Part 6
Seharian aku tidak konsentrasi dengan pekerjaan rumahku, dikit-dikit aku baper dengan sikap mas Wira tadi.Aku berfikir untuk menyadap W* mas Wira. Apa apa gak terlalu berlebihan ya. Nanti coba aku minta pendapat mbak Gita dulu deh.Sesudah memandikan Dimas aku berencana mau antar paket, sore nanti ada acara arisan ibu-ibu RT dirumah bu Julia. Sekalian nanti mampir kerumah mbak Gita.Sambil nunggu waktu arisan aku selonjoran sambil upload foto jualan. Aku scroll beranda aplikasi berlogo F itu. Ada status yang menyita perhatianku.[Pagi-pagi udah ada malaikat bawain nasi uduk]Mana ada malaikat bawa nasi uduk, aneh ini orang.Aku kepo donk siapa pemilik akun, nama akun tersebut "myla chayang wr"Eh kok namanya kayak gak asing gitu. Jiwa kepoku meronta-ronta. Banyak status bucin disana.[Makasih sayang udah anterin ke klinik]Lho lho lho ini kayak akun Mila, apa dia punya pacar. Kok statusnya bucin gitu.Eh sebentar bukannya dia kemaren dianterin mas Wira. Tapi itu status beberapa jam yang lalu.Ternyata memang itu akun Mila. Dia hampir setiap hari update status bucin. Tapi selama ini gak pernah aku lihat status dia mampir diberandaku. Apa disembunyikan ya?Haduh makin puyeng aku. Nama akunnya pake inisial wr, apa itu berarti Wira. Harus diselidiki ini.Pukul dua arisan dimulai, setelah diguncang dan ngobrol-ngobrol sebentar kamipun pulang."Mbak, aku mampir kerumah mbak bentar ya, ada yang mau aku ceritain.""Ayok Nay, mbak juga bete dirumah sendirian."Sesampainya dirumab mbak Gita, Dimas langsung ambil mainannya yang sengaja dia bawa kesini.Sedangkan aku dan mbak Gita duduk didepan TV sambil mengawasi Dimas bermain."Mbak apa harus ya aku sadap HP mas Wira, biar tau titik terang masalahku yang rumit ini?""Wira berubah ya Nay?" Aku mikir sejenak, mas Wira memang tidak berubah, dari awal menikah sampai sekarang."Gak mbak, nafkah lahir batin gak pernah berubah, masih sama, perhatiannya juga, tapi mbak...." Aku menggantung ucapanku."Tapi apa Nay?""Tadi pagi mas Wira berang kat pagi buta, kan biasanya kalau keluar kota gak pernah pagi, selalu sesudah duhur, terus ada f* yang aneh muncul diberandaku."Aku menunjukkan f* yang bernama alay tadi ke mbak Gita."Ini akun Mila Nay?" Tanya mbak Gita penasaran."Sepertinya sih iya, tapi malam tadi yang aku lihat itu bukan Mila, kalau dari body nya seperti Heni, aku bingung mbak.""Nay....selagi Wira gak berubah, masih ngasih nafkah, perhatian yang sama, sebaiknya tutup mata, tutup telinga, gak usah cari tau ya, nanti malah menyakiti dirimu sendiri, menyakiti hatimu, fikiranmu tidak tenang dan takutnya nanti Dimas yang jadi sasaran emosimu.""Begitu ya mbak?"Taoi benar apa kata mbka Gita, kenapa aku pusing sedangkan mas Wira gak berubah."Jadi aku mesti gimana mbak?""Ya menurut mbak sih, kamu ya bersikap seperti biasa, perhatianmu juga jangan berkurang, lebih manja ke Wira.""Iya deh mbak, aku juga akhir-akhir ini uring-uringan sendiri, mikir yang enggak-enggak.""Kamu yang sabar ya Nay, kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi mbak.""Makasih ya mbak."Karena sudah sore akupun pulang kerumah, tadinya Dimas tidak mau diajak pulang, setelah aku bujuk akhirnya mau.Sehabis isya, setelah menidurkan Dimas, aku rebahan didepan TV, sepi kalau Dimas sudah tidur. Biasanya aku VC sama mas Wira, tapi mas Wira belum juga balas w* ku sedari magrib tadi.