Share

Chapter 4

Penulis: keearfi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-29 15:10:17

"Ga, temenin gue jemput si Finn. Dia semalam nginep di sekolah."

"Sekarang?"

Keenan mengangguk. Sekarang sudah hari Minggu. Arga sudah di rumah Keenan (lagi) sejak satu jam yang lalu. Saat mereka sedang bersantai di home theater, tiba-tiba Finn menelpon meminta untuk dijemput. Seharusnya ia biasa menaiki bus, tetapi karena teman-temannnya bisa dimanfaatkan, mengapa tidak? toh juga menunggu bus akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Kalau dipikir-pikir kasian juga si Finn, di saat Keenan dan Arga bersantai, ia malah disibukkan dengan tugas YOS-nya. Akan tetapi, itu memang sudah konsekuensi sebagai anggota YOS. Dari awal pendaftaran memang sudah diberitahu bahwa waktu bermain anggota YOS akan jauh berkurang dibanding siswa lainnya. Sejauh ini Finn sebenarnya tidak masalah dengan hal itu karena dia juga pintar me-manage waktu. Nilainya juga bisa dibilang lumayan.

Mobil sport hitam keluar dari garasi. Garasi secara otomatis menutup setelah mobil itu keluar. Jalanan hari Minggu sore cukup padat. Kafe-kafe di pinggir jalan dipenuhi dengan remaja-remaja yang asik dengan dunianya. Tempat perbelanjaan juga banyak didatangi. Sore hari selalu menjadi saat dan pemandangan favorit bagi semua orang. Langit biru yang berhiaskan semburat cahaya matahari kekuningan dan gedung-gedung yang berjajar di pinggir jalan membuat orang puas melihatnya.

Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai di halaman sekolah. Finn sudah menunggu di bangku panjang bersama tiga temannya. Menyadari ada mobil Keenan, Finn langsung pamit kepada temannya dan segera menghampiri Keenan.

"Waduh gue sekarang jadi kaya raja yang dijemput sama pengawalnya nih," ucap Finn setelah Keenan membuka jendela mobilnya.

"Dih enak aja. Langsung cabut aja dah, Keen. Tinggal aja si Finn," sahut Arga dari kursi sebelah. Keenan hanya memutar bola matanya dan bersiap menginjakkan gas lagi.

"Eh tunggu! Enak aja main tinggal." Tanpa disuruh, Finn langsung masuk ke kursi belakang. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi yang empuk dengan kedua tangan di belakang menyangga kepala.

"Huuh capeknya," keluh Finn seraya mergangkan tangannya.

"Lo sih sibuk YOS terus sampai lupa main sama kita." Kini Keenan menimpali.

"Ye, lo juga sibuk sama project lo. Tapi by the way, gue belum tau lo ngerjain apa sih? Dari dulu cuma bilang project project tapi gue gak tau project apaan."

"Ntar lo juga tau pas di rumah gue."

Mobil sport hitam melaju kencang di tengah-tengah keramaian kota. Terlihat beberapa anak berlarian di pinggir jalan yang membuat Arga menyuruh Keenan untuk waspada kalau tiba-tiba anak itu ke tengah jalan karena pikiran anak kecil tidak bisa ditebak.

Memasuki jalan kecil, mobil hitam itu mengurangi kecepatannya dan di ujung sana sudah terlihat rumah mewah Keenan.

"Itu rumah lo?" tanya Finn yang baru pertama kali berkunjung.

"Bukan, rumah orang tua gue itu," jawab Keenan.

"Sama aja."

