Share

Bab 2. Bulan

Author: TasTag
last update Last Updated: 2022-07-29 14:08:54

Aku begitu berdebar. Namun, semua itu sirna ketika perempuan tua itu tersenyum dan menggandeng tanganku.

"Oh, iya Nak Aldi. Silahkan masuk! Bibi sudah menunggu Nak Aldi dari tadi."

Aku bergegas melangkah masuk, perasaaanku semakin tak karuan saat terlalu lama berada di teras rumah. Setelah aku memasuki rumah paman, perasaan diikuti seseorang tadi seketika menghilang. 

"Duduk dulu, Nak!" ucap nenek tua tadi, "Kenalkan, saya Bi Sari. Saya yang merawat rumah ini selama Suwarno tidak ada."

"Iya, Bi. Aldi sudah dengar dari paman." 

Bi Sari tersenyum, beliau lantas menyuruhku duduk di kursi berbahan kayu yang berada di ruang tamu, "Silahkan duduk, Nak Aldi."

"Rumah Bibi ada di belakang rumah ini. Kalau Nak Aldi membutuhkan sesuatu, panggil saja Bibi."

"Baik, Bi. Terimakasih," jawabku ramah.

"Tunggu disini, jangan kemana-mana, Bibi panggil si Mbah dulu ya, sekalian Bibi ambilkan minum." Ucap Bi Sari padaku yang terlihat sudah sangat lelah.

Seumur hidupku, baru kali ini aku melihat rumah tua seperti museum peninggalan jaman dulu yang masih dihuni.

Mataku tak bisa berhenti berkeliling, menatap satu persatu dengan jeli. Perabotan antik yang sangat terawat, disimpan dengan rapi di lemari berbahan kayu jati yang kokoh. Tak ada satu pun yang terlewat dari pandanganku, termasuk lukisan jaman dulu yang masih terlihat seperti baru.

Saat itu, mataku tertuju pada sebuah lukisan yang menggantung di atas meja panjang berisi bunga yang berwarna merah menyala. Lukisan seorang gadis muda yang cantik, matanya bersinar seperti memandang ke arahku. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku, rasanya aku telah ditarik untuk melihat lukisan itu dari dekat.

'Wusshhh ...' Tiba- tiba angin bertiup ke arahku. Aku memejamkan mataku segera, berharap angin itu tak memasuki kedua mataku.

Saat aku membuka mata, betapa terkejutnya aku yang tiba-tiba berada di sebuah hutan yang gelap dan sepi.

"Di mana aku?" gumamku.

Aku melihat sekelilingku, hanya ada pohon-pohon karet yang tinggi menjulang, seperti sebuah perkebunan.

Aku semakin tak mengerti, kenapa aku berada di tempat ini, apa aku sedang bermimpi?

Dari jauh, aku seperti mendengar suara tawa dari seorang gadis. Tawa yang terdengar seperti sedang bersenda gurau. Seketika aku merasa lega, ternyata ada orang lain selain aku di sini. Aku segera mencari sumber suara itu, berharap semoga benar-benar ada yang orang di sana.

Aku berjalan di antara semak-semak belukar, mencari arah sumber suara itu. Saat tawa itu sudah mulai terdengar semakin dekat, tawa itu berubah menjadi tangisan yang sangat pilu.

Aku berhenti, bulu kudukku berdiri. Di kegelapan hutan yang rindang, aku telah mendengar suara tawa yang telah berubah menjadi tangisan. Di mana aku sebenarnya? Aku sangat takut, perasaanku tak karuan. Aku segera berbalik arah dan berlari menjauh.

Tiba-tiba, sosok gadis dengan rambut panjang menjuntai telah berada di hadapanku. Rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya, dia melambaikan tangan yang pucat itu ke arahku.

Sayup-sayup aku mendengar dia berkata dengan pelan, "Aldi ...."

***

Tak!

Aku tersadar dari lamunanku. Tiba-tiba bahuku terasa sakit, seperti ada yang memukulku berulang kali. Aku melihat sekelilingku. Di sana sudah ada Bi Sari dan seorang kakek tua.

"Nak Aldi tidak apa-apa? Bibi sudah bilang, jangan ke mana-mana!" ucap Bi Sari yang terlihat khawatir.

Aku merasa heran, apa yang terjadi sebenarnya? Seingatku, terakhir kali aku sedang melihat sebuah lukisan gadis muda, lalu aku tiba-tiba berada di sebuah hutan yang gelap. Dan sekarang aku telah kembali berada di rumah ini.

