Aku tak bisa diam saja memunggu kabar mas Wira, aku harus ke apotek membeli obat untuk Dimas, kulihat Dimas dikamar sudah tertidur, aku berlari kerumah mbak Gita untuk minta tolong jaga Dimas."Mbak, assalamualaikum." Panggilku, ketika sudah berdiri didepan pintu rumah mbak Gita."Walaikumsalam, ada apa Nay?""Mbak tolong jagain Dimas sebentar ya, dia demam, sedangkan obatnya habis, aku mau ke apotek dulu.""Lho, Dimas demam? Kapan mulai demam Nay?""Tadi pagi mbak, yaudah aku ke apotek dulu ya mbak, nitip Dimas sebentar.""Iya Nay."Tanpa fikir panjang aku langsung melajukan motorku ke ATM terdekat, karena aku sama sekali tidak memegang uang barang sepeserpun, nasib baik, isi bensin dalam motor masih full.Sesampainya di ATM, ada beberpa orang yang tengah mengantre. Sambil menunggu, kau terus mencoba menghubungi mas Wira, namun tetap tak diangkat. Sampai pada giliranku masuk ke bilik ber Ac itu. Kumasukan selembar kartu kedalam mesin, setelah menekan beberapa nomor pin, aku langsung
Aku mondar-mandir menunggu kabar dari lab, mbak Gita terus menguatkanku, Setelah 30 menit berlalu hasil lab akhirnya keluar. Dan benar Dimas terkana DBD. Namun belum cukup parah, karena langsung dibawa ke rumah sakit, jadi bisa langsung ditangani.Setelah Dimas masuk ruang rawat inap Bu Julia izin pamit pulang dan diantar mas Sigit sekalian mengembalikan mobil. Sedangkan mbak Gita tetap menemaniku di rumah sakit."Nay kamu gak ngasih tau Wira kalian disini?"."Gak mbak, biar mas Wira cari tahu sendiri".Aku sengaja mematikan handphone agar aku bisa fokus mengurus Dimas dan melupakan kekesalanku pada mas Wira. Mas Wira benar-benar keterlaluan, sama sekali dia tak menghiraukan anaknya yang tengah sakit."Mbak kalau mbak mau pulang dulu gak apa-apa, mas Sigit pasti belum makan dari tadi mbak, mbak urus dulu mas Sigit".""Kamu gak apa-apa sendirian Nay?" Mbak Gita tampak khawatir. Dia tau aku sedang tidak baik-baik saja."Gak apa-apa mbak"."Yaudah kalau gitu mbak pulang dulu ya, sesuda
Ya motor metik itu tak lain tak bukan milik Hermila Mutiara, nama yang cantik namun sayang kelakuannya tak secantik namanya.Aku sengaja berhenti cukup jauh dari rumahku, agar aku bisa diam-diam memasuki rumah lewat pintu samping.Sekuat tenaga aku menahan emosiku agar tak meledak, karena aku tidak suka ribut-ribut atau semacamnya.Aku berjalan perlahan dengan kamera mode on, siap merekam setiap kejadian yang akan terjadi nanti."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku". Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!"."Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Dadaku naik turun menahan amarah, butiran bening seketika luruh tak terkendali. Kututup mulutku agar tak mengeluarkan suara. Masih kugenggam erat handphone yang masih merekam itu agar tak terjatuh.Pembicaraan macam apa ini, Mila hamil
Mereka berdua sangat terkejut melihatku ada diruangan pak Herman. Terlebih si gund*k itu. "Dek kok kmau disini, mas tadi pagi kerumah sakit kamu gak ada"."Sengaja mau kasih kejutan buat kalian"."Kejutan apa?" Tanyanya heranAku hanya memutar bola mata malas, malas melihat dua penghianat itu. Sebelum mereka datang pak Herman sudah menyiapkan proyektor untuk memutar video yang aku kirim. Pasti mereka sangat terkejut."Disini kejutannya". Kata pak Herman sambil menunjuk kearah layar."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku." Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!""Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Suara mereka terdengar begitu jelas. Semua kejadian malam tadi terekam walaupun tidak begitu sempurna.Mas Wira tampak emosi melihatku. Aku tak takut dengan apa yang akan dia laku
Pov WiraAku Wiranata Prayoga seorang suami yang sangat beruntung beristrikan Kanaya Amelia, dia wanita tangguh, penyayang dan penurut. Rumah tanggaku berjalan mulus bahkan tanpa celah, sudah hampir empat tahun menikah.Kebahagiaan kami makin bertambah ketika Kanaya melahirkan bayi laki-laki mungil yang aku bernama Dimas Aksara Prayoga. Hubungan Kanaya dan semua keluargaku juga sangat baik terlebih dengan adik perempuanku Gina, mereka sangat dekat, walaupun keluargaku tinggal di Provinsi yang berbeda.Kanaya sangat memanjakanku dan juga Dimas, disamping menjalankan bisnis online-nya, namun tak mengurangi sedikitpun perhatiannya untukku dan anakku. Dia perempuan sempurna dimataku, tak ada satu alasanpun untukku meninggalkannya. Urusan kantorpun tak pernah ada masalah yang berarti, bahkan omset penjualan makin naik, tak ayal bonus penjualankupun makin bertambah.Setiap kali aku mendapatkan bonus tak lupa aku membelikan hadiah kecil untuk Kanaya dan Dimas. Mereka adalah belahan jiwaku.
