Home / Romansa / Miskin Setelah Bercerai / Pembalasan pertama

Share

Pembalasan pertama

Author: Ilyas One
last update Last Updated: 2022-06-17 13:08:16

Part 3

Wajahnya tegang seperti sedang menonton film horor. Ini baru permulaan, Nia. Jika kamu berpikir akan hidup senang dan bergelimang harta sesudah menikah dengan suamiku. Kamu salah besar, kamu malah akan semakin menderita setelah ini. Aku pastikan itu.

****

“Tidak bisa begitu dong, Mas, kalau syarat yang pertama sih aku nggak masalah. Tapi syarat yang kedua aku keberatan, memangnya aku babu apa,” protes Nia pada Mas Robi. Aku sungguh puas melihat mereka yang seharusnya sedang berbulan madu tapi malah bertengkar.

“Talita, Mas mohon jangan begini. Kalau memang kamu mau memegang seluruh keuangan Mas tidak keberatan. Tapi syarat itu terlalu berat untuk Mas dan Nia,” tawar Mas Robi. Belum apa-apa Mas Robi sudah membela wanita yang sudah menjadi gundiknya tersebut. Apalagi jika nanti dia sudah bisa hamil dan memiliki anak. Tentu saja semua perkataan wanita itu akan dituruti oleh Mas Robi dan keluarganya.

“Syarat tadi tidak bisa ditawar lagi, Mas. Kalau memang kamu tidak mampu memenuhi syarat tadi kamu boleh mengambil jalan pintas untuk menceraikan aku,” seruku menekan mata cerai. Aku melihat senyum tipis di wajah Nia. Dia pikir setelah aku berpisah dengan Mas Robi dia akan menjadi Ratu, tidak tahu saja dia jika nanti mereka harus berjuang lagi dari nol. Rama mengatakan jika semua aset atas nama bersama dulu sudah dipindahkan menjadi namaku. Mas Robi pasti tidak menyadari, karena setelah ini dia pasti akan sibuk membantu gundinya menjadi babu di rumah.

“Dan kamu Nia, bukankah kamu adalah istri kedua. Jadi istri kedua itu ya resikonya di atur oleh istri pertama. Seharusnya kamu paham itu sebelum mengambil keputusan untuk menjadi simpanan suamiku,” sambungku, sengaja memancing emosinya. Jika dia bertindak gegabah, siap-siap saja dia jadi bahan cibiran para emak di media sosial.

“Hei, Mbak Talita. Pantas saja suamimu tergoda wanita lain dan keluarga Mas Robi tidak menyukai kamu, ternyata mulut Mbak yang tidak bisa dijaga dengan baik,” sungut Nia kesal. Sudah kuduga, emosinya dengan mudah bisa terpancing. Dasar korek api, gesek dikit langsung nyala.

“Mending aku kan yang nggak bisa jaga mulut, daripada kamu tidak bisa menjaga harga diri yang sengaja merebut suami orang,” sindirku dengan sengaja membesarkan suaraku. Semua orang yang ada disini pun menoleh kemeja dimana kami berada. Berbagai cibiran pedas terlontar dari beberapa mulut mereka.

Ada beberapa Ibu-ibu yang duduk tidak jauh dari kami. Aku yakin mereka pasti mendengar seruanku tadi. Nia tidak tau saja bagaimana rasanya diamuk emak-emak.

“Kamu lihat Nia, sepertinya aku tidak harus mengeluarkan tenaga untuk membasmi wanita rendahan seperti kamu. Kita memang benar-benar jauh tingkatanya,” ucapku. Aku begitu puas melihat dia marah. Sedikit saja dia berani menyentuhku, akan aku buat dia merana selamanya.

“Mas, kamu kok diam saja sih. Kamu nggak niat belain aku apa!” bentak Nia. Kulihat Mas Robi sama sekali tidak memperdulikan ocehan Nia, dia lebih banyak diam. Entahlah apa yang dia pikirkan, aku sama sekali tidak peduli.

Tidak ada jawaban apa-apa yang keluar dari mulut Mas Robi. Mungkin dia masih memikirkan bagaimana caranya agar aku bisa dengan ikhlas merelakan dia untuk menikah lagi tanpa syarat tadi. Entah sejak kapan Mas Robi berubah seperti ini. Dia berubah menjadi sosok yang tidak aku kenal lagi.