"Nak Aldi, saya Mbah Atmojo, panggil saja Mbah Atmo," ucap Mbah Atmo yang menatapku dalam.

"Sekarang pasti Nak Aldi sangat kebingungan. Minumlah dulu," pinta Mbah Atmo padaku. Segelas air putih diberikan Bi Sari padaku. Dengan wajah yang masih terlihat kebingungan, aku terus mengingat kejadian tadi.

Mbah Atmo berkata lagi padaku, "Tidak usah bingung begitu. Nanti juga Nak Aldi paham."

Aku semakin merasa bingung, sepertinya ada sesuatu yang belum aku ketahui tentang rumah ini dari paman. Tapi, apa?

Mbah Atmo beranjak dari duduknya, beliau menyuruh Bi Sari segera membawaku ke kamar yang telah sengaja disiapkan untukku.

Rumah ini memiliki dua bangunan inti yang dipisahkan oleh sebuah taman kecil. Terdapat berbagai tanaman hias yang sengaja disimpan untuk mempercantik suasana taman. Kebetulan, kamarku berada di bangunan kedua. Jadi, aku harus melewati taman yang memisahkan kedua bangunan itu.

Setelah sampai di depan kamar baruku, aku sudah disuguhi pemandangan yang asri dengan jendela menghadap ke sebuah perkebunan milik warga. Kulihat Bi Sari langsung merapikan tempat tidurku.

Karena masih penasaran, aku terus bertanya pada Bi Sari, "Maaf, Bi. Kalau boleh tahu, tadi itu lukisan siapa ya?"

Bi Sari tersenyum, matanya mulai berkaca-kaca. "Itu lukisan anak Bibi, namanya Bulan. Dia sudah meninggal 10 tahun lalu," jawab Bi Sari lirih.

Air mata Bi Sari jatuh seketika, terlihat tatapan rindu terpancar dari kedua matanya yang telah memiliki kantung mata yang dalam. Kemudian Bi Sari mulai bercerita padaku seraya melipat beberapa handuk yang menggantung di dinding kamarku.

Dari ceritanya, aku mengetahui bahwa sepuluh tahun lalu Bulan tiba-tiba mengalami sakit yang misterius. Badannya sering kali menggigil tanpa ada penyebab. Saat malam tiba, Bulan sering berteriak-teriak seperti memanggil nama seseorang. Dia banyak melamun saat itu, kata Bi Sari.

Kejadian itu bermula saat Bulan berusia tujuh belas tahun. Dia tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita dan ceria. Para pemuda di desa ini saling memperebutkan untuk mendapatkan Bulan.

Banyak dari mereka datang ke rumah untuk meminang Bulan yang saat itu masih belia. Bulan masih senang bermain dengan teman-teman sebayanya. Jadi, Bi Sari tak menyuruh Bulan untuk segera menikah.

Tapi, kebahagian Bulan berhenti setelah seorang pria datang ke rumah Bi Sari untuk meminang putri semata wayangnya. Tentu saja, Bi Sari dan Mbah Atmo meminta pendapat Bulan terlebih dahulu. Masih dengan pendiriannya, Bulan tak ingin cepat-cepat menikah. Bulan bilang, dia masih ingin bermain bersama teman sebayanya.

Penolakan Bulan rupanya telah membuat pria itu merasa sakit hati. Entah apa yang diperbuat pria itu, Bulan mengalami sakit yang misterius setelah kejadian itu. Sehingga setahun setelahnya, Bulan meninggal dalam keadaan sakit yang masih belum diketahui oleh dokter sekali pun.

Setelah mendengar cerita Bi Sari, aku merasakan bulu kudukku berdiri. Aku merasa iba sekaligus merasa takut. Rupanya di desa ini masih ada orang yang melakukan perbuatan keji seperti itu. Bi Sari bilang, dia tidak ingin berprasangka buruk. Tapi, pria itu terus muncul di mimpi Bi Sari seperti petunjuk atas doa-doa yang Bi Sari panjatkan untuk almarhumah Bulan.

***

Pagi hari, udara masih terasa dingin. Aku membuka setengah pintu jendela kamarku. Burung berkicau riang, matahari mulai menunjukkan cahaya yang membuat udara perlahan mulai terasa hangat.

Aku keluar dari kamar melewati taman untuk menuju ke dapur. Perutku rasanya sangat lapar setelah menempuh perjalanan panjang tadi malam.