Mila mengajaku liburan ke Curup, Curup merupakan daerah di kabupaten Rejang Lebong. Banyak sekali destinasi wisata disana.Salah satunya adalah Danau Mas Harun Bastari, disisi danau sebelah kiri ada villa yang view-nya langsung mengarah ke danau. Mila mengajakku kesana, untah untuk apa.Rencanaya aku akan mengajak Kanaya dan Dimas liburan. Tapi karena foto itu akhirnya aku menyetujui ajakan Mila.Selama di Curup Mila selalu menggodaku, tapi aku tak gentar, ketika malam aku sengaja pergi mencari angin malam dan aku memutuskan untuk tidur dimobil. Rasanya ingin sekali aku meninggalkan perempuan gil* itu di Villa, dan pulang memeluk Kanaya dan Dimas, namum foto itu."Mas kemana sih kok semalam tinggalin Mila sendiri". "Kan sudah aku bilang aku tidak mau"."Mas aku hamil". Mila menyodorkan tespect bergaris dua."Kenapa kamu kasih ke aku? aku bukan suamimu, akupun bukan kekasihmu!""Ini akibat perbuatanmu waktu dihotel beberapa minggu yang lalu mas.""Aku tidak yakin itu anakku, aku tidak
Lega hatiku setelah melihat Kanaya sudah ada dirumah. setelah mendekati area rumah ternyata, itu bukan Kanaya melainkan Mila. "Untuk apa lagi perempuan itu kesini". Batinku kesal.Aku mencari anak kunci yang selalu kusimpan didalam tas kerja. Setelah menemukan anak kunci, aku langsung mamebuka pintu dan langsung masuk kedalam rumah tanpa mempedulikan keberadaan Mila yang sedari tadi merengek. Namun perempuan itu justru mengikutiku sambil terus mengomel. Kututup pintu dengan sedikit membanting. Melihat reaksiku seperti ini, Mila tersulut emosi dan menggedor-gedor pintu rumahku."Mas, buka pintunya, mas." Panggilnya sambil terus menggedor pintu. Aku yamg pusing mendengar ocehannya, lantas membuka kembali pintu yang tadi kututup."Kamu bisa tida mengikutiku seperti ini?""Mas pokoknya kamu harus nikahin aku, aku gak mau tahu mas.""Selagi janin itu belum terbukti anakku maka tidak akan ada pernikahan." Ucapku penuh penekanan."Jadi kamu tega biarin anak ini tanpa ayah, oke kalau itu ma
Ada rasa sesal yang menggelayut manja dipundakku, apa langkahku sudah tepat? Melaporkan skandal mas Wira dan Mila ke pak Herman dan berujung pemecatan mereka. Mas Wira selama ini baik bahkan sangat baik, hanya saja mulai berubah ketika sepulang dari acara gathering waktu itu."Dek maafin mas." Mas Wira mendekatiku yang tengah melamun didepan mesin cuci. Aku terperanjat dan pura-pura memilah-milah baju yang akan aku cuci."Kamu melamun dek?" Tanya mas Wira."Mas, mas laki-laki kan? Mas harus bertanggung jawab atas perbuatan mas." Ucapku pelan, tak ada lagi semangat dalam hidupku. "Mas akan buktikan kalau yang dikandung Mila bukan anak mas." Mas Wira masih dengan pendiriannya."Jadi untuk apa dia minta pertanggung jawaban mas kalau mas gak tidur sama dia?""Dengerin mas dulu ya.""Oke mas, coba mas jelaskan.""Waktu acara gathering, mas dijebak, pak Herman menyuruh mas ambil sesuatu dikamar hotel, namun ketika mas sampai disana, malah ada Mila dengan pakaian yang tidak pantas, mas lang