“Sudahlah, aku beri kamu waktu dua puluh empat jam untuk berpikir, Mas. Semuanya ada di tangan kamu, kamu yang memulai kamu juga yang akan mengakhiri.” Tukasku sambil berlalu pergi, aku muak melihat wajah mereka.

Saat sedang menunggu lift terbuka, aku mendengar ada yang memanggil namaku. Dan aku yakin itu Mas Robi, aku tidak peduli yang penting sekarang aku harus istirahat agar aku punya tenaga menghadapi mereka.

“Talita, tunggu dulu. Mas ingin ngomong,” panggil Mas Robi menarik tanganku agar aku tidak masuk ke dalam lift.

Padahal pintu lift baru saja terbuka, tapi karena tanganku dicegat oleh Mas Robi. Terpaksa aku harus menghentikan langkahku lagi. Sebenarnya hatiku sangat sakit jika harus mengikhlaskan semuanya. Apalagi jauh dari lubuk hatiku, masih ada nama Mas Robi yang terukir di sana.

“Apalagi sih Mas, aku ingin istirahat, aku capek,” bentakku sambil melepaskan cekalan tangan Mas Robi dengan kasar. Tidak sudi rasanya tubuh ini dipegang lagi dengan tangan yang sudah menyentuh tubuh wanita lain.

“Kamu udah ganti pin ATM ya, kartu kredit juga nggak bisa digunakan lagi. Mas mau bayar makanan tadi pakek apa,” ujar Mas Robi dengan wajah lesu. Ternyata dia sudah tau jika aku memblokir semua kartu kreditnya. Baru saja sehari menikah dia sudah kalang kabut seperti ini. Bagaimana jika kami sudah bercerai, pasti hidupnya akan kembali miskin seperti dulu.

“Aku kan sudah bilang tadi, mulai sekarang seluruh keuangan aku yang atur. Udah mending mobil kamu nggak aku ambil,” tukas ku kemudian ingin menekan kembali tombol lift. Namun dengan cepat Mas Robi mencegahnya lagi.

“Tapi setidaknya sisakan sedikit uang untuk Mas dong,” bujuk Mas Robi. Dia pikir aku akan kasihan melihat dia seperti ini. Yang ada rasa benciku semakin menjadi-jadi.

“Kamu tau Mas berapa uang yang kamu keluarkan ketika kamu menikahi wanita itu? Kamu tau bagaimana hancurnya aku? Kamu tau bagaimana perasaanku saat tau suami yang aku cintai menikahi wanita lain? Harusnya kamu sadar,Mas. Aku pikir kamu tadi mengajak aku untuk bertemu supaya kamu bisa meminta maaf. Tapi nyatanya aku salah besar, kamu malah membawa wanita itu kemari,” makiku dengan suara bergetar. Sakit sekali rasanya, hatiku serasa patah dan remuk di tempat yang sama.

Bobol sudah pertahananku, selama ini aku memendam semuanya di dalam sini. Tapi malam ini aku sungguh tidak sanggup lagi untuk bertahan, bagaimanapun Mas Robi adalah suami yang aku cintai.

“Maafkan Mas, Talita. Mas hanya ingin anak. Yasudah, sekarang Mas minta uang untuk membayar makanan tadi,” jawab Mas Robi lagi tanpa rasa bersalah sedikitpun. Tangisku semakin menjadi saat melihat Mas Robi yang hanya mementingkan uang. Tanpa memperdulikan aku, dia masih saja memikirkan uang. Aku menghapus air mataku, benar-benar berubah kamu mas.

“Tidak, minta saja pada gundikmu. Lagian aku tidak memesan apa-apa tadi. Siapa yang makan dialah yang akan membayar.” Tukasku dan berlalu pergi, tidak kupedulikan lagi teriakan Mas Robi. Biar saja dia merasakan bagaimana rasanya menikah diam-diam di belakangku. Wanita itu mungkin berpikir akan hidup senang setelah menikah dengan suami orang, tidak semudah itu Ferguso, kamu harus merasakan pahitnya bangkit dari nol.

