Share

Bab 79

last update Dernière mise à jour: 2025-11-30 20:02:26

Tahun-tahun berlalu seperti debu waktu yang berjatuhan perlahan.

Dunia telah berubah; gedung-gedung semakin tinggi, suara manusia semakin ramai, dan teknologi membuat berita berlari lebih cepat dari nurani.

Di tengah semua itu, ada satu ruang yang tetap tenang , ruang kuliah di Fakultas Jurnalistik Universitas Darma Persada, tempat Adrian dan Raina kini mengajar.

Ruang itu sederhana, tetapi di dinding depannya tergantung sebuah cermin besar berbingkai kayu tua.

Cermin yang dulu pernah menjadi saksi dari perjalanan Adrian di antara dunia-dunia, kini berdiri kokoh, bersih, dan tak pernah retak lagi.

Setiap kali cahaya pagi menembus jendela besar di belakang kelas, pantulan di permukaannya memantulkan ratusan wajah muda.

Para mahasiswa yang datang bukan hanya untuk belajar menulis berita, tapi untuk belajar bagaimana menulis dengan hati.

“Jurnalisme moral,” kata Adrian dengan suara tenang sambil berdiri di depan kelas,
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • Misteri Wangi Pandan Di Tengah Malam   Bab 139

    Senja di Taman Pandan Senja turun perlahan di atas Taman Pandan. Cahaya jingga menembus sela-sela dedaunan, menari di permukaan danau yang tenang. Angin berhembus lembut, menggoyangkan daun pandan yang tinggi, seolah menyambut kedatangan seorang pengunjung yang berjalan perlahan di jalan setapak. Lina Mei melangkah di antara rerumputan hijau, tangannya sesekali menyentuh daun pandan yang basah oleh embun sore. Setiap langkah terasa berat dan ringan sekaligus berat karena kenangan panjang dari masa lalu, ringan karena ketenangan yang kini mengisi hatinya. Ia tahu, setiap inci taman ini menyimpan sejarah yang panjang: cermin yang menghubungkan dunia, jiwa yang tersesat, pengorbanan Adrian dan Raina, dan semua roh yang akhirnya menemukan rumahnya. Suara air yang menetes dari pancuran kecil di danau menambah ketenangan. Burung-burung pulang ke sarang, menyanyi lembut, dan bunga m

  • Misteri Wangi Pandan Di Tengah Malam   Bab 138

    Matahari pagi menyelimuti desa kecil itu dengan cahaya hangat, menembus sela-sela pepohonan yang rindang. Rumah-rumah kayu sederhana berjajar rapi, dan aroma tanah basah bercampur wangi bunga melati yang tumbuh di sepanjang jalan setapak. Adrian duduk di teras rumahnya, menatap lembah yang jauh, tempat matahari perlahan menyingkap kabut tipis.Di tangannya terdapat selembar kertas yang belum diisi. Pena itu siap bergerak, namun pikirannya melayang pada semua perjalanan panjang yang telah mereka lalui.Cermin-cermin yang mengubah hidup, roh-roh yang tersesat dan menemukan jalan kembali, serta jiwa Mei Lin yang kini hidup kembali dalam diri Lina Mei. Dan di tengah semua itu, ada Raina, sosok yang tak pernah meninggalkan sisi Adrian, yang selalu menjaga cinta dan ketenangan di tengah keajaiban yang tak bisa dijelaskan. Adrian menarik napas dalam-dalam, merasakan udara segar pagi itu. Ia tahu surat ini bukan sekadar kat