Tiba-tiba, kurasakan sebuah sosok melewatiku dari belakang. Segera kutengok dengan perasaaan takut. Tapi, tak kutemukan apa-apa di sana.

Aku terus berjalan, sudut mataku menangkap keberadaan sosok itu. Rupanya, dia terus memperhatikanku dari jauh. Kupercepat langkahku menuju dapur, mungkin di sana ada Bi Sari atau Mbah Atmo, pikirku.

Rupanya, di rumah ini sudah tidak ada seorang pun. Bi Sari telah meninggalkan sepucuk surat di atas meja makan yang ternyata sudah tersedia sarapan untukku.

[ Nak, Aldi. Bibi dan Si Mbah sudah pergi ke ladang.Bibi sudah siapkan sarapan untuk Nak Aldi. Kalau Nak Aldi butuh sesuatu, Bibi sudah menyuruh Nur untuk mambantu Nak Aldi. ] begitu isi surat dari Bi Sari.

"Nur? Siapa itu?" gumamku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misteri Desa Purnama   Bab 67. Kisah Jaka : Energi Jahat Itu Terus Kembali

    Suara isak tangis dari Ibu pun terdengar. Aroma minyak angin terasa menyengat. Cahaya lampu yang menyinari wajahku pun terlihat semakin terang. Aku telah sadar sepenuhnya. "Ibu?" Kata pertama yang keluar dari mulutku.Rasa takut itu kini kembali. Apakah aku mungkin akan menyakiti Ibu dan Ayah saat aku kembali tak sadar?"Ibu, Ayah, Aku takut." Tangisku pun pecah.Selama ini aku berpikir aku adalah gadis yang kuat. Tapi, aku salah. Aku sangat lemah. Aku takut, aku takut pada diriku sendiri."Ibu dan Ayah ada di sini bersama Janis. Janis tidak perlu takut," ucap Ibu sembari terus memeluk dan menciumku.Setelah kejadian itu, aku tak masuk sekolah selama satu minggu. Aku hanya beristirahat di rumah ditemani Ibu dan kakak laki-laki keduaku bernama Bagas.Dan benar saja aku sendirian kali ini, Jaka menghilang seperti yang lain. Apa ucapanku tempo hari sangat keterlaluan? Apa Jaka benar-benar tidak akan menemuiku lagi?"Ah ... kenapa aku terus mengingatnya. Padahal dia sama saja dengan hantu

  • Misteri Desa Purnama   Bab 66. Kisah Jaka : Akar Masalah

    "Kau sungguh bodoh? Atau pura-pura bodoh?" Aku terus berteriak pada Jaka yang terlihat menyesali perbuatannya. Sesekali dia mencoba bicara tapi aku tak membiarkannya. Amarahku terasa mencuat saat melihat wajahnya. "Lihat, gadis itu terus mengikutiku!" bentakku pada Jaka."Maafkan aku, Janis. Saat itu, aku tak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan temanmu," jawab Jaka."Kau tahu? Akibat dari perbuatan pahlawanmu itu, aku tak bisa lagi hidup sesuai keinginanku. Gadis itu akan terus mengikutiku," bentakku lagi.Jaka terdiam sesaat, lalu bersujud dan kembali berucap lirih."Apa yang harus aku lakukan untuk menebus dosaku padamu?" Matanya mulai berkaca-kaca."Jangan pernah lagi muncul dihadapanku. Aku sudah tak membutuhkanmu!" Jaka terdiam, kini air mata itu benar-benar menetes. "Janis. Apa kau bersungguh-sungguh?" Ucapannya sedikit membuatku merasa iba. Tapi, apa yang Jaka lakukan sudah sangat keterlaluan bagiku."Ha ... ha ... hantuuuuu!!" teriak Mbok Karsih dari dapur.Aku sege

