Aku terus mengikuti pergerakan mobil mas Wira, mau kemana sebenarnya dia. Katanya tadi mau beli rok*ok.
Tiba-tiba gerimis turun lumayan deras, aku agak kesulitan mengawasi kemana arah mas Wira melaju. Na'as pas dilampu merah aku terjebak. Ketika mobil mas Wira berhasil melalui lampu hijau, pas giliraku, aku kalah cepat dan kehilangan jejak kemana perginya mas Wira."Sial." Gerutuku kesal. Pasti aku diomeli netizen karena gak dilabrak pas mas Wira menaikkan perempuan tadi.Aku cuma tidak ingin aku yang kemakansalah paham, makanya aku akan ikuti kemana mas Wira pergi. Aku putar balik, takut nanti mas Wira sampai aku belum dirumah. Bisa gawat.Hujan turun agak deras, baju yang kukenakan sudah basah karena aku lupakan membawa mantel. Seluruh tubuhku basah kuyup. Sesampainya dirumah, aku langsung diberondong banyak pertanyaan dari mbak Gita."Gimana Nay, Wira pergi kemana?" Tanya mbak Gita khawatir, ntah khawatir atau kepo. Tapi mbak Gita orangnya baik, gak mungkin hanya sekedar kepo belaka."Aku kehilangan jejak mbak, tadi pas dilampu merah, tapi aku tadi liat dia masukan perempuan." Masih kedinginan aku diintrogasi mbak Gita."Kamu ganti baju dulu deh, baru nanti cerita.""Iya mbak." Lalu aku ganti baju, baju yang basah kuyup tadi aku tarok dipaling bawah. Biar mas Wira tidak curiga.Aku kembali keruang tamu. Ternyata mbak Gita sudah membuatkanku teh hangat. Eh kok kebalik ya. Kan seharusnya aku yang membuatkan teh hangat, katena kan mbak Gita yang tamunya."Ini diminum dulu biar badannya hangat.""Makasih lho mbak, malah ngerepotin mbak gini, bentar ya aku ambil cemilan dulu." Bahkan sangking buru-burunya aku lupa mengeluarkan makanan untuk mbak Gita tadi.Aku ambil lempuk durian yang kubeli serempak mama kemaren. Akupun lupa untuk memankannya."Ini mbak dimakan, kmren aku beli sekalian pas ngantar mama beli oleh-oleh.""Wah lempuk, kesukaan mbak ini Nay." Mbak Gita mencomot lempuk dari piring. Dia ternyata sangat suka sekali lempuk durian."Eh iya gimana tadi.""Ya gitu pas dilampu merah aku kejebak. Trus hujan.ya terpaksa pulang dengan tangan kosong." Ucapku kesal."Yaudah gak usah kesal gitu, besok-besok kita kumpulkan lagi buktinya. Asal kamu tetap bersikap biasa sama Wira, mbak yakin dia belum kan berhenti tu Nay.""Iya mbak, selama ini mas Wira benar-benar rapi, gak sama sekali mencurigakan bahkan handphone-nya dia tarok disembarang tempat.""Kan suamimu hampir satu minggu diluar kota, bisa jadi mereka komitmen pas diluar kota aja mereka saling menghubungi.""Iya juga ya mbak, kok aku gak kefikiran sampai kesitu." Aku garuk-garuk kepala yang sebenarnya memang gatal, ntah ketombe mungkin. Huh...Tak lama mas Wira pulang, astaghfirullah aku lupa masukan motor, jawab apa kalau mas Wira nanya ya.Aku dan mbak Gita keluar, mbak Gita bermaksud pamit sekalian, karena mas Wira sudah pulang.Mas Wira berlari dari keteras sambil menutupi rambutnya dengan tas."Eh mbak Gita, udah lama mbak.""Iya Wir, udah habis teh satu gelas, hehehe...""Lho kamu darimana dek, kok motornya diluar?"Aku yang masih bingung mau jawab apa, mbak Gita langsung menjawan pertanyaan mas Wira."Itu tadi aku yang pinjam Wir, ke swalayan depan, eh pas pulangnya malah hujan, motor mbak lampunya putus.""Oh gitu, yaudah Wira masuk dulu ya mbak.""Iya Wir, mbak juga mau pamit, makasih ya motornya tadi.""Iya mbak sama-sama." Jawab kami bersamaan.Selamat, batinku lega. Mbak Gita menyelamatkanku."Ayok dek masuk, mas mau yang hangat-hangat nih." Matanya mulai menggodaku."Ih mas ni, aku buatkan kopi ya." Aku sebenarnya risih dengan rayuan mas Wira, namun