Saat aku sudah sampai di lantai atas, tubuhku terasa sangat lemas. Hingga aku harus berpegangan pada tembok.

“Cukup, Talita. Air mata kamu terlalu berharga untuk laki-laki seperti dia,” gumamku pelan.

Aku mengusap air mata dengan kasar, kemudian kembali menekan tombol lift. Aku hanya ingin melihat dan memastikan jika mereka tidak ada uang untuk membayar makanan yang sudah mereka pesan tadi.

Ting!

Pintu lift kembali terbuka dilantai satu, dengan langkah sedikit cepat aku berjalan menuju restoran tempat tadi kami bertemu.

“Kamu beneran nggak ada uang, Mas?” tanya wanita itu pada Mas Robi.

“Iya, uangnya sama Talita semua. Jadi sekarang kamu bayar dulu ya. Nanti setelah aku berhasil mendapatkan uang dari Talita. Aku akan menggantikannya sepuluh kali lipat,” jawab Mas Robi dengan nada lembut. Aku tertawa melihat pasangan yang baru saja menjadi suami istri itu ribut.

“Nikah bukannya enak malah menderita,” gerutu Nia yang semakin membuatku ingin tertawa kencang.

Lebih baik aku kembali saja ke kamar dan beristirahat. Agar esoknya aku bisa memikirkan bagaimana caranya agar bisa membalas semua sakit hatiku pada Mas Robi.

*

Hari ini rasanya badanku sangat lelah, sebaiknya hari ini aku tidak harus ke Resto dulu. Aku ingin menghabiskan waktu untuk memanjakan diri ke salon.

Rasanya sudah lama aku tidak memanjakan tubuhku sendiri. Aku terlalu sibuk mencari uang untuk diberikan pada Ibu mertua dan keluarganya. Mungkin aku terlalu baik dulu, makanya mereka berpikir bisa memanfaatkan kebaikanku selama ini. Ternyata jadi orang baik juga akan tetap membuat kita mempunyai musuh.

 Setelah mandi lalu aku pun bersiap untuk pergi, sebelumnya aku tidak lupa untuk mengecek ponselku. Saat aku membuka ponsel, ternyata banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab dari Mas Robi dan keluarganya. Entah apa yang akan terjadi lagi hari ini, aku benar-benar dibuat pusing oleh mereka.

[Tolong buka kembali blokiran kartu ATM. Mas butuh uang, Ibu sakit dan akan berobat] Pesan dari Mas Robi.

[Jangan egois, Ta. Itu harta kita bersama. Aku juga ikut andil dalam mencari uang selama ini.] Pesan dari Mas Robi lagi.

Aku hanya membacanya tanpa berniat untuk membalasnya. Ada beberapa pesan lagi dari Ibu mertua.

[Dasar menantu durhaka. Kamu mau kualat dan jatuh miskin lagi?]

[Semua harta yang kamu miliki sekarang itu milik anak saya. Jadi kamu jangan serakah. Jangan jadi Istri zolim]

Aku tersenyum membaca pesan terakhir yang dikirim oleh Ibu. Istri zalim katanya, yang ada juga Suami zalim, Bu. Lebih baik memang aku ke salon saja hari ini. Daripada terus stres memikirkan semua masalah yang belum tentu ada jalan keluarnya.

Setelah sampai di salon aku melakukan semua perawatan yang ada disini, tidak lupa untuk mengambil beberapa foto untuk di upload di media sosial, bukan untuk pamer sebenarnya tapi biar dilihat saja sama keluarga Mas Robi jika aku baik-baik saja.

[Menyenangkan hati dengan uang hasil keringat sendiri. Menjadikan diri sebagai ratu tapi tidak menjadi benalu]

Begitulah keterangan yang aku buat di stori. Dengan menampilkan gambar fotoku yang sedang melakukan treatment wajah. Tidak butuh waktu lama, Kak Mira langsung mengirimkan pesan untukku.

[Dasar maruk, kembalikan semua uang Adikku yang kamu curi!]

[Maaf, Anda siapa ya? Saya tidak kenal]

Balasku dan segera memblokir nomor Kak Mira lagi. Aku yakin dia pasti lagi uring-uringan karena tidak bisa mengirimkan aku pesan lagi.

