DHUAAARRR!!!!
Ochi yang berjalan kearah mobil untuk mengambil kunci yang ketinggalan di dalam tas, sekonyong-konyong melompat kaget. Ia mendengar suara ledakan yang begitu memekakkan telinga. Tanah yang dipijaknya bergetar dan menimbulkan teriakan massal dari orang-orang yang berada di sekitar lokasi ledakan. Mereka terlihat panik dan ketakutan. Orang-orang berlarian berusaha saling menyelamatkan diri.
Dengan mata kepalanya sendiri, Ochi melihat Badai melompat dan langsung tiarap, saat pintu kayu jati rumahnya tercabik-cabik menjadi serpihan-serpihan kecil. Bahkan dinding rumahnya tampak sedikit berlubang akibat kuatnya ledakan.
Ochi memperhatikan tubuhnya sendiri. Beberapa serpihan kayu dan debu menggores pipi dan beberapa bagian kulit luar tubuhnya. Lengannya luka-luka, seperti terkena serpihan logam. Kepalanya juga terkena serpihan beton tembok yang membuatnya pusing seketika.
Ketik
"Pak...""Hmmmm..""Tadi Bapak bertengkar ya dengan Pak Elang? Karena saya?""Bukan karena kamu, Sayang. Tapi karena perasaan saya terhadap kamu."Badai membalikkan tubuhnya menjadi saling berhadapan dengan Ochi. Ia ingin menyampaikan suatu berita yang mungkin akan segera diputuskan oleh Timor Bandung I atas kasus Ochi. Dia ingin menyampaikan kemungkinan terburuk bagi hubungan mereka berdua, tetapi kemungkinan terbaik bagi kesatuannya."Seperti yang pernah saya katakan dulu, kamu itu sebenarnya adalah tanggungan Elang dan kesatuannya di Detasemen Khusus 88. Saya ini hanyalah pengganti dirinya yang kala itu yang memang sedang cuti karena istrinya sedang melahirkan.""Densus 88 itu apa sih, Pak? Kenapa saya harus menjadi tanggung jawab mereka?""Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara kita, Ochi. Densus 88 ini, me
Ochi sedikit heran saat mendapati kondisi rumah orang tuanya dalam keadaan yang sepi-sepi saja. Seperti tidak ada orang di dalam rumah. Biasanya setiap sore menjelang malam begini, ayahnya suka sekali duduk di teras rumah, sambil menikmati semilir angin sore. Apalagi jika ditemani dengan secangkir kopi hitam kesukaannya.Tok! Tok! Tok!"Ayah! Ibu!" Ochi mulai memanggil-manggil kedua orang tuanya. Namun tidak terdengar sahutan sama sekali. Setelah cukup lama menunggu dan tidak mendapatkan jawaban sama sekali, akhirnya Ochi memutuskan untuk masuk dan menunggu mereka di dalam rumah saja. Seingatnya, ia masih memiliki kunci cadangan di tasnya. Sepertinya memang kedua orang tuanya sedang keluar rumah. Sakit-sakit begini malah keluyuran. Apakah mereka berdua sedang ke rumah sakit ya? Batin Ochi.Ochi merogoh-rogoh sisi terdalam tasnya. Mencari-cari kunci rumah cadangan yang syukurnya ada di dalam tas. Ochi pun segera ma
"Astaga, ada apa ini? Lho Banyu, kamu kenapa ini Nak? Kok kamu bisa sampai babak belur begini?"Bu Ranti kaget saat tiba di rumah malah menjumpai Ochi, Banyu dan dua orang polisi sudah ada di dalam ruang tamu rumahnya. Apakah rumahnya mendapatkan ancaman teror bom juga, batinnya. Tetapi kenapa tangan Banyu bentuknya agak aneh, dan wajahnya babak belur seperti habis dikeroyok massa seperti ini?"Akhhhhhh... Aduhhh!!"Banyu kesakitan saat Bu Ranti mencoba meraih tangannya untuk membantunya berdiri. Bu Ranti kasihan melihat Banyu terduduk kesakitan di lantai. Bu Ranti tidak tahu kalau tangan Banyu telah dipatahkan Badai dalam arti yang sebenar-benarnya."Tangan kamu kenapa, Nyu? Astaghfirullahaladzim! Tangan kamu patah ya, Nak?"Banyu mengangguk sambil meringis kesakitan. Ibu Ranti ini tidak tahu, bahwa dirinya baru saja siuman setelah dihajar polisi kampre* ini. Tatapan Ban
Ochi sedang bersiap-siap berangkat mengajar, saat mendengar suara tangisan bayi dari arah kamar Elang. Ochi tadi melihat bahwa baby sitter yang biasa merawat baby Nuri, sedang membantu Bu Gading, istri Pak Elang mandi. Pak Elang pasti kebingungan disuruh mengurus bayi merah seorang diri yang sedang menangis kencang pagi-pagi.Tok! Tok! Tok!"Masuk saja, tidak dikunci."Ochi pun mendorong pintu kamar Elang. Ochi berusaha menahan tawa, saat melihat polisi macho seperti Elang menyanyikan lagu Aku Seorang Kapiten. Elang bernyanyi dengan suara kencang, lengkap dengan tarian ala ala militernya. Bukannya diam, baby Nuri kini malah menangis semakin kencang, yang membuat papanya jadi semakin kebingungan."Duh, anak cantik kok nangis sih? Suara Papa nggak bagus ya, Nak? Apalagi tariannya ya, Sayang? Mirip apa coba? Mirip ceetah ya? Ayo sini Tante gendong aja ya?