Memasuki pekarangan rumah, Finn dibuat takjub lagi dengan taman yang sangat luas. Jajaran bunga terlihat berwarna-warni yang membentang dari sisi kanan hingga kiri. Sedangkan di bagian tengah terdapat kolam ikan dengan air terjun mini. Ditambah lagi ada beberapa pohon rindang yang membuat suasana semakin teduh. Taman itu terlihat sangat terawat. Wajar saja, tukang kebun di rumah Keenan lebih dari satu. Mobil sport itu lantas memasuki garasi. Tidak cukup disitu, Finn dibuat takjub lagi dengan lantai di bawah mobil yang otomatis turun ke bawah tanah. Semua orang pun juga akan sama takjubnya dengan Finn jika mereka mengunjungi rumah Keenan.

Setelah mendarat sempurna di lantai bawah tanah, ternyata berbagai kendaraan terparkir rapi di sana, lebih tepatnya ini disebut basement. Beberapa motor harley,

sepeda dengan berbagi jenis, dan mobil sport tertata rapi. Di sana juga terdapat kendaraan yang aneh, berbentuk seperti kapsul yang melayang. Satu lagi, ada semacam roket atau entahlah apa itu yang jelas kendaraan itu menjulang tinggi hingga menyentuh atap dengan beberapa jendela di sekitarnya.

"Lo kaget kan pasti?" Arga menoleh ke belakang melihat kondisi Finn. Benar saja, Finn hanya bisa melongo melihat semua itu dari jendela. Menyadari Arga memerhatikannya, Finn langsung membuang muka seolah ia biasa saja.

"Ntar lo juga bakal lebih kaget," sambung Arga. Arga yang sudah beberapa kali main ke rumah Keenan saja masih seringkali takjub dengan rumah dan segala perlengkapan yang Keenan miliki, apalagi Finn yang sama sekali belum pernah berkunjung.

“Itu roket atau apaan, Keen?”

“Oh itu replika roket sih yang iseng aja gue buat waktu kelas delapan.”

“Ha?! Lo iseng doank terus bisa jadi itu kendaraan?!” seru Finn kaget.

“Ishh udah-udah. Besok kalau lo mau coba, naik gue ajak deh.”

Keenan lantas mengajak mereka turun dari mobil dan menuju ruang tengah. Bukan melewati tangga, melainkan melalui lift. Rumah ini sengaja dibuatkan lift karena terdiri dari tiga lantai plus basement tempat garasi dan laboratorium Keenan. Jadi, lift dibuat untuk mempermudah mobilisasi.

Memasuki ruang tengah yang berada di lantai satu, sudah terlihat ornamen-ornamen mewah dan perabotan yang terlihat mahal. Ruangan dengan nuansa seperti di film-film. Lampu gantung juga terlihat gagah di atas sana. Alunan musik jazz terdengar lembut dan ada sofa luas yang menghadap ke arah televisi. Di balik TV tampak dinding kaca yang menunjukkan halaman belakang rumah. Halaman belakang rumah bukanlah sekadar halaman taman biasa. Di sisi kanan dibuat kolam renang yang lumayan luas. Uniknya konsep kolam renang itu dibuat menyerupai pantai sehingga memang suasananya hampir mirip di pantai dengan pasir putihnya dan deburan ombak. Sementara di sisi kiri ada semacam gunung mini atau apalah istilahnya. Yang jelas ada jalanan menanjak dan jika sudah sampai puncak kiat bisa ber-camping­ sembari menikmati sunset maupun sunrise. Mirip seperti pemandangan saat mendaki. Di sisi lainnya juga banyak hal yang menakjubkan, seperti air terjun, sungai, hutan, dan lain-lain. Taman belakang Keenan sudah seperti replika alam.

"Duduk dulu gih, gue buatin minum."

"Tumben banget Tuan Keenan buatin minum," ejek Arga. "Kalau cuma gue yang ke sini biasanya juga minta buatin bibi."

"Yaudah gak jadi. Lo kalau mau minum ambil aja di dapur."

"Jangan ngambek Tuan Keenan, Arga kan bercanda. Sekarang buatin ya minumannya untuk kedua sahabat Tuan Keenan ini. Kami kehausan," ujar Arga dengan puppy eyes-nya.

