“Sophie, bolehkah aku membuka pakaianmu?” Neil membaringkanku di atas ranjang berukuran king size. Aku menutup wajah dengan kedua tanganku. Aku benar-benar malu menyadari bahwa seorang pria terkesima menatap tubuhku, bahkan ini pertama kalinya aku akan menunjukkan tubuhku.
Pria berbola mata hitam itu menurunkan kedua tanganku sambil tersenyum menggoda, “Kamu mau, Sayang?”
“Aku ... mau. Tapi tolong jangan ledek bentuk tubuhku.” Aku menutup wajah sekali lagi.
“Percayalah padaku, aku benar-benar menyukai setiap lekuk tubuhmu. Jangan menutup wajahmu. Aku ingin melihat wajah cantikmu,” jawabnya singkat. Kali ini aku memberanikan diri menatap wajahnya.
Neil lantas menurunkan seleting dress, dan melepaskan dress hitam ketatku dari seluruh tubuhku. Aku nyaris telanjang, hanya tersisa bra dan g-string putih yang membalut tubuhku.
Pria tampan di hadapanku tampak terpana melihat tubuhku. Mataku tidak pernah berbohong. Aku melihat tatapan mata laki-laki p
Jika ada hal yang sangat kusesali selain mencium Gerald ketika usiaku dua belas tahun adalah datang ke night club di malam itu dan berakhir dengan one night standku dengan seorang pria bernama Neil. Aku telah menyerahkan keperawanan yang kujaga seumur hidup pada seorang pria, nyaris tidak kukenal. Semua ini terjadi akibat obat perangsang yang diam-diam Jimmy masukkan dalam minumanku. Tapi mungkin penyebab utama kejadian itu terjadi karena aku mengizinkan Neil meniduriku, semata-mata karena perasaan frustasi dengan rasa insecureku terhadap pria. Dan aku menemukan kenyamanan saat Neil melindungiku, memperhatikanku. Hal-hal ini tidak pernah kudapatkan sebelumnya dari Gerald. Orang yang justru selama ini kusukai. Sosok Neil sendiri begitu mirip dengan Gerald. Mereka memiliki kesamaan dalam postur tubuh, dan ketampanan yang sebanding satu sama lain. Selain itu, cara mereka berdua memandangku, sorot mata mereka begitu serupa. Aku terperangkap dalam tatapan Neil di malam itu.
Suara pintu kamarku yang diketuk membuyarkan lamunan. Rosa berkata dengan lembut, “Sophie, sampai kapan kamu mau mengurung diri? Kamu tidak mengatakan apapun pada kami tentang malam saat kamu menghilang. Apapun yang terjadi padamu, tolong maafkan kami karena tidak dapat menemukanmu.” Aku terdiam, cukup lama. Aku terus merenungkan apakah ini semua adalah salah kedua sahabatku? Karena semua rencana untuk mendapatkan informasi Jimmy adalah rencanaku juga, bagian dari rencana besar firma hukum kami. Segala hal yang terjadi menjadi resiko kami masing-masing. Demi masyarakat yang telah menaruh harapan keadilan mereka di pundakku. Aku harus bangkit kembali dan menuntaskan kasus ini. Aku bangkit dari tempat tidur yang telah menopang tubuhku selama seharian kemarin. Pagi ini harus menjadi awal yang baru bagiku. Aku membuka pintu, Rosa dan Megan langsung berhamburan memelukku. “Rosa, Megan, bisakah kalian membantu aku merias diri. Aku harus tampil meyakinkan sebagai se
Tidak butuh waktu lama hingga seorang wanita muda berwajah manis yang mengenakan kacamata berframe emas berjalan menuju arahku. “Sophie Amalia?” tanya wanita itu begitu tiba di hadapanku. “Ya, itu aku. Maaf sudah merepotkan anda,” jawabku sambil tersenyum profesional. “Oh tidak, hal seperti ini sering terjadi di hari pertama bekerja. Aku Anita, jangan terlalu formal denganku, saat aku melihat resumemu, usia kita berdua tampaknya sama. Kita akan menjadi rekan kerja mulai sekarang. Aku staf administrasi yang mengurus administrasi setiap pegawai, dan hal-hal seperti ini. Kalau begitu, ayo kita masuk. Ini kartu pegawaimu. Kamu harus menggunakannya untuk bisa melewati pemeriksaan robot A.I.” Anita tampak sibuk mengatur setting perintah pada robot A.I. Anita juga memintaku untuk berdiri menghadap robot tersebut dan menahan mataku dari berkedip. “A.I. Deteksi iris mata Sophie Amalia, posisi staf HRD, dan cek kesehatannya.” “Baik, Nona Ani