 Saat sedang melakukan perawatan ponselku berdering, setelah aku cek ternyata mang Asep. Dengan cepat aku menggeser tombol berwarna hijau ke atas.

“Halo, Mang ada apa?” tanyaku setelah panggilan telepon terhubung.

“Hei menantu durhaka, dimana kamu sekarang hah? Perintahkan sekarang sama Asep biar membukakan pintu rumah, Robi mau masuk ke rumahnya sendiri pun tidak bisa,” bentak Ibunya Mas Robi. Dasar b**ci begitu saja mengadu ke Ibunya, sejak kapan Mas Robi sudah berubah seperti ini, dulu sepertinya dia adalah lelaki yang mandiri.

Kira-kira dengan siapa Ibu ke rumah. Karena tadi Kak Mira mengirimkan aku pesan. Tapi Ibu malah menggunakan nomornya Mang Asep untuk menelponku. Ah, aku lupa jika sudah memblokir nomornya Kak Mira.

“Saya lagi sibuk Bu, sebaiknya Mas Robi membawa pulang istri barunya ke rumah Ibu saja, karena rencananya rumah itu mau aku jual,” sahutku santai. Yang benar saja aku harus hidup satu atap dengan wanita itu. Tidak sudi rasanya aku membiarkan dia merasakan uang yang sudah kami hasilkan selama ini.

“Apa kamu bilang, jual rumah? Nggak bisa gitu dong, yang nyari uang kan bukan kamu aja anak saya Robi juga ikut andil. Dan satu lagi, Rina butuh uang untuk bayar kuliahnya. Sekarang juga kirimkan uangnya!” Perintah ibu. Ya ampun benar-benar tidak tau malu mereka.

Padahal kami sedang bertengkar, tapi Ibu masih sempat-sempatnya meminta uang dariku. Apa dia tidak pikir, bagaimana perasaanku sekarang. Andai ini terjadi padanya atau anak perempuannya. Apakah dia akan tetap diam saja.

“Ibu kan sudah punya menantu baru, istri idaman juga wanita yang sempurna. Minta saja sama dia, ngapain minta uang sama wanita mandul kayak aku,” kilahku. Enak saja minta uang, dulu iya memang aku memenuhi semua kebutuhan dan keinginan kalian. Tapi tidak dengan sekarang, sudah cukup kebaikanku yang kalian abaikan selama ini.

“Saya itu minta uang anak saya, bukan uang kamu. Jangan sok berkuasa kamu, di dalam harta itu ada hak anak saya!” teriak Ibu yang membuat telingaku berdenging. Sepertinya Ibu benar-benar marah kali ini, tapi aku sungguh tidak peduli lagi. Sudah cukup makan hati selama tiga tahun, sudah cukup sabar aku menghadapi mereka.

“Ibu nggak dikasih tau Mas Robi kalau sekarang semua keuangan aku yang pegang? Oh satu lagi, sepertinya Mas Robi juga setuju tidak akan memberikan uang atau fasilitas apapun lagi ke Ibu agar aku ngasih ijin dia nikah lagi,” ujarku menjelaskan. Biar Ibu tau gimana rasanya miskin seperti dulu. Tidak ada suara Ibu diseberang, aku yakin Ibu sangat syok dengan semua ini.

“Aku juga berniat akan menjual rumah yang Ibu tempati sekarang, soalnya aku perlu tambahan modal untuk usahaku, Bu. Jadi tolong ya, sepertinya Ibu dan Kak Mira harus segera berkemas,” lanjutku lagi sambil tertawa jahat di dalam hati. Rumah yang ditempati oleh Ibu sekarang aku beli atas namaku. Karena aku memang membelinya dengan uang tabunganku selama ini. Jadi aku bisa dengan bebas menjualnya kapan saja.

Kakaknya Mas Robi memang masih tinggal bersama Ibunya, karena suaminya yang hanya kerja serabutan jadi mereka tidak sanggup untuk membeli rumah. Seharusnya mereka bersyukur bukan, bukan hanya biaya hidup yang aku tanggung. Tapi juga biaya sekolah kedua anaknya.

“Talita, kamu jangan kurang ajar ya…” Samar-samar aku mendengar suara gaduh, suara Ibu juga terputus.