[Maaf sayang, mas tadi ketiduran, soalnya cepe bener, tagihan banyak][Mas aku rindu]Tak lama mas Wira VC, dia sepertinya habis mandi. Tak ada yang mencurigakan disekeliling mas Wira, tampak hanya gantungan baju dibalik pintu.Hampir tiga jam kami VC, sampai bateraiku lowbat. Akhirnya kami mengakhiri VC.Hari ini tidak ada paket yang harus aku antar, iseng aku w* Mila, aku mau tau reaksi Mila, setelah kejadian bedak itu aku belum menghubunginya lagi.[Mil nanti sore shoping yuk, ada diskonan gede lho]Udah centang biru tapi belum ada tanda-tanda Mila membalas pesanku.[Boleh deh, nanti aku jemput aja ya][Oke]Kok Mila gak bahas masalah bedak ya, aku kira balakan ngomel-ngomel.Apakah aku perlu curiga?Akupun menghubungi mas Wira untuk meminta izin, Dimas seperti biasa ditodong sama mbak Gita. Akupun menunggu Mila dirumah mbak Gita."Mbak aku titip Dimas ya.""Tenang aja Nay, happy dia". Memang kulihat Dimas anteng main dirumah mbak Gita. Mbak Mila belum mempunyai anak, baru setahun dia menikah, namu sudah dari gadis dulu dia membeli rumah yang dia tempati sekarang.Dulu sebelum ada Dimas aku sering shoping bareng masa mbak Gita, tapi sekarang mbak Gita mau promil, jadi mau dikurangi keluyurannya.Mila melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang, sesekali kami mengobrol ringan."Mil wajahmu udah beneran sembuh?""Ya seperti yang kamu lihat Nay.""Maaf bener ya Mil, aku cuma mau ngerjain mbak Sinta, soalnya dia suka nempel sama mas Wira sih, aku jadi bete. Eh tau nya itu bedak kamu.""Iya Nay gak apa-apa, kemaren memang kami satu mobil dengan mas Wira, rame-rame jadi dikiranya itu bedak mbak Sinta."Sesampainya di Mall, Mila malahan yang borong banyak diskonan, aku hanya membeli satu tunik, satu kemeja mas Wira dan satu stel baju Dimas.Kulihat Mila memilih-milih kemeja cowok, mungkin untuk pacarnya. Akupun beralih ke tempat diskonan sepatu. Tak ada yang menarik, akupun menyudahi belanja kali ini.Mila masih mengantre dimeja kasir, aku memilih menunggu dibangku tang sudah disediakan didekat eskalator. Cukup lama Mila mengantre, sepertinya dia benar-benar borong nih.Sembari menunggu Mila aku beli bakso untuk Dimas dan mbak Gita.Setelah 15 menit menunggu akhirnya selesai juga."Borong Mil?" Sambil memperhatikan paper bag yang dijijing Mila."Iya nih mumpung diskon, hehehe...""Yaudah pulang yuk, mau hujan kayaknya.""Ayuk."Sesampainya dirumah mbak Gita, Mila pun langsung pamit, takut hujan. Dan benar hujan mulai turun disertai angin yang lumayan kencang."Kita makan bakso dulu yuk mbak, enak nih hujan-hujan makan bakso.""Mbak panaskan dulu kuahnya ya.""Mama mau bakco". Dimas menggemaskan sekali ini anak kalau minta bakso.Setelah makan bakso aku mengajak Dimas pulang karena hari sudah hampir magrib.Hari ini yang aku tunggu-tunggu, mas Wira pulang. Deru mobil mas Wira memasuki halaman rumah. Aku fan Dimas menyambut diteras. Mas Wira keluar mobil.Dan jeng...jeng...jeng....baju yang dipakai mas Wira ituuu......***Hayo nebak apa?Komen dibawah dan jangam lupa like. Subscribe apalagi. ❤️❤️❤️❤️Baju kemeja warna abu-abu polos melekat dibubuh kekar suamiku. Baju yang kemren Mila pilih-pilih ketika belanja denganku. Otakku benar-benar sakit harus memikirkan hal ini. Mas wira makin mendekat, aroma parfum laundry semerbak menggelitik hidungku. "Sayang, mas kangen". Seraya memelukku dan mendaratkan ciuman manis dikeningku. Dan beralih mencium Dimas."Baju baru mas? Tumbeh beli baju sendiri, biasanya nyeret-nyeret istri dulu kalau mau beli baju". Cecarku penuh rasa penasaran.Begitulah mas Wira tidak pernah mau beli baju sendiri, pasti dia akan mengajakku ketika dia suka baju yang dia lihat. Walaupun dia lihat itu ketika dia sendiri, tapi tidak langsung dia beli. Ntah besoknya dia mengajakku untuk membeli baju itu. Aneh bukan?"Eh ini kemarin mas lupa taroh laundryan, alhasih baju mas habis, kebetulan bener temen mas yang baru belajar jualan bawa sampel nya kekosan mas kemaren, jadi mas beli". Mas Wira menjelaskan namun tak mampu memandang mataku, dia berbicara sambil menggoda D