Ochi tiba di sekolah pukul 07.45 WIB. Masih ada sisa waktu lima belas menit lagi sebelum bell berbunyi. Ochi sebenarnya merasa risih sekali karena Lando terus saja mengikuti segala kegiatannya dalam diam. Rekan-rekan guru yang lain sudah tahu kalau Ochi sekarang dikawal karena menjadi seorang saksi kunci.Masalahnya sekarang adalah, pengawalnya yang seganteng Orlando Bloom beneran ini membuat mereka semua menjadi tidak berkonsentrasi mengajar karena sibuk memodusi Lando dengan seribu satu alasan. Dari mulai meminta untuk sekedar wifie bersama, sampai ada yang dengan berani meminta nomor ponselnya. Tetapi tidak ada satu pun permintaan mereka yang digubris oleh Lando. Orlando ini memang benar-benar seorang raja tega."Selamat pagi calon istri. Sudah sarapan belum? Kalau belum, ini saya bawakan nasi goreng special. Mama sendiri lho yang memasaknya."Ochi kaget saat masuk kedalam ruang guru sudah disambut oleh Raganda
"Sudah dong Pak Lando, tidak usah diulang-ulang lagi kejadiannya bisa tidak? Saya malu!!" Ochi dengan mata basah memelototi Orlando dengan kesal. Mana istri Elang sekarang ikut ngakak lagi."Maaf Bu Sean. Saya ditanya, jadi saya wajib menjawab pertanyaan atasan saya." Orlando menjawab kaku dengan posisi tubuh berdiri tegap ala militernya."Tapi kan tidak harus menjawabnya dengan kata-kata yang selugas itu? Bisa tidak kalau bahasanya di kondisikan?" Ochi masih ngotot menganggap kalau Orlando memang sengaja berniat untuk mempermalukannya."Saya belum menemukan sinonim kata alat kelamin selain peni*, Bu. Dan Saya memilih kata alat kelamin sebagai upaya agar lebih sopan untuk didengar. Apa Ibu lebih memilih saya untuk menggunakan opsi yang pertama?" Orlando memang berbicara dengan Ochi, tetapi pandangannya jauh kedepan menatap tembok.Ochi kali ini sudah tidak sanggup lagi untuk menjawab kata-kata Orl
Badai membaringkan tubuh Ochi yang pingsan di sofa panjang dan menaikkan kaki Ochi lebih tinggi sekitar 30 cm dari jantung. Cara ini akan mengembalikan aliran darahnya kembali ke otak."Lo berdua keluar dulu ya? Gue mau melonggarkan pakaian Ochi dulu biar lega." Badai bermaksud untuk membuka kemeja putih Ochi. Saking paniknya dia tidak berfikir bahwa dia belum boleh bertindak sejauh itu dengan Ochi yang belum menjadi siapa-siapanya." Maaf Pak KomJen. Apa tidak sebaiknya kita memanggil Bu Elang atau Mbok yang bekerja di rumah ini saja untuk menyalin pakaiannya Bu Sean?" Orlando tampak memandang tidak rela pada tangan Badai yang sedang berupaya untuk melepas kancing pertama kemeja Ochi."Anda ini siapa berani memerintah-merintah saya?" Badai langsung menyalak. "Saya ini polisi, sama seperti Bapak juga. Walaupun pangkat kita jauh berbeda.
"Ternyata memang benar-benar JK lah pelakunya. Saya sama sekali tidak menyangka, polisi yang dulunya begitu santun, taat dan berbakat seperti dia, bisa berubah sampai sejauh ini. Saya sungguh tidak habis pikir. Kalau dulu katakanlah itu semua demi biaya pengobatan ibunya, itu masih masuk akal. Dia terpaksa melakukannya walau pun itu tidak dibenarkan sama sekali. Tetapi sekarang untuk apa coba?"Timor Bandung I nya terlihat sangat kecewa. Badai mengerti, dulu atasannya ini sangat mengandalkan mereka bertiga. Dia, JK dan Elang memang menonjol dalam kesatuan mereka masing-masing. Mereka memiliki keistimewaan diatas rata-rata teman seangkatan mereka lainnya. Makanya prestasi mereka dengan cepat mengangkat sistem kepangkatan mereka dibanding rekan-rekan se letting nya."Tugas anda akan menjadi lebih berat lagi Pak Badai. Karena ini bisa dikatakan dengan kasus hantu yang hidup lagi. Disatu sisi kita harus mengungkapkan kebenara