“Halo Bu, ini saya Asep. Ibunya Bapak pingsan, gimana ini,” ujar Mang Asep. Suara Mang Asep terdengar panik. Ah ada-ada saja, bagaimana jika jantung Ibu kumat. Mas Robi pasti akan marah besar jika dia tau kenapa Ibunya bisa masuk rumah sakit.

“Yaudah Mang, tolong bawa kerumah sakit aja ya. Nanti saya nyusul,” titahku pada Mang Asep lagi. Sangat menyusahkan, kenapa hidupku jadi serumit ini. Tidak pernah terbayangkan hidupku akan begini, bagaimana jika Ibu dan Ayah tau soal rumah tanggaku.

Pasti mereka akan sangat terpukul dengan semua kejadian yang menimpaku sekarang. Sebaiknya aku segera ke rumah sakit, untuk memastikan keadaan Ibunya Mas Robi. Setelah mengganti baju, aku kembali merapikan riasan wajah seadanya. Kemudian bergegas keluar dari salon setelah membayar semuanya pada kasir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Miskin Setelah Bercerai   Tamat

    Miskin Setelah BerceraiPart 40Mamanya Dokter Anta malah membuka lebar mulutnya, terlebih Anta yang terlihat menggeleng kepala kuat. Berbeda dengan Andini yang terlihat tersenyum jumawa penuh kemenangan."Ini buktinya, Tante." Andini menyerahkan ponsel pintarnya pada orangtuanya Anta.Aku dan Anta juga melihat kearah foto yang ditunjukkan oleh Claudia, disana ada fotoku dan Mas Robi saat kami liburan di Singapura dulu."Tega kamu, Talita. Padahal Tante dan Om sudah merestui kamu untuk menjadi menantu kami," ujar Mamanya Anta marah."Tapi itu dulu, Tante." Tiba-tiba Mas Robi memotong ucapan Mamanya Anta yang seketika membuat Andini melotot marah."Maksud kamu?" tanya Mamanya Anta mengerutkan keningnya."Maksud kamu apa!" Perlahan senyum jumawa yang terukir di bibir Andini memudar. Sepertinya dia sudah menyadari jika Mas Robi akan mengkhianatinya."Iya, Tante. Dulu itu memang Talita istri saya. Tapi saya sudah lama bercerai dari dia, karena saya selingkuh dan menikah lagi. Dan foto yan

  • Miskin Setelah Bercerai   Tercengang

    Miskin Setelah BerceraiPov TalitaPart 39"Sempurna," desisku ketika melihat gaun yang akan aku pakai di acara lamaran nanti. Iya, seminggu lagi aku dan Anta akan melangsungkan acara lamaran. Aku tidak menduga jika cerita hidupku serumit dan seindah ini. Dulu ketika aku masih berpacaran dengan Mas Robi, aku hanya ingin menikah dan menua bersamanya. Tidak ada bayangan jika aku akan menikah untuk kedua kalinya, dan juga aku tidak menyangka kalau yang akan menjadi calon suamiku ada Anta, beruang kutub yang menyebalkan.Aku tersenyum sendiri jika mengingat semua kekonyolan yang pernah aku lalui bersama Anta. Padahal dia tidak sedingin yang aku duga, dia bersikap begitu karena hatinya telah beku ditelan waktu. Mungkin sakitnya berbekas sampai sekarang, tapi aku yakin semua itu akan hilang dimakan waktu.Klek!Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, ternyata Ibu yang masuk dan tersenyum ke arahku."Masuk, Buk," ucapku menyuruh Ibu untuk masuk."Ini baju yang akan kamu kenakan nanti? Cantik sekali