Aku tak bisa diam saja memunggu kabar mas Wira, aku harus ke apotek membeli obat untuk Dimas, kulihat Dimas dikamar sudah tertidur, aku berlari kerumah mbak Gita untuk minta tolong jaga Dimas."Mbak, assalamualaikum." Panggilku, ketika sudah berdiri didepan pintu rumah mbak Gita."Walaikumsalam, ada apa Nay?""Mbak tolong jagain Dimas sebentar ya, dia demam, sedangkan obatnya habis, aku mau ke apotek dulu.""Lho, Dimas demam? Kapan mulai demam Nay?""Tadi pagi mbak, yaudah aku ke apotek dulu ya mbak, nitip Dimas sebentar.""Iya Nay."Tanpa fikir panjang aku langsung melajukan motorku ke ATM terdekat, karena aku sama sekali tidak memegang uang barang sepeserpun, nasib baik, isi bensin dalam motor masih full.Sesampainya di ATM, ada beberpa orang yang tengah mengantre. Sambil menunggu, kau terus mencoba menghubungi mas Wira, namun tetap tak diangkat. Sampai pada giliranku masuk ke bilik ber Ac itu. Kumasukan selembar kartu kedalam mesin, setelah menekan beberapa nomor pin, aku langsung
Aku mondar-mandir menunggu kabar dari lab, mbak Gita terus menguatkanku, Setelah 30 menit berlalu hasil lab akhirnya keluar. Dan benar Dimas terkana DBD. Namun belum cukup parah, karena langsung dibawa ke rumah sakit, jadi bisa langsung ditangani.Setelah Dimas masuk ruang rawat inap Bu Julia izin pamit pulang dan diantar mas Sigit sekalian mengembalikan mobil. Sedangkan mbak Gita tetap menemaniku di rumah sakit."Nay kamu gak ngasih tau Wira kalian disini?"."Gak mbak, biar mas Wira cari tahu sendiri".Aku sengaja mematikan handphone agar aku bisa fokus mengurus Dimas dan melupakan kekesalanku pada mas Wira. Mas Wira benar-benar keterlaluan, sama sekali dia tak menghiraukan anaknya yang tengah sakit."Mbak kalau mbak mau pulang dulu gak apa-apa, mas Sigit pasti belum makan dari tadi mbak, mbak urus dulu mas Sigit".""Kamu gak apa-apa sendirian Nay?" Mbak Gita tampak khawatir. Dia tau aku sedang tidak baik-baik saja."Gak apa-apa mbak"."Yaudah kalau gitu mbak pulang dulu ya, sesuda
Ya motor metik itu tak lain tak bukan milik Hermila Mutiara, nama yang cantik namun sayang kelakuannya tak secantik namanya.Aku sengaja berhenti cukup jauh dari rumahku, agar aku bisa diam-diam memasuki rumah lewat pintu samping.Sekuat tenaga aku menahan emosiku agar tak meledak, karena aku tidak suka ribut-ribut atau semacamnya.Aku berjalan perlahan dengan kamera mode on, siap merekam setiap kejadian yang akan terjadi nanti."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku". Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!"."Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Dadaku naik turun menahan amarah, butiran bening seketika luruh tak terkendali. Kututup mulutku agar tak mengeluarkan suara. Masih kugenggam erat handphone yang masih merekam itu agar tak terjatuh.Pembicaraan macam apa ini, Mila hamil