"Gak usah sok imut lo. Yaudah tunggu dulu bentar."

“Ga, itu taman belakang atau apaan? Gila aja ini udah kaya alam buatan aja,” ujar Finn begitu Keenan telah pergi.

“Hahaha bener kan apa gue bilang lo bakal takjub. Dahlah gue juga gak bisa berhenti takjub sama rumah ini.”

“Gila keren banget emang.”

Keenan berada di dapur untuk membuatkan kedua sahabatnya minuman. Ada beberapa camilan juga di toples-toples yang tersedia di dapur. Ia mengambil beberapa toples dan menaruhnya di atas nampan. Setelah itu, Keenan beranjak menuju kulkas untuk membuatkan kedua temannya milkshake. Baginya, susu bisa menambah energi setelah beraktivitas, apalagi Finn yang baru selesai dari kegiatannya.

"Ini untuk Tuan Arga dan yang ini untuk Tuan Finn." Nada bicara Keenan seperti pelayan di restoran. Ia membawakan tiga gelas milkshake dan beberapa toples camilan. Tidak lupa, ia juga sempat menghangatkan roti isi di microwave untuk mengganjal perut mereka bertiga.

"Wow, chef Keenan sudah mulai aktif ya, Bun," goda Finn dengan mata yang menatap semua menu yang dibawa Keenan.

"Emangnya gue bunda lo?" Keenan mendengus kesal sementara kedua sahabatnya hanya tertawa.

Mereka bertiga sudah menyandarkan tubuhnya masing-masing di atas sofa. Matanya fokus dengan film yang disetel, sedangkan tangannya tak henti-hentinya mengambil camilan yang tersedia.

"Lo sejak kapan tinggal sendiri, Keen?" Finn memecahkan keheningan di sela-sela mereka asik menonton film.

"Sejak gue masuk Silverleaf. Orang tua gue cuma pulang dua bulan sekali, terakhir sekitar dua minggu lalu mereka balik."

"Oh pantes gue gak pernah lihat orang tua lo.”

“Lo aja pertama kali ke sini,” sahut Arga.

“Ye tapi kan kalau ambil raport juga diurus sama YOS. Gue ketemunya sama pamannya Keenan. Ah iya mending habis ini kita lihat project lo, ya?" tanya Finn yang memilih tidak menanggapi Arga.

Keenan mengangguk mantap. Kalau sudah membicarakan soal project yang sedang dikerjakannya ia selalu bersemangat.

"Lo gak mau eksplor rumah ini dulu, Finn? Lo pasti bakal takjub deh sekalipun di sudut-sudut rumah."

"Lebay lo, Ga," timpal Keenan.

"Gue bicara kenyataan, Bro. Gue aja kalau jadi lo pasti setiap hari di rumah terus, gak perlu kemana-mana semuanya udah lengkap hahaha. Bahkan, tadi pas lo di dapur si Finn—"

Sontak Finn langsung membungkam mulut Arga. Ia tidak mau kelihatan memalukan di depan Keenan.

"Gue mau liat project si Keenan dulu. Habis itu eksplor rumah ini, nah nanti malam baru bahas tuh tentang prom night," ucap Finn dengan tangan yang masih membungkam mulut Arga.

"Ah akhirnya gue bisa nafas! Dasar ya lo, Finn!” Arga menimpuknya dengan bantal. “Eh Keen, mending gak usah turutin kemauan Finn. Besok udah ujian akhir jadi nanti malam kita belajar sama Prof. Keenan," lanjut Arga.

"Terserah kalian mau ngapain aja, gue gak belajar juga udah bisa hahaha," timpal Keenan dengan candaan sombongnya.

"Yang jelas gue harus bisa ngalahin lo di dua mapel biar kalian ikut prom night,” kata Finn.

"Coba gue tes. Film yang kita tonton sekarang sutradaranya siapa?" tanya Arga.

