Share

BAB 5 : TANDA JADI

Pada akhirnya berkat pertolongan Gerald, aku dapat bertemu kembali dengan kedua orangtuaku. Aku langsung berlari memeluk ayah dan ibu sambil menangis begitu melihat sosok mereka di ambang pintu pos polisi. Aku berbicara tanpa henti untuk memperkenalkan Gerald kepada kedua orangtuaku, seakan aku adalah juru bicara Gerald.

“Ayah, Ibu, ini adalah Kak Gerald. Dia membantuku berkeliling mencari Ayah dan Ibu saat tersesat tadi. Kakak juga membelikanku takoyaki dan matcha tea. Kak Gerald ini anggota tim olimpiade.

Kedua orangtuaku sangat berterima kasih kepada Gerald dan polisi-polisi yang telah membantu kami. Mereka berkali-kali mengucapkan terima kasih dan memeluk Gerald, apalagi setelah mereka melihat seragam sekolah Indonesia yang dikenakan Gerald. Bahkan aku yang anaknya saja hanya dipeluk satu kali ketika mereka baru saja tiba di pos polisi. Selain itu kedua orang tuaku memberikan cemilan-cemilan bermerek Indonesia yang kami bawa di dalam tas untuk bekal perjalanan pada Gerald sebagai ungkapan syukur.

“Nak Gerald, bagaimana kalau setelah ini kita makan malam dulu? Kalian pasti kelaparan setelah berputar-putar mencari kami?” ajakan ayah membuat mataku berbinar-binar.

“Tidak perlu, Pak. Waktu istirahatku sudah hampir habis. Aku takut jika terlambat kembali ke penginapan, pelatih dan timku akan menjadi khawatir. Sebaiknya aku kembali sekarang-“ ucap Gerald dengan penuh kesopanan.

“Kamu menginap di mana, Nak? Kami akan mengantarmu.” Sambung ibuku.

“Terima kasih, aku menginap di Coco Grand Ueno Shinobazu. Aku bisa berjalan kaki dari sini, jadi tidak perlu repot-repot mengantar. Terima kasih atas tawarannya. Mohon maaf tapi aku harus pamit sekarang karena aku harus berkemas untuk kepulangan kami besok.” Mataku terbelalak mendengar ucapan Gerald, karena sebelumnya ia mengatakan akan mengikuti olimpiade.

“Kak, bukannya olimpiadenya baru mau diadakan?” tanyaku dengan gelisah.

Gerald menggeleng, “Tidak, olimpiade nya sudah selesai.”

“Wah, jadi kamu ke Jepang karena mengikuti olimpiade? Olimpiade apa?” tanya ayahku.

Gerald menggaruk-garuk belakang lehernya karena malu namun tetap menjawab, “Matematika, Pak.”

“Wah, hebat! Jadi apakah kalian memenangkannya?” tanya ibuku.

“Eh...Tim kami memenangkan emas, Bu-“ ucap Gerald malu-malu. Aku terperangah mendengar jawabannya. Ibu menutup mulutku yang membuka lebar dengan telapak tangannya. Seketika batinku menjerit- Oh Tuhan, orang yang membantuku ternyata sangat pintar, bagaimana caranya untuk jadi lebih pintar darinya?

“Ke...Keren sekali!” pekikku.

“Nak, ini kartu nama, Om. Sekali-kali mainlah ke rumah kami kalau sudah sampai di Indonesia. Alamat rumah kami ada di belakang kartu itu.” Ayahku menyodorkan kartu namanya, alamat yang ditulis tangan tampak jelas di balik kartu itu.

“Terima kasih banyak, Om dan Tante. Kalau begitu saya pamit dulu.” Gerald membungkukkan badannya kepada orangtuaku dan dua polisi di dalam pos kemudian berjalan keluar.

Aku hanya dapat terpaku menatap punggungnya hingga ia menghilang di balik pintu keluar. Ini bisa saja menjadi kesempatan terakhirku bertemu dengannya. Aku tidak boleh membiarkannya, aku tidak boleh kehilangan jejaknya. Tanpa sadar aku sudah berlari keluar mengejar Gerald, tidak peduli dengan seruan-seruan kedua orangtuaku yang memintaku untuk berhati-hati.

“Kak...Tunggu!” aku berlari hingga melihat punggung itu berbalik menghadapku kembali.

“Ada apalagi?” tanyanya dengan alis yang terangkat.

“Berikan alamat rumahmu di Indonesia-” ucapku dengan tersengal-sengal.

“Untuk apa? Jangan sampai kamu tersesat lagi!”

“Aku...Aku...Aku mau membayar hutangku-“ suaraku terdengar sangat melengking karena gugup.

“Haha, yang seperti itu sangat tidak perlu,” jawab Gerald.

“Perlu! Aku orang yang menepati janji, seperti yang aku bilang sebelumnya, aku akan menikahimu saat besar nanti!” tatapanku penuh dengan determinasi. Gerald hanya menggelengkan kepala beberapa kali.

“Kak, kemarikan tanganmu-” Meskipun bingung, Gerald mengikuti perintahku. Aku melepaskan cincin dengan permata berbentuk bunga cherry blossom dari tanganku dan menempatkannya pada jari kelingking pada tangan kanan yang Gerald sodorkan padaku.

“Apa ini?” tanya Gerald padaku.

“Itu tanda jadi, sebagai pengingat janjiku padamu! Kakak tahu? Kemanapun Kakak pergi, cincin ini akan membawamu kembali ke rumah, dan rumahmu adalah aku,” ucapku masih penuh keyakinan.

“Kau ini, memangnya kita sedang transaksi jual beli?” Gerald terdiam dan memandang cincin di jari kelingkingnya cukup lama, sebelum akhirnya berkata, “Oh ya, kamu kan memang berhutang 300 yen untuk takoyaki, dan 300 yen lagi untuk teh matchanya.” Gerald tersenyum jahil padaku.

“Aku akan membayarnya, dan aku pasti akan menjadi istrimu saat dewasa nanti. Aku akan langsung mengingatmu dan mengenalmu meskipun wajahmu sudah berubah saat dewasa nanti-“ ucapku dengan lantang. Gerald hanya tertawa.

Aku menggerak-gerakan tangan untuk memintanya lebih mendekat. Gerald menundukkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya padaku. Saat itu dengan cepat aku...

Mengecup pipinya...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status