  • Miskin Setelah Bercerai   POV Robi 2

    Miskin Setelah BerceraiPart 38POV Robi"Talita ada dirumah nggak?" tanyaku pada Linda. Saat ini aku sudah berada di depan pintu rumahnya. Dari kabar yang aku dapat dari Andini, Talita sudah menjual apartemennya dan membeli rumah untuk Ibu dan Ayah. Andai saja aku masih bersama dengannya, pasti hidupku tidak akan semenderita ini."Ada didalam, sebentar ya. Aku panggilkan," ucap Linda yang langsung menutup pintu karena aku belum ada ijin untuk masuk kedalam. Aku sudah memikirkan matang-matang rencana yang akan aku lakukan, Andini tidak boleh menyakiti Talita. Tapi, aku yakin jika Talita pasti tidak akan mempercayai kata-kataku.Klek!"Katanya disuruh masuk," ucap Linda sambil membuka pintu untukku. Aku bergegas masuk kedalam, ternyata disana sudah ada Ibu dan Ayah, juga Talita. Sepertinya mereka memang sengaja berkumpul disini untuk menemuiku."Duduk," ucap Ayah dengan suara tegasnya. Aku sangat menghormati kedua orang tuanya Talita, karena sejak kami masih pacaran dulu mereka selalu

  • Miskin Setelah Bercerai   POV Robi

    Miskin Setelah BerceraiPart 37Pov RobiDdrrtt… Ddrrtt….Ponselku berkali-kali berbunyi dari tadi, entah siapa yang menelepon. Saat ini aku bekerja sebagai karyawan disalah satu cafe, peraturan kerja disini sangat ketat. Bahkan kami sebagai karyawan tidak boleh menggunakan ponsel ketika sedang bekerja. Ponselku terus berdering, aku yakin kali ini pasti penting. Karena orang ini menelponku hampir lima kali panggilan.Aku menyimpan nampan di meja belakang, aku pamit ke toilet agar segera bisa mengangkat telpon. Ternyata yang menelpon nomor tidak dikenal."Halo," ucapku saat panggilan terhubung."Halo, Robi. Saya Pak Ali, manajer di restoran kamu kerja dulu.""Halo, iya Pak. Saya ingat, kenapa ya?" tanyaku, karena selama bekerja disana dulu aku tidak pernah sekalipun berbicara dengannya. Kecuali saat melamar kerja dan ketika dipecat."Bisa kita ketemu?" tanya Pak Ali lagi."Untuk apa ya?""Penting, saya kirim alamatnya. Kita jumpa di sana sekitar jam empat sore," ucapnya dengan nada teg

  • Miskin Setelah Bercerai   Rencana Robi dan Andini

    Miskin Setelah BerceraiPart 36"Ibu mau makan apa?" tanyaku pada Ibu yang sudah duduk ditepi ranjang rumah sakit."Apel saja," jawab Ibu singkat. Aku tau saat ini Ibu masih marah padaku, karena masalah tadi. Aku memilih diam dan mengupas apel untuk Ibu, pikiranku menerawang jauh. Bagaimana jika seandainya Mas Robi mengambil kesempatan kali ini."Ini, Bu," aku menyodorkannya potongan apel yang sudah aku potong-potong diatas piring. Ibu mengambilnya satu dan langsung memakannya secara perlahan."Maafin Talita, Bu," ucapku lirih hampir tidak terdengar. Aku menundukkan kepala, tidak sanggup rasanya jika harus menatap wajah Ibu yang masih pucat."Ceritakan, apa yang terjadi," ucap Ibu. Akhirnya, aku harus menceritakannya hal pahit ini pada Ibu, semoga Ibu baik-baik saja mendengar kenyataan pahit yang dialami anaknya ini. Dengan menarik nafas panjang, aku menceritakan semua yang aku alami dan yang aku lewati saat bersama Mas Robi. Aku menceritakan semua tentang perlakuan Ibu dan keluarga M

  • Miskin Setelah Bercerai   Berjuang bersama

    Miskin Setelah BerceraiPart 35Akhirnya setelah acara makan selesai, aku langsung mengamit lengan Ibu dan mengajak mereka untuk kembali kerumah. Aku sama sekali tidak membayar makanan yang telah kami makan tadi, biarlah Mas Robi yang bayar. Toh, dia yang sudah mengajak Ibu dan Ayah untuk makan di restoran bandara. Entah dari mana dia mendapatkan uang agar bisa membayar ini semua. Karena dari menu yang aku lihat tadi, harga makanan disini lumayan menguras kantong. Aku lihat Ayah juga hanya membawa tas Ibu saja ditangannya, sepertinya semua koper dan tas barang lainnya Ayah suruh bawakan sama Mas Robi. Biarlah, kapan lagi bisa mendapatkan bantuan gratis dari mantan menantu tidak ada akhlak.Kami terus berjalan tanpa sedikitpun melihat kebelakang, Ibu terus saja bercerita tentang keadaannya yang sudah cukup baik. Dia juga bercerita kalau sudah bisa berbicara bahasa Inggris, walaupun masih belepotan. Kami terus tertawa dan sekali-kali aku memeluk Ibu dari samping, aku sangat rindu dengan