"Itu gak ada di ujian, Ga. Lo kalau cari pertanyaan yang ada hubungannya lah."

"Ini pengetahuan umum. Gue aja tau walaupun gue takut sama film horor."

"Mike P. Nelson," jawab Finn santai.

"Emang iya?" Arga yang 'mengaku' tahu sutradara film ini sebenarnya tidak tahu. Ia lantas mengambil ponselnya di saku dan mencari tahu di internet.

"Dasar lo," Balas Finn lalu menoyor kepala Arga. Kejadian itu diikuti dengan tawa dari Keenan dan Arga.

Setelah itu, mata mereka kembali fokus dengan film yang mereka tonton lagi. Film horor, genre kesukaan Keenan dan Finn. Sementara untuk Arga, ia dari tadi menutupi wajahnya dengan selimut dan bantal. Seringkali ia berteriak yang membuat kedua sahabatnya kaget lantas mengomeli dan menimpuk dengan bantal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mission of Coordinate   Epilog

    Satu tahun pasca kejadian meteor jatuh di sebuah kota di Benua Amerika. Seluruh wilayah terdampak sudah kembali normal. Pelestarian alam dilakukan secara besar-besaran. Hutan yang gundul akibat tsunami kini sudah kembali ditanami oleh pepohonan yang rimbun. Kerusakan-kerusakan juga sudah diperbaiki sedemikian rupa. Di hari yang sama dengan kejadian itu, semuanya juga sudah terungkap. Mulai dari Keysha yang menjadi dalang dalam kasus teror hingga kisah-kisah rumit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hari itu juga merupakan hari dimana Keenan merasa lega karena project garapannya berhasil melindungi dari serangan bencana alam. Akan tetapi, rasa lega itu menjadi sirna saat Keysha menghancurkannya. Gadis itu memang tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk menghancurkan hidup Keenan. Dengan sekali pencet pada remote di telapak tangannya, seluruh gedung langsung dipenuhi gas beracun berwarna ungu. Kode-kode dari teror itu benar-benar nyata terjadi, bukan ancaman belaka. Saat i

  • Mission of Coordinate   Chapter 90

    “Keysha?!” ucap Keenan yang kaget begitu topeng sang pelaku terbuka. Situasi sudah aman terkendali jadi ia bisa langsung pulang ke rumah untuk bertemu dengan pelaku teror. Kedua profesornya yang akan mengambil alih sementara sambil menunggu situasi benar-benar pulih. Di perpustakaan ini juga sudah ada Nathan, Zach, dan Alyesha.Keysha adalah gadis yang dulu menjadi pasangan prom night Keenan saat kenaikan kelas di Silverleaf. Ia juga yang pernah datang ke rumah Keenan untuk menanyakan project tongkat buatannya.“Arghh! Lepasin gue!!!” Keysha yang baru saja sadar langsung meronta-meronta. Kedua kaki dan tangannya sudah diikat oleh tali khusus.“Dia temen sekolah lo kan, Keen?” tanya Aleysha.“Iya, tapi gue sama sekali gak nyangka kalau dia pelakunya selama ini.”“Lepasin gue, Keenan!” Seluruh tubuhnya masih menggeliat berharap ada ikatan tali yang longgar lalu lepas.

  • Mission of Coordinate   Chapter 89

    Keenan dengan kapsulnya sudah menunggu di luar gedung. Begitu terlihat Zach dan Aleysha keluar, ia langsung memberikan kode agar kedua temannya masuk ke kapsul. Kondisi kapsul masih dalam mode invisible sehingga mereka bertiga bisa bebas kemanapun tanpa diketahui sang pelaku teror yang mengawasi melalui kameradrone.“Hai Zach, Aleysha, akhirnya lo berdua ketemu sama tubuh gue yang asli,” sapa Keenan sambil mengendarai kapsulnya.“Isshh pembelahan diri lo bikin gue serem bayanginnya,” balas Aleysha.“Yaudah gak usah lo bayangin. Btw, kalian udah susun rencana kan?”“Gak ada rencana. Kita cuma ngelakuin semuanya secara spontan,” jawab Zach.“Eh?! Lo berdua tau kan kondisinya sekarang? Tsunami aja belum reda dan pelaku itu bisa dengan mudah non-aktifin selaput pelindung.”“Iya gue paham. Lo kasih ke kita aja denah rumah lo, nanti kita pikirin cara