Begitu kami tiba di lantai 37, Lantai 37 sangatlah luas, ada begitu banyak meja dan pekerja di departemen HRD. Wollim memang berbeda, perusahaan ini sangat maju, canggih, dan berbasis teknologi modern. Memasuki gedung perusahaan Wollim, seperti menyusuri kisah Alice in the wonderland, sangat menakjubkan. Wollim adalah dunia yang berbeda dengan segala teknologi yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Anita mengajakku berputar untuk berkenalan dengan seluruh staf HRD dan Manager HRD kami sebelum ia membawaku menuju meja kerjaku yang berada tepat di samping meja kerjanya. “Ini meja kerjamu, kau boleh menatanya sesuka hatimu.” Anita adalah pegawai yang sangat ramah, aku selalu tersenyum menanggapi seluruh arahannya. Selain itu suasana kerja di perusahaan ini sangat menarik. Setiap lantai memiliki ruang istirahat sendiri. Mesin-mesin camilan, minuman dan permainan akan sangat mudah ditemui di sudut mana pun dalam perusahaan ini. “Anita, Pak Sahir me
Aku mengalihkan pandangan ke setiap sudut ruangan, tentu saja untuk menghindar dari temu pandang dengan Neil dan Gerald. Saat ini aku benar-benar berharap alarm kebakaran berbunyi atau terjadi sesuatu yang mengharuskan kami berlari kocar-kacir meninggalkan ruang meeting. Karena jantungku terasa melompat hingga tenggorokan dan membuat sesak jalur napasku. Sepanjang karier sebagai seorang pengacara, aku tidak pernah merasakan kegugupan sebesar ini. Tapi munculnya kedua pria itu mengombang-ambing kepercayaan diriku. Hanya satu kalimat yang dapat kupikirkan saat ini, mampus aku! “Sophie... Sophie!” pikiranku langsung teralih ketika Anita berbisik memanggilku dengan beberapa tendangan ringan yang ia lontarkan padaku. Aku menarik napas dalam dan secara kikuk menaikkan sebelah alis. Kebiasaan burukku yang menjadi isyarat untuk perkataan, ada apa? Anita mengerutkan keningnya saat melihat reaksiku, lalu berusaha menelan tawa ringannya
“Nana, hubungi Ben dan Direktur Orin!” ucap Neil sambil menatap A.I. Nana. “Perintah dilaksanakan, Tuan,” jawab Nana. Hatiku membatin, program A.I. Nana berbau kolonial. Meskipun ia adalah teknologi termutakhir, namun program itu memanggil setiap pria dengan sebutan tuan. Sangat feodal. Jangan-jangan perusahaan ini seperti perusahaan silicon valley, namun bertradisi keraton. Gawat. Sebuah sinyal bahaya mulai menyala di dalam diriku. Sambil berupaya menahan rasa resah aku menyikut lengan Anita dan mengetikkan sebuah pertanyaan pada layar flash-C milikku. Anita mengikuti arah pandangan mataku. (Anita, siapa Ben?) Setelah melihat pesanku, tangan Anita tampak bergerak lincah di atas keyboard virtual dari flash-C miliknya. (Benny Polim, pemimpin tertinggi Caist Law Firm, pengacara-pengacara firma hukum itu bekerja sama dengan perusahaan kita.) Aku mengangguk ketika membaca pesan
“Selamat pagi, Neil, Gerald, Suryo,” sapaan pria bernama Ben langsung menyedot perhatianku. “Good morning all! Neil, we must meet as soon as possible!” (Selamat pagi semua! Neil, kita harus bertemu secepatnya!) ucap direktur berkepala plontos. “Pagi, Ben. Baiklah karena semua orang sudah berkumpul, kita mulai rapatnya. Akhir-akhir ini cukup banyak berita mengenai pencemaran lingkungan oleh perusahaan Orin. Bagaimanapun juga Orin merupakan salah satu anak perusahaan kita. Hal paling berbahaya yang bisa terjadi adalah jika anak panah tuduhan menyasar kepada Wollim. Wakil Direktur Gerald, bagaimana hasil penyelidikan dari tim investigasi kita?” Neil tampak memandang Gerald yang duduk tepat di sampingnya. Neil cukup berbeda dari pria yang kulihat semalam. Saat ini hanya satu kalimat untuk menggambarkan dirinya. Pria itu tampak sangat berkuasa. Bulu kudukku berdiri menyaksikan tatapan tajamnya. Seolah ia ingin menyingkirkan semua permasalahan Orin dengan
Aku menarik napas panjang di antara penjelasan Sahir. Keberuntungan berada di pihakku, ternyata rapat ini justru mengangkat kasus yang sedang digarap oleh firma hukum tempatku bekerja. Setidaknya aku dapat mengetahui sejauh apa pergerakan Wollim juga Orin, dan aku tidak perlu bersusah payah dalam mencari informasi. Tidak sia-sia rasanya menghabiskan waktu untuk penyamaran ini. “Nana, I send you some file. Open the investigation file number three!” (Nana, aku mengirim file. Buka file investigasi nomor tiga!) perintah Suryo. Lagi-lagi Nana menjawab perintah dengan menyebutkan kata tuan di akhir ucapannya. Saat file terbuka, peta empat dimensi muncul di layar hologram. “Ini adalah peta persebaran lokasi pemukiman kedua belas terduga korban, lalu tanda merah adalah titik-titik pengolahan limbah kimia Orin. Sedangkan warna biru adalah jalur air yang mengalir pada pemukiman warga. Kami sedang meneliti kemungkinan kebocoran pada setiap titik pengolahan limbah dan k