Share

10. Mulai Penyelidikan

     Setelah memberikan blazer miliknya, Rael pergi begitu saja tanpa kata. Kiana yang terluka langsung menuju UKS untuk mendapatkan beberapa obat. Benar saja, luka Kiana berbekas karena diserang menggunakan mesin tato.

     Sepulang sekolah, anggota Naga Hitam langsung berkumpul di markas mereka yang terletak dibagian barat kota New York, sesuai informasi yang Kiana katakan. Markas milik Leon yang menjadi perkumpulan pertama mereka.

“Kiana!”

“Akh!” pekik Kiana.

      Sontak saja, Zeki yang memegang lengan Kiana tersentak mendengar pekikan dari mulut Kiana. Belum ada seorang pun yang datang kecuali mereka berdua.

“Lenganmu terluka? Siapa yang melakukannya?” tanya Zeki.

“Bukan apa-apa. Hanya terbentur saat aku mandi.”

“Terpeleset?” tanya Zeki.

“Sepertinya begitu.”

      Kiana tidak ingin memperpanjang masalah. Ia akan mengatasi semuanya sendiri tanpa melibatkan orang lain yang bisa saja terancam karenanya.

“Kiana, kau tidak berfikir kalau aku bodoh, bukan?” tanya Zeki sembari mengusap pipi Kiana.

     Kiana tersenyum melihat Zeki khawatir padanya. “Memang tidak bisa membohongi Kak Zeki tapi aku tidak bisa mengatakannya,” kata Kiana.

“Kenapa?” tanya Zeki.

       Perhatian Zeki teralikan dengan anggota lain yang datang. Kiana langsung bisa bernafas lega tanpa harus memikirkan alasan untuk menjelaskan.

‘Hah! Syukurlah mereka sudah datang,’ batin Kiana.

“Sudah dari tadi?” tanya Zavier.

“Dari kemarin,” jawab Kiana. “Di mana Renza?” imbuhnya.

       Leon mendekatkan wajahnya ditelinga Kiana. Ia membisikkan sesuatu yang membuat Kiana mengangguk.

“Kalau begitu, kita mulai saja langsung pada intinya,” kata Kiana.

“OKE!”

***

     Pembicaraan sudah selesai. Semua rencana yang Kiana atur, sudah mereka setujui. Kiana keluar dari mansion menenteng sebuah tas yang berisi barang pribadi miliknya.

      Sekitar pukul sembilan malam, Kiana duduk ditepi taman. Ia memandang ke arah langit, menikmati indahnya malam pada saat itu.

Srek!

      Seseorang menghempaskan tubuhnya disamping Kiana. Ia seorang wanita yang sedang menghisap stik yang memiliki api diujungnya. Kepulan asap itu keluar dari dalam mulutnya.

“Tidak keberatan kalau aku merokok?”

“Lakukan apa saja yang kau inginkan,” kata Kiana.

‘Siapa dia? Apa dia wanita yang Kak Leon katakan? Anggote dua Crew HG?’ batin Kiana.

       Kiana bersikap biasa saja seperti anak polos dan tertekan. Ia mulai memancing dengan menggunakan dirinya sendiri sebagai umpan.

“Hiks... Hiks... Hiks...” Kiana tiba-tiba saja menangis. “Ah... Kak, maaf kalau terganggu,” kata Kiana sembari mengusap airmatanya.

“Lakukan saja apa yang kau inginkan,” ucapnya meniru kalimat yang Kiana katakan.

“Terima kasih!”

        Wanita itu menoleh, melihat Kiana yang tertunduk sembari memeluk tas yang ia bawa. “Apa kau kabur dari rumah?” tanya wanita itu. “Aku Sofia!” imbuhnya sembari mengulurkan tangan.

“Ak—aku, kabur dari rumah.”

“Kenapa?”

“Ay—ayahku menyiksaku. Ak—aku...” Kiana mendalami perannya dengan sangat baik. Suaranya yang bergetar, tubuhnya yang gemetar, ekspresi yang ketakuan dan sedih menjadi satu.

“Mau tinggal denganku?” tanya Sofia.

“Sungguh? Kakak mau menampungku? Tapi aku tidak punya uang untuk bayar sewa,” kata Kiana, memelas.

       Sofia membuka topi yang sedari tadi mengganggu pandangan matanya untuk melihat Kiana. Saat topi itu dibuka, wajah dan hidung Kiana memerah karena ia menangis sesenggukan.

“Siapa namamu? Wajahmu sangat cantik,” puji Sofia.

“Kia. Namaku Kia, Kak Sofia.”

“Kia, apa kau mau bekerja? Kebetulan aku sedang butuh beberapa orang.”

“Kerja? Kerja apa, Kak?” tanya Kiana. Wajahnya terlihat begitu polos meski dalam hatinya ia merasa sangat jijik menjalani perannya.

“Mengantarkan minuman ke pelanggan. Mau? Kau akan dapat gaji, gratis makan dan tempat tinggal.”

“Mau, Kak! Aku mau!” jawab Kiana secepat kilat. Ia menunjukkan ekspresi senang supaya Sofia tidak menaruh curiga padanya.

       Kiana tidak sabar untuk mengetahui, seberapa sulitnya musuh yang harus ia tangani. Melihat Kiana yang terlihat antusias dalam kehidupan bebas, Sofia diam-diam menyembunyikan taring kejahatannya. Dalam hal ini, siapa yang akan terjebak dengan siapa?

      Sofia membantu Kiana membawa tasnya. “Ayo, ikuti aku!” ucap Sofia.

“Iya, Kak!”

       Sofia membawa Kiana menaiki taxi. Beberapa saat kemudian, taxi itu berhenti di depan gedung besar tanpa nama namun banyak orang berlalu lalang yang keluar masuk di sana.

“Ini tempat kerja, Kak Sofia?”

“Iya. Aku akan mengenalkanmu dengan rekanmu yang lain.”

Tap... Tap... Tap...

       Awalnya, ketika kaki Kiana berpijak masuk ke dalam gedung itu, tidak ada yang mencurigakan. Tapi ketika masuk ke dalam lift, tombol yang tersedia membuat kejanggalan di dalam otak Kiana.

‘Aku tidak mungkin salah hitung. Jika dihitung dari luar, gedung ini memiliki empat puluh lima lantai tapi kenapa hanya ada empat puluh dua lantai? Ke mana tiga lantai lagi?’ batin Kiana.

       Kiana masih bisa bersikap tenang. Ia tidak gegabah dalam mengambil sudut pandang yang akan membuat kefokusannya terbagi.

Klik!

       Sofia menempelkan sebuah kartu ditempat sensor yang tersedia. Nomor yang tertera di lift langsung menyala secara acak sehingga Kiana kesulitan memahami dilantai mana dia akan berhenti.

“Kia, sebelum pintu lift ini terbuka, aku ingin bertanya satu hal,” ucap Sofia.

“Apa itu, Kak?”

“Apa kau yakin untuk bekerja di sini?” tanya Sofia.

“Apa pekerjaannya menakutkan, Kak?” tany Kiana. Tatapan matanya sangat polos tanpa dosa.

“Tidak menakutkan,” jawab Sofia. “Tapi setelah kau masuk, kau tidak akan pernah bisa keluar!”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
yana 23
ninggalin jejak
goodnovel comment avatar
S Rohmah
Kiana akting mu sangat memukau.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status