  • Miskin Setelah Bercerai   Robi berulah

    Miskin Setelah BerceraiPart 34Malam ini terasa sangat berbeda, dinginnya terasa sampai ke tulang. Hujan baru saja reda, tapi rintiknya masih sedikit ada. Aku memegang gelas yang berisi coklat hangat dengan kedua tanganku, lumayan aku bisa merasa lebih hangat. Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah dua, dini hari. Mataku masih saja sulit untuk dipejamkan, pikiranku melayang dengan kata-kata Anta tadi dirumah sakit. Jika Anta bisa menerima statusku, belum tentu orang tuanya bisa menerima. Dan masalah Rama, aku akan mencoba untuk bicara besok dengan dia. 'Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan?'Jika aku menerima Rama hanya karena mengingat semua kebaikan yang telah dia berikan, aku tidak yakin hubungan ini akan bertahan lama. Aku hanya tidak ingin gagal untuk kedua kalinya, lagi pula aku juga harus memikirkan bagaimana caranya memberitahu Ibu masalah ini. Ibu dan Ayah akan pulang besok, dan aku akan menjemputnya di bandara. Lebih baik memang aku tidur, supaya tidak telat bang

  • Miskin Setelah Bercerai   Hati yang patah

    Miskin Setelah BerceraiPart 33"Aku nggak tahu," hanya itu jawaban yang bisa aku berikan, lalu melepaskan pegangan tangan dokter Anta. Saat ini aku hanya bingung, karena aku tidak ingin kembali terluka lagi. Aku pernah merasakan luka yang dalam, aku juga pernah menangis frustasi karena luka hati. Bersama dengan dokter Anta memang membuatku lebih nyaman, juga lebih membuat hari-hariku lebih seru dan berwarna."Aku tidak meminta jawabannya sekarang," ucapnya lagi. Kemudian dia bangun, mengambil batu kecil lalu melemparnya ke kolam air pancuran yang ada di taman. Dia menatap langit, pandangan matanya kosong."Kamu tahu, aku juga pernah terluka bahkan lebih dalam dari luka yang kamu rasakan. Aku pernah menahan rindu sampai menangis tergugu, aku bahkan terluka beberapa kali di tempat yang sama. Aku hanya takut untuk memulai, aku hanya takut luka itu ada lagi. Aku takut rinduku tak bertuan, takutku terlalu banyak. Kamu tidak akan tahan dengan itu," jelasku dengan kata-kata yang tidak perna

  • Miskin Setelah Bercerai   Menyatakan cinta

    Miskin Setelah BerceraiPart 32"Kamu duduk disini, jangan kemana-mana," perintah Pak Ali pada Andini yang kini seperti menjadi tersangka kejahatan.Kami sekarang sudah berada di rumah sakit keluarganya Dokter Anta, saat ini kami duduk di kursi tunggu. Acara makan malam tadi di bubarkan oleh Papanya Dokter Anta karena Mamanya Andini yang mengalami serangan jantung mendadak. Tante Mita-- Mamanya Andini syok karena melihat aksi putrinya di ranjang dengan laki-laki lain. Entah darimana Dokter Anta mendapatkan video itu, tapi yang jelas sekarang keadaan telah berubah. Mamanya Dokter Anta berkali-kali meminta maaf padaku karena telah mempercayai omongan Andini tentangku."Kamu makan dulu ya," ucap Dokter Anta yang tiba-tiba datang membawakan roti untukku. Memang tadi aku belum sempat makan, karena kejadian naas itu terjadi sebelum acara makan malam."Makasih," jawabku seraya mengambil roti yang diberikan oleh dokter Anta. Melihat itu Andini terlihat mencebikkan mulutnya marah. Mungkin dia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status