aku harus pura-pura seperti biasa."Habis kopi, madinya ya. Hehehe...". Dengan tatapan menggoda mas Wira masuk kekamar mandi.Hemmm...aku mendengus kesal, gondok dalam hati, aku tarik nafas dalam-dalam biar otakku sedikit rileks. Pasalnya kalau udah begitu pasti mau minta haknya.Dan benar saja, aku tak dibuatnya tidur malam tadi. Ini yang selau membuat aku bertanya-tanya, mas Wira selau hangat denganku, kewajibannya tak pernah sedikitpun dia lewatkan baik nafkah batin maupun lahir.Tapi desas desusnya kalau mas Wira itu ganjen bahkan ada main sama salah satu temen kantornya. Perempuan yang kulihat malam tadi itu dari bodynya seperti Heni, tapi aku tidak yakin. Entahlah aku tidak mau berfikiran negatif. Sebaiknya aku cari bukti lagi.Pagi sekali aku sudah menyiapkan sarapan dan bekal untuk mas Wira keluar kota, katanya semalam dia akan berangkat pagi-pagi karena banyak tagihan.Tapi semenjak kejadian bedak dalam mobil dan malam tadi aku jadi parno sendiri. Fikiranku sudah melayang-layang memikirkan sesuatu yang buruk."Sayang kaos kaki mas dinama yang yang hitam?" Tanya lelakiku itu sambil berteriak."Ditempat biasalah mas.""Gak ada, tolong cariin dong, aku buru-buru nih.""Ih mas nih, awas ya kalau ada." Gerutuku kesal. Aku mematikan kompor dan berlari kekamar."Kalau ketemu mas kasih cium bolak-balik." Sambil mencolek daguku yang katanya runcing gitu. Menambah manisnya aku. Eh"Ini apa?" Sambil menunjukan 1 pasang kaos kaki yang memang aku simpan ditempat biasa, aku simpan bareng daleman dilaci khusus."Heheheh....sini aku kasih cium." Dan benar dia mendaratkan ciuman dipipi kanan kiriku bolak-balik."Udah mas aku mau lanjut masak." Aku tinggalkan mas Wira dikamar masih dengan cengiran kudanya.Tak habis fikir aku sama makhluk yang menyandang status suami ini, selalu tidak ketemu kalau mencari sesuatu, padahal ada didepan mata. Hemm..sebuah misteri yang tak terpecahkan.Pukul 06.30 mas Wira sudah siap, bahkan ini terlalu pagi untuk berangkat kerja. Kalaupun dia mampir kantor dulu setidaknya jam setengah delapan.Dimas sudah bangun setelah dicium mas Wira. Kami mengantar sampai didepan pintu pagar."Papa berangkat dulu ya sayang." Sambil mencium pipi gembil Dimas."Iya papa." Dimas yang biasa ditinggalkan dari bayi tak sedikitpun rewel ketika ditinggal mas Wira kerja berhari-hari."Dek hati-hati ya dirumah, kalau ada apa-apa telfon mas.""Iya mas." Mas Wira mencium keningku dan aku mengalami punggung tangannya.Gawai mas Wira tiba-tiba berbunyi, dia merogoh dari saku celananya, kulihat sekilah dilayar seperti inisial M dan hanya empat huruf. Apa itu Mila?Buru-buru mas Wira mamasukannya lagi kedalam kantong."Kok gak diangkat mas?" Tanyaku penasaran."Oh gak usah nanti aja, mas buru-buru soalnya."Mas Wira masuk kedalam mobil dan mengangkat telfon yang sedari tadi berdering."Iya sabar ini baru mau berangkat, tunggu aja." Samar kudengar mas Wira berbicara dengan sipenelfon, karena mesin mobil belum dia hidupkan jadi aku masih dengar."Siapa sih sebenarnya yang menelfon, kenapa aku jadi penasaran gini?"***Part 6Seharian aku tidak konsentrasi dengan pekerjaan rumahku, dikit-dikit aku baper dengan sikap mas Wira tadi. Aku berfikir untuk menyadap Wa mas Wira. Apa apa gak terlalu berlebihan ya. Nanti coba aku minta pendapat mbak Gita dulu deh.Sesudah memandikan Dimas aku berencana mau antar paket, sore nanti ada acara arisan ibu-ibu RT dirumah bu Julia. Sekalian nanti mampir kerumah mbak Gita.Sambil nunggu waktu arisan aku selonjoran sambil upload foto jualan. Aku scroll beranda aplikasi berlogo F itu. Ada status yang menyita perhatianku.[Pagi-pagi udah ada malaikat bawain nasi uduk]Mana ada malaikat bawa nasi uduk, aneh ini orang.Aku kepo donk siapa pemilik akun, nama akun tersebut "myla chayang wr"Eh kok namanya kayak gak asing gitu. Jiwa kepoku meronta-ronta. Banyak status bucin disana.[Makasih sayang udah anterin ke klinik]Lho lho lho ini kayak akun Mila, apa dia punya pacar. Kok statusnya bucin gitu.Eh sebentar bukannya dia kemaren dianterin mas Wira. Tapi itu status beber