  • Misteri Wangi Pandan Di Tengah Malam   Bab 137

    Beberapa tahun berlalu sejak malam ketika debu cermin terakhir menyatu di danau taman pandan. Kota kecil itu telah kembali hidup, taman pandan tetap menjadi tempat favorit penduduk untuk berjalan-jalan dan mengingat sejarahnya, meski kisah di baliknya tetap menjadi rahasia bagi kebanyakan orang.Lina Mei kini tumbuh menjadi wanita dewasa dengan keanggunan yang tenang, wajahnya sering tersenyum lembut, dan matanya memancarkan ketenangan yang tak tergoyahkan.Ia tidak hanya menjadi sosok yang dikenal oleh Adrian dan Raina sebagai anak yang mereka didik, tetapi juga mulai dikenal oleh publik karena karyanya yang tulus dan mendalam.Di rumah kayu sederhana dekat danau, Lina duduk di depan meja kerja, menatap tumpukan naskah yang belum selesai. Pena di tangannya bergerak perlahan, mencatat setiap peristiwa, setiap ingatan, dan setiap pelajaran yang ia dapatkan dari perjalanan panjangnya dari masa hidupnya sebagai Lina Mei, hingga masa ketik

  • Misteri Wangi Pandan Di Tengah Malam   Bab 136

    Pesawat mendarat dengan lembut di landasan Bandara Soekarno-Hatta. Udara tropis menyambut mereka dengan hembusan lembap yang membawa aroma hujan. Setelah berminggu-minggu di Beijing, melewati badai spiritual dan ritual penebusan, kini mereka kembali ke Indonesia ke tempat di mana semua kisah ini pertama kali ditulis oleh waktu.Adrian menatap keluar jendela mobil yang membawa mereka menuju kota kecil di pesisir, tempat taman pandan berada. Langit berwarna jingga keemasan, sama seperti sore pertama kali ia melihat cermin terkutuk itu bertahun-tahun lalu. Bedanya, kali ini ia tidak membawa beban.Di kursi belakang, Lina duduk diam, memeluk kain merah yang dulu menutupi cermin terakhir. Di dalamnya tersimpan debu kaca, sisa-sisa benda yang telah menjadi saksi ratusan tahun luka dan penebusan.Raina menoleh dari kursi depan. “Kau yakin ingin menaburkannya di taman pandan?” tanyanya lembut.Li

  • Misteri Wangi Pandan Di Tengah Malam   Bab 135

    Pagi itu, embun menetes lembut di ujung daun pandan. Sinar matahari pertama menembus kabut tipis yang masih menggantung di atas desa. Tidak ada lagi hawa berat, tidak ada lagi bisikan atau bayangan gelap yang mengintai di antara pepohonan. Yang tersisa hanyalah keheningan yang damai keheningan yang tidak menakutkan, melainkan menenangkan.Burung-burung mulai berkicau, seolah menyambut dunia yang baru saja dilahirkan kembali. Dari kejauhan, terdengar suara ayam berkokok dan riuh tawa anak-anak kecil yang berlarian di jalan tanah merah, mengejar layang-layang kertas buatan mereka sendiri.Desa yang selama puluhan tahun terbelenggu kini bernafas lega.“Semalam... aku melihat langit bercahaya seperti fajar,” kata seorang kakek dengan mata berbinar, tangannya masih gemetar saat memegang cangkir teh. Ia duduk di depan rumahnya, dikelilingi beberapa tetangga yang masih membicarakan kejadian aneh malam tadi.

  • Misteri Wangi Pandan Di Tengah Malam   Bab 134

    Langit pagi itu tidak seperti biasanya. Setelah malam panjang yang penuh dengan doa dan badai, awan di atas desa tua tampak berlapis keemasan bukan dari matahari semata, tapi dari cahaya yang memancar perlahan dari tanah itu sendiri. Desa yang dulu diselimuti kutukan kini seperti sedang bernafas untuk pertama kalinya. Di tengah lapangan yang semalam menjadi tempat ritual, Lina berdiri diam. Ustaz Rahmad dan Adrian berdiri di belakangnya, menatap tanpa berani bersuara. Sekujur tubuh Lina tampak berpendar lembut, seperti sedang menyatu dengan cahaya di sekitarnya. Angin berhembus lembut, membawa aroma melati dan dupa. Suara gemericik air dari sungai kecil di dekat sana terdengar seperti irama alam yang mengiringi momen suci itu. Ustaz Rahmad berbisik pelan, “Ini... bukan cahaya biasa. Ini cahaya pemurnian.” Adrian mengangguk, matanya tak lepas dar

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status