Mereka berdua sangat terkejut melihatku ada diruangan pak Herman. Terlebih si gund*k itu. "Dek kok kmau disini, mas tadi pagi kerumah sakit kamu gak ada"."Sengaja mau kasih kejutan buat kalian"."Kejutan apa?" Tanyanya heranAku hanya memutar bola mata malas, malas melihat dua penghianat itu. Sebelum mereka datang pak Herman sudah menyiapkan proyektor untuk memutar video yang aku kirim. Pasti mereka sangat terkejut."Disini kejutannya". Kata pak Herman sambil menunjuk kearah layar."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku." Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!""Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Suara mereka terdengar begitu jelas. Semua kejadian malam tadi terekam walaupun tidak begitu sempurna.Mas Wira tampak emosi melihatku. Aku tak takut dengan apa yang akan dia laku
Pov WiraAku Wiranata Prayoga seorang suami yang sangat beruntung beristrikan Kanaya Amelia, dia wanita tangguh, penyayang dan penurut. Rumah tanggaku berjalan mulus bahkan tanpa celah, sudah hampir empat tahun menikah.Kebahagiaan kami makin bertambah ketika Kanaya melahirkan bayi laki-laki mungil yang aku bernama Dimas Aksara Prayoga. Hubungan Kanaya dan semua keluargaku juga sangat baik terlebih dengan adik perempuanku Gina, mereka sangat dekat, walaupun keluargaku tinggal di Provinsi yang berbeda.Kanaya sangat memanjakanku dan juga Dimas, disamping menjalankan bisnis online-nya, namun tak mengurangi sedikitpun perhatiannya untukku dan anakku. Dia perempuan sempurna dimataku, tak ada satu alasanpun untukku meninggalkannya. Urusan kantorpun tak pernah ada masalah yang berarti, bahkan omset penjualan makin naik, tak ayal bonus penjualankupun makin bertambah.Setiap kali aku mendapatkan bonus tak lupa aku membelikan hadiah kecil untuk Kanaya dan Dimas. Mereka adalah belahan jiwaku.
Mila mengajaku liburan ke Curup, Curup merupakan daerah di kabupaten Rejang Lebong. Banyak sekali destinasi wisata disana.Salah satunya adalah Danau Mas Harun Bastari, disisi danau sebelah kiri ada villa yang view-nya langsung mengarah ke danau. Mila mengajakku kesana, untah untuk apa.Rencanaya aku akan mengajak Kanaya dan Dimas liburan. Tapi karena foto itu akhirnya aku menyetujui ajakan Mila.Selama di Curup Mila selalu menggodaku, tapi aku tak gentar, ketika malam aku sengaja pergi mencari angin malam dan aku memutuskan untuk tidur dimobil. Rasanya ingin sekali aku meninggalkan perempuan gil* itu di Villa, dan pulang memeluk Kanaya dan Dimas, namum foto itu."Mas kemana sih kok semalam tinggalin Mila sendiri". "Kan sudah aku bilang aku tidak mau"."Mas aku hamil". Mila menyodorkan tespect bergaris dua."Kenapa kamu kasih ke aku? aku bukan suamimu, akupun bukan kekasihmu!""Ini akibat perbuatanmu waktu dihotel beberapa minggu yang lalu mas.""Aku tidak yakin itu anakku, aku tidak
Lega hatiku setelah melihat Kanaya sudah ada dirumah. setelah mendekati area rumah ternyata, itu bukan Kanaya melainkan Mila. "Untuk apa lagi perempuan itu kesini". Batinku kesal.Aku mencari anak kunci yang selalu kusimpan didalam tas kerja. Setelah menemukan anak kunci, aku langsung mamebuka pintu dan langsung masuk kedalam rumah tanpa mempedulikan keberadaan Mila yang sedari tadi merengek. Namun perempuan itu justru mengikutiku sambil terus mengomel. Kututup pintu dengan sedikit membanting. Melihat reaksiku seperti ini, Mila tersulut emosi dan menggedor-gedor pintu rumahku."Mas, buka pintunya, mas." Panggilnya sambil terus menggedor pintu. Aku yamg pusing mendengar ocehannya, lantas membuka kembali pintu yang tadi kututup."Kamu bisa tida mengikutiku seperti ini?""Mas pokoknya kamu harus nikahin aku, aku gak mau tahu mas.""Selagi janin itu belum terbukti anakku maka tidak akan ada pernikahan." Ucapku penuh penekanan."Jadi kamu tega biarin anak ini tanpa ayah, oke kalau itu ma