Baju kemeja warna abu-abu polos melekat dibubuh kekar suamiku. Baju yang kemren Mila pilih-pilih ketika belanja denganku. Otakku benar-benar sakit harus memikirkan hal ini. Mas wira makin mendekat, aroma parfum laundry semerbak menggelitik hidungku. "Sayang, mas kangen". Seraya memelukku dan mendaratkan ciuman manis dikeningku. Dan beralih mencium Dimas."Baju baru mas? Tumbeh beli baju sendiri, biasanya nyeret-nyeret istri dulu kalau mau beli baju". Cecarku penuh rasa penasaran.Begitulah mas Wira tidak pernah mau beli baju sendiri, pasti dia akan mengajakku ketika dia suka baju yang dia lihat. Walaupun dia lihat itu ketika dia sendiri, tapi tidak langsung dia beli. Ntah besoknya dia mengajakku untuk membeli baju itu. Aneh bukan?"Eh ini kemarin mas lupa taroh laundryan, alhasih baju mas habis, kebetulan bener temen mas yang baru belajar jualan bawa sampel nya kekosan mas kemaren, jadi mas beli". Mas Wira menjelaskan namun tak mampu memandang mataku, dia berbicara sambil menggoda D
Aku tak bisa diam saja memunggu kabar mas Wira, aku harus ke apotek membeli obat untuk Dimas, kulihat Dimas dikamar sudah tertidur, aku berlari kerumah mbak Gita untuk minta tolong jaga Dimas."Mbak, assalamualaikum." Panggilku, ketika sudah berdiri didepan pintu rumah mbak Gita."Walaikumsalam, ada apa Nay?""Mbak tolong jagain Dimas sebentar ya, dia demam, sedangkan obatnya habis, aku mau ke apotek dulu.""Lho, Dimas demam? Kapan mulai demam Nay?""Tadi pagi mbak, yaudah aku ke apotek dulu ya mbak, nitip Dimas sebentar.""Iya Nay."Tanpa fikir panjang aku langsung melajukan motorku ke ATM terdekat, karena aku sama sekali tidak memegang uang barang sepeserpun, nasib baik, isi bensin dalam motor masih full.Sesampainya di ATM, ada beberpa orang yang tengah mengantre. Sambil menunggu, kau terus mencoba menghubungi mas Wira, namun tetap tak diangkat. Sampai pada giliranku masuk ke bilik ber Ac itu. Kumasukan selembar kartu kedalam mesin, setelah menekan beberapa nomor pin, aku langsung
Aku mondar-mandir menunggu kabar dari lab, mbak Gita terus menguatkanku, Setelah 30 menit berlalu hasil lab akhirnya keluar. Dan benar Dimas terkana DBD. Namun belum cukup parah, karena langsung dibawa ke rumah sakit, jadi bisa langsung ditangani.Setelah Dimas masuk ruang rawat inap Bu Julia izin pamit pulang dan diantar mas Sigit sekalian mengembalikan mobil. Sedangkan mbak Gita tetap menemaniku di rumah sakit."Nay kamu gak ngasih tau Wira kalian disini?"."Gak mbak, biar mas Wira cari tahu sendiri".Aku sengaja mematikan handphone agar aku bisa fokus mengurus Dimas dan melupakan kekesalanku pada mas Wira. Mas Wira benar-benar keterlaluan, sama sekali dia tak menghiraukan anaknya yang tengah sakit."Mbak kalau mbak mau pulang dulu gak apa-apa, mas Sigit pasti belum makan dari tadi mbak, mbak urus dulu mas Sigit".""Kamu gak apa-apa sendirian Nay?" Mbak Gita tampak khawatir. Dia tau aku sedang tidak baik-baik saja."Gak apa-apa mbak"."Yaudah kalau gitu mbak pulang dulu ya, sesuda
