya sedang menungguku.

"Darimana saja kamu," cecar Mas Robi saat melihatku berjalan masuk hotel tanpa menegurnya.

"Aku ada urusan, kenapa kesini,"

"Ingat Talita, aku ini masih suami kamu. Kamu ga bisa dong pergi seenaknya tanpa pamit. Kunci rumah juga kamu ganti, kamu ga bisa seenaknya begini," bentak Mas Robi emosi. 

"Yang seenaknya itu sebenarnya siapa sih Mas, aku atau kamu? Aku udah cukup bertahan dalam pernikahan kita walaupun ibu kamu tidak suka sama aku, tapi aku tidak bisa bertahan kalau kamu nikah lagi,"

"Oke aku terima syarat kemarin yang kami tawarkan, tapi aku mau kamu sekarang pulang kerumah," ucapnya kemudian.

"Tanpa kamu suruh pun aku akan pulang." Akupun berlalu pergi ke kamar hotel tanpa memperdulikan ocehan dia lagi. Hari ini memang rencananya aku akan kembali kerumah, sudah cukup aku mengurung diri.

***

Saat tiba di depan rumah aku sudah melihat Mas Robi dan wanita itu di depan pagar, aku juga melihat dua buah koper besar yang berarti mereka akan tinggal disini bersamaku. Tanpa memperdulikan mereka aku langsung masuk kedalam garasi untuk memarkirkan mobil, lalu aku membuka bagasi untuk mengambil beberapa tas.

Aku tidak bicara sepatah katapun dengan mereka, membuka pintu rumah dan segera masuk ke kamar untuk istirahat. Saat akan terlelap aku mendengar suara dikamar sebelah, apakah Mas Robi mau menempatkan wanita itu dikamar sebelah. Benar-benar s*tan kamu Mas, apa dia mau membuat aku marah dengan mendengar des*han mereka tiap malam.

Aku pun langsung melangkah keluar ingin memastikan, benar saja kini kulihat Mas Robi sedang membantu gundiknya membereskan pakaian.

"Kalian akan menempati kamar ini," tanyaku seraya masuk kedalam kamar.

"Iya, cuma kamar ini yang ada AC nya," sahut Mas Robi tanpa menoleh ke arahku.

"Ga bisa, kamar ini nanti akan ditempati Ibu jika sewaktu-waktu kesini," aku langsung masuk dan melemparkan koper wanita itu keluar kamar.

Plak

Pipiku rasanya perih, tanpa kusadari air mataku jatuh, Mas Robi menampar wajahku. Tiga tahun menikah baru hari ini Mas Robi tega menamparku, rasanya aku sudah tidak mengenal lagi laki-laki di depanku ini.

"Mia ini juga istriku Talita, jadi dia berhak menempati kamar mana saja dirumah ini," bentak Mas Robi.

"Kalau begitu, sekarang juga kalian keluar dari rumahku. Karena semenjak kamu memilih untuk menikah lagi, sejak itu pula semuanya jatuh ke tanganku," tegasku.

"Ga ada yang akan keluar dari rumah ini, ini rumahku. Jika kamu ingin aku keluar dari sini, maka kamu bermimpi," seringai Mas Robi. Dia begitu arogan, dia tidak tau jika aku sudah mempersiapkan semuanya.

"Kamu tidak bisa mengusirku dari sini Talita, aku sudah cukup menuruti perintah kamu selama ini. Menjadi suami yang patuh, benar kata Ibuku selain mandul kamu juga keras kepala," geram Mas Robi. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat, aku tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulutnya.

Aku lihat wanita itu tersenyum mengejek, dia pikir telah menang seutuhnya dariku. Baiklah ayo kita bermain.

"Baik Mas, aku yang pergi." Aku langsung ke kamar mengambil kunci mobil dan tas. Untunglah semua berkas penting sudah aku simpan di tempat yang aman.

Saat didalam mobil aku langsung mengambil ponsel dari dalam tas dan menghubungi seseorang.

"Halo Pak Hasan, saya mau mengabarkan jika saya jadi menjual dua unit rumah,." Pak Hasan adalah manajer perusahaan properti, dia juga yang akan membeli rumahku ini dan rumah Ibunya Mas Robi.

Silahkan kalian tidur dijalan Mas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status