  • Mission of Coordinate   Chapter 88

    Satu persatu posisi drone yang semulanya membentengi dari gelombang tsunami kini berpindah untuk melindungi meteorit dari serangan tsunami. Jutaan volume air itu seperti mengamuk dan dalam hitungan detik menerjang kota. Hal yang mengerikan yaitu seluruh kota tenggelam karena ketinggian dari tsunami melebihi seluruh bangunan di kota, melewati atas kubah selaput.Selaput pelindung masih bekerja efektif walaupun keadaannya seperti berada di akuarium bawah laut. Barang-barang yang terseret ombak dapat terlihat dengan jelas. Untung saja selaput mampu menahan kekuatan tsunami dengan baik, sehingga hanya menimbulkan tetesan-tetesan seperti hujan.Seluruh penduduk bergidik ngeri melihat seluruh kejadian. Mereka seperti terperangkap di dalam sebuah dome di bawah air. Tidak bisa kemana-mana sebelum tsunami mereda. Apalagi ditambah ada hujan batu akibat proses pemecahan meteorit. Semuanya terlihat kacau.“Nathan, air tsunami bisa sampai kota sebelah

  • Mission of Coordinate   Chapter 87

    WHRROOMMM!!! Getaran hebat terjadi di setiap daerah yang dilintasi oleh meteorit itu. Api yang menyelimutinya sempat membuat sejumlah area di hutan yang dilaluinya terbakar. Orang-orang yang melihatnya menjadi terpaku di tempat.“Tiga puluh detik lagi satu meteorit mendarat di laut dan disusul meteorit yang menabrak kota dengan perbedaan waktu sekitar sepuluh detik!” seru Keenan dengan tegas.Gigi Nathan sampai menggeretak karena membayangkan apa yang akan terjadi. Ia juga belum bisa berbuat apa-apa selagi menunggu.Ratusan kilometer hanya dilalui dengan sekejap mata. Meteorit berukuran enam puluh meter itu sekarang sudah di depan mata. Melewati atas kota dan berakhir di arah tenggara. Lebih tepatnya jatuh di laut dan menimbulkan dentuman yang luar biasa hebat.Air laut di sekitar titik jatuh meteorit langsung menyebar ke segala arah. Membentuk gelombang raksasa yang jauh lebih besar daripada tsunami pada umumnya. Kekuatan dari

  • Mission of Coordinate   Chapter 86

    Zach sudah berkeliling lebih dari lima kali. Tidak ada jalan keluar selain pintu masuk utama. Maksudnya, semua pintu sudah terkunci rapat. Ia mulai pasrah dengan keadaan. Menghadapi beberapa penjaga tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi siatuasi sedang tidak mendukung seperti ini.“Gue mau pasrah, tapi gue kan udah janji sama diri sendiri kalau gue bakal bantuin Keenan. Arghh!!!” Zach meremas rambutnya. Membuat rambut yang sudah disisir menjadi berantakan.“Zach lo—” panggil seseorang dari belakang.“Udah gue bilang jangan ikutin gue!” seru Zach sembari menoleh ke belakang.“Gue gak ngikutin lo.”“Eh? Aleysha? S-sorry gue kira … ah lupain.”“Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo, kah?” tanya Aleysha penasaran.“G-gue … gue gak nemu pintu lain untuk keluar selain pintu utama. Ada banyak penjaga yang berada di sana jadi gue b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status