Ya motor metik itu tak lain tak bukan milik Hermila Mutiara, nama yang cantik namun sayang kelakuannya tak secantik namanya.Aku sengaja berhenti cukup jauh dari rumahku, agar aku bisa diam-diam memasuki rumah lewat pintu samping.Sekuat tenaga aku menahan emosiku agar tak meledak, karena aku tidak suka ribut-ribut atau semacamnya.Aku berjalan perlahan dengan kamera mode on, siap merekam setiap kejadian yang akan terjadi nanti."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku". Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!"."Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Dadaku naik turun menahan amarah, butiran bening seketika luruh tak terkendali. Kututup mulutku agar tak mengeluarkan suara. Masih kugenggam erat handphone yang masih merekam itu agar tak terjatuh.Pembicaraan macam apa ini, Mila hamil
Mereka berdua sangat terkejut melihatku ada diruangan pak Herman. Terlebih si gund*k itu. "Dek kok kmau disini, mas tadi pagi kerumah sakit kamu gak ada"."Sengaja mau kasih kejutan buat kalian"."Kejutan apa?" Tanyanya heranAku hanya memutar bola mata malas, malas melihat dua penghianat itu. Sebelum mereka datang pak Herman sudah menyiapkan proyektor untuk memutar video yang aku kirim. Pasti mereka sangat terkejut."Disini kejutannya". Kata pak Herman sambil menunjuk kearah layar."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku." Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!""Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Suara mereka terdengar begitu jelas. Semua kejadian malam tadi terekam walaupun tidak begitu sempurna.Mas Wira tampak emosi melihatku. Aku tak takut dengan apa yang akan dia laku
Pov WiraAku Wiranata Prayoga seorang suami yang sangat beruntung beristrikan Kanaya Amelia, dia wanita tangguh, penyayang dan penurut. Rumah tanggaku berjalan mulus bahkan tanpa celah, sudah hampir empat tahun menikah.Kebahagiaan kami makin bertambah ketika Kanaya melahirkan bayi laki-laki mungil yang aku bernama Dimas Aksara Prayoga. Hubungan Kanaya dan semua keluargaku juga sangat baik terlebih dengan adik perempuanku Gina, mereka sangat dekat, walaupun keluargaku tinggal di Provinsi yang berbeda.Kanaya sangat memanjakanku dan juga Dimas, disamping menjalankan bisnis online-nya, namun tak mengurangi sedikitpun perhatiannya untukku dan anakku. Dia perempuan sempurna dimataku, tak ada satu alasanpun untukku meninggalkannya. Urusan kantorpun tak pernah ada masalah yang berarti, bahkan omset penjualan makin naik, tak ayal bonus penjualankupun makin bertambah.Setiap kali aku mendapatkan bonus tak lupa aku membelikan hadiah kecil untuk Kanaya dan Dimas. Mereka adalah belahan jiwaku.
Mila mengajaku liburan ke Curup, Curup merupakan daerah di kabupaten Rejang Lebong. Banyak sekali destinasi wisata disana.Salah satunya adalah Danau Mas Harun Bastari, disisi danau sebelah kiri ada villa yang view-nya langsung mengarah ke danau. Mila mengajakku kesana, untah untuk apa.Rencanaya aku akan mengajak Kanaya dan Dimas liburan. Tapi karena foto itu akhirnya aku menyetujui ajakan Mila.Selama di Curup Mila selalu menggodaku, tapi aku tak gentar, ketika malam aku sengaja pergi mencari angin malam dan aku memutuskan untuk tidur dimobil. Rasanya ingin sekali aku meninggalkan perempuan gil* itu di Villa, dan pulang memeluk Kanaya dan Dimas, namum foto itu."Mas kemana sih kok semalam tinggalin Mila sendiri". "Kan sudah aku bilang aku tidak mau"."Mas aku hamil". Mila menyodorkan tespect bergaris dua."Kenapa kamu kasih ke aku? aku bukan suamimu, akupun bukan kekasihmu!""Ini akibat perbuatanmu waktu dihotel beberapa minggu yang lalu mas.""Aku tidak yakin itu anakku, aku tidak