  • Misteri Desa Purnama   Bab 65. Kisah Jaka : Jaka yang Ceroboh

    Matahari pagi mulai menunjukkan eksistensinya. Sorot cahaya dari lampu tidurku mulai meredup.Aku bangun dari tidurku yang nyenyak, disuguhi dengan Jason yang sudah menungguku di balik tirai kamar.Ketenangan itu berubah menjadi suara bising yang Jason timbulkan saat melihatku mulai membuka mata."Kakak. Ayo main ... " ajaknya seperti biasa.Aku meregangkan otot-ototku yang telah dipaksa untuk beraktivitas kembali. Mengumpulkan nyawa sembari menguap, begitu pula dengan Jason yang mulai terbawa suasana."Aku harus ke sekolah hari ini. pulang sekolah, Kakak berjanji akan bermain denganmu." Jason hanya mengangguk pasrah. Mengalah untuk kesekian kalinya."Oh ya, di mana, Jaka?" tanyaku pada Lastri saat hendak sarapan.Seperti biasa, sekolah adalah tempat yang paling menyebalkan bagiku saat ini. Bukan hanya gangguan dari Maria dan Intan, tetapi gangguan dari mereka yang merasakan aku memiliki kemampuan melihat mereka pun terus mengikutiku dari gerbang menuju gedung sekolah. Kebanyakan da

  • Misteri Desa Purnama   Bab 64. Kisah Jaka : Dunia Luar

    Beberapa hari setelahnya. Seperti biasa aku pamit pada Jason yang selalu menungguku setiap pulang sekolah untuk bermain. Di sana juga ada Lastri yang sudah bergelantungan di pohon manggis depan rumah. Ya, pohon besar itu sudah menjadi rumah untuk Lastri berpuluh-puluh tahun yang lalu. "Mba, Janis. Ini makan siangnya ketinggalan!" panggil Mbok Karsih. "Oh, iya. Terima kasih, ya, Mbok." Aku segera mengambil bekal itu dan berlari menuju mobil yang dikendarai ibuku. Beberapa hari ini aku mulai membawa bekal makan siang ke sekolah. Kejadian tempo hari membuatku jadi lebih waspada akan kehadiran mereka. Sesampainya di sekolah, aku keluar dari mobil setelah berpamitan dengan ibuku yang juga akan berangkat mengajar. "Hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa, segera telepon Ibu," perintahnya. Aku hanya mengangguk. Itu adalah kata-kata yang selalu terucap dari mulut ibuku selama tujuh belas tahun. Ibu selalu terlihat khawatir sejak mengetahui bahwa aku memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh

  • Misteri Desa Purnama   Bab 63. Kisah Jaka : Hal yang Paling Menakutkan

    Pukul dua siang, pelajaran pun telah usai. Aku segera keluar dari kelas untuk menemui Jaka. Pasti dia telah menungguku di gerbang sekolah. Berbahaya jika dia melihat makhluk lain yang mengganggu di sekolah ini. Pasti dia selalu ingin ikut campur pada masalah orang lain. Tiba-tiba saja, aku dikejutkan dengan seseorang yang menarik tanganku dan menyeretku pergi dari ruang kelas. Dia adalah Maria dan Intan. "Apa yang kalian lakukan?" Aku mencoba melepaskan genggaman Maria yang terasa sangat kasar. Namun, tenagaku rupanya tak cukup kuat untuk melawan mereka."Ikuti saja kami. Jangan banyak tanya!" bentak Maria. Rupanya mereka berencana membawaku ke gedung olahraga yang sudah kosong. Gedung itu berada di barisan gedung sekolah paling belakang, jadi sangat jarang dilewati oleh murid kecuali ada pertandingan olahraga yang mengharuskan memakai gedung tersebut. Maria dan Intan sepertinya sengaja membawaku kemari.

  • Misteri Desa Purnama   Bab 62. Kisah Jaka : Sekolah yang Menyenangkan

    "Baru saja, Mbok," jawabku.Sejak Jaka meninggal, Mbok Sum hanya tinggal seorang diri. Ayah Jaka telah lebih dulu meninggal karena penyakit yang sama dengan yang diderita Mbok Sum."Ini, Janis belikan obat untuk Mbok Sum. Tolong diterima, ya." Aku memberikan sebuah kantong plastik berwarna putih. Isinya obat-obatan yang biasa Mbok Sum konsumsi. Semua itu resep yang diberitahukan Jaka padaku.Jaka terlihat begitu sangat khawatir pada Mbok Sum yang sering sakit-sakitan. Sesekali dia terlihat menyeka air matanya, memandang ibunya dengan perasaan sedih karena tak bisa berada di sisinya.Jaka merasa tak bisa tenang untuk meninggalkan Mbok Sum sendiri dan aku pun telah berjanji akan membantu mengurus keperluannya.***Malam hari adalah waktu yang sangat menyebalkan bagiku. Betapa tidak, mereka yang sedari tadi sudah mengawasiku kini mulai berani mendekat. Mulai dari memainkan rambut, melempar buku, hingga menunjukkan wujud me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status