Share

Bab 2 : Tidak berarti

"Kak Raka?" 

Raka tersenyum lebar pada gadis cantik di depannya itu. "H-hai, Dell!" sapanya.

Pria itu sekuat tenaga menahan rasa gugup dan juga debaran jantungnya yang menggila dengan senyuman. 

Della terdiam sejenak. Kemudian gadis itupun menunduk dengan wajah memerah. Dia malu karena terlihat Raka sedang memakai baju bagus dan mewah seperti sekarang. 

Raka benar-benar tidak tau jika ada seorang gadis yang begitu cantik melebihi Verona. Di pikirannya selama ini hanya Verona gadis tercantik di dunia ini. Tapi ternyata dia salah. 

Pria itu buru-buru menyingkirkan pikiran itu. Raka kembali memandang tubuh Della yang terlihat pas berbalut gaun indah itu. 

"Kamu... mau beli gaunnya?" 

Della mendongak. Gadis itu diam tidak menjawab. 

"Kalau kamu nggak jadi beli, boleh Kak Raka ambil? Soalnya Kak Raka mau beli gaunnya."

Della terlihat malu. Dengan cepat gadis itu mengangguk. "Eh... i-iya, Kak. A-aku nggak jadi beli, kok."

Raka mendesah lega mendengarnya. 

"Aku... aku ganti dulu ya, Kak." 

Della pun masuk kembali ke kamar ganti. Tak lama, gadis itu keluar dari kamar ganti dengan pakaian yang dia pakai sebelumnya. 

Gadis itu menyerahkan gaun yang baru dia coba ke tangan Raka. "Ini gaunnya, Kak. Maaf ya, gaunnya habis aku coba."

Raka tersenyum kecil. "Gapapa, Dell. Makasih juga udah kasih gaunnya sama aku."

Della hanya mengangguk pelan. 

"Loh, Dell..." Seorang gadis menghampiri Della dan Raka yang sedang berdiri berhadapan di depan kamar ganti. 

"Vika? Lo darimana aja?" balas Della. 

Gadis yang dipanggil Vika itu meringis. "Sorry, gue baru terima telfon dari Andra tadi. Eh iya. Lo kan tadi coba gaun. Mana? Gue belom liat loh!" ujarnya

Della berdecak pelan. "Lo sih kelamaan. Jadi gue udah lepas lagi tuh gaun. Sekarang gaunnya mau dibeli sama Mas ini." 

Vika mengernyit. Matanya beralih pada Raka yang sedang memasang senyum tipisnya. 

"Lo kok kasih gaun itu ke Masnya sih?" bisiknya di telinga Della. 

"Biar aja, Vik. Gue juga ga mau beli kok." 

"Kenapa, Dell? Lo kan naksir banget sama gaun itu."

Della hanya menggeleng pelan. Dia merasa canggung juga gugup karena Raka tidak sedikitpun mengalihkan pandangan darinya. 

"Balik, yuk! Udah siang," ajak Della. 

Vika akhirnya mengangguk setuju. 

Della mencoba tersenyum pada Raka. "Aku balik duluan ya, Kak."

Raka mengangguk lalu tersenyum.

Lalu Della dan Vika pun pergi dari sana. Raka memandang punggung ramping adik sepupu Verona sampai gadis itu hilang di balik pintu butik. 

Raka memegangi dadanya yang kini sudah tidak seberapa berdebar. Meski ada sedikit debaran yang tertinggal. 

Mendadak perasaannya tidak enak. Dia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Dia tidak pernah gugup ataupun berdebar-debar di hadapan seseorang. 

Bahkan di depan Verona sekalipun. Sejak dulu, Raka adalah sosok yang kuat dan pemberani. Tapi kini dia menjadi gugup hanya karena berhadapan dengan seorang Della. 

Kepercayaan dirinya musnah seketika. Raka pun tidak mengerti kenapa dia bisa punya rasa malu terhadap Della. Tidak! Seorang Raka Milan tidak boleh punya perasaan lemah seperti itu, batinnya. 

Dia kuat. Dia seorang playboy kelas atas yang sudah banyak membuat wanita patah hati. Mana mungkin kini dia bisa menjadi lemah saat berhadapan dengan seorang gadis muda calon adik iparnya? 

"Ka! Raka!" 

Raka tersentak kaget. Pria itu buru-buru berbalik menuju ke arah suara yang sedang memanggilnya. Pria itu meringis kecil melihat mamanya sedang memasang wajah masam di hadapannya. 

"Maaf, Ma. Tadi Raka habis liat-liat disana." 

Kasih berdecak pelan. Matanya beralih pada gaun di tangan Raka. "Itu... gaun punya siapa?" 

Raka tergagap. "Oh... ini tadi... itu..." Dia bingung mau menjawab apa. 

"Kayaknya bagus ya, Ka. Coba sini Mama liat. Kalau cocok sama Mama nanti Mama beli."

"Jangan!" cegah Raka. 

Kasih memegangi dadanya karena kaget mendengar suara Raka yang terdengar kencang. "Raka apaan sih! Teriak-teriak gitu!" omelnya. 

"Eh... maaf, Ma. Ini gaun punya orang. Jadi Mama nggak boleh beli gaun ini," ujarnya beralasan. 

"Punya siapa emang?" 

"Itu tadi ada cewek beli gaun. Terus gaunnya ketinggalan. Dia nya nggak tau dan langsung pergi gitu aja. Raka niatnya mau balikin, Ma."

Kasih manggut-manggut. "Oh... gitu. Ya udah pergi sana! Balikin gaunnya! Siapa tau cewek itu belum jauh!" 

Raka mengangguk pelan. Dia berjalan menuju ke kasir. Sementara Kasih kembali ke kamar ganti. 

"Mbak, gaun ini saya beli. Besok tolong dikirim ke alamat ini ya!" Dia menuliskan sebuah alamat di secarik kertas dan memberikannya pada kasir. 

Setelah selesai, Raka kembali menemui Kasih. "Jadi beli yang mana, Ma?" tanyanya. 

"Dua-duanya aja ya, Ka? Mama nggak bisa milih salah satu. Takut nanti nyesel kalo ga dibeli dua-duanya." 

Raka berdecak. "Kan udah Raka bilang. Mending beli dua-duanya aja," omelnya. 

Pria itu kesal dengan tingkah Kasih yang sudah menghabiskan banyak waktunya dengan sia-sia. Tapi, karena Kasih juga Raka jadi bisa bertemu Della. 

Tunggu. Kenapa dia malah memikirkan Della, batin Raka. Pria itu menggeleng pelan. Sepertinya dia sudah mulai tidak waras sekarang. Kenapa juga pikirannya malah tertuju pada Della. 

***

"Kak Ve nggak mau keluar?" tanya Della saat melihat kakak sepupunya itu tengah tiduran di sofa sembari menonton televisi.

"Nggak," jawab Verona singkat.

"Kalo gitu Della boleh ya main ke rumah temen?" 

Verona memutar pandangannya ke arah Della. "Nggak kuliah, kamu?"

Della menggeleng pelan.

Verona mengerutkan dahinya. "Mau main kemana?" tanyanya ketus.

"Ke rumah Vika."

Verona kembali memutar pandangannya pada televisi yang menyala di ruang tengah. "Ke rumah Vika atau jalan-jalan nggak jelas kayak kemarin?"

Della terdiam. Tidak menjawab sedikitpun ucapan kakaknya. 

"Awas ya kalo kamu jalan ke mall lagi kayak kemarin!"

Della mencebikkan bibirnya. "Kan aku juga pengen refreshing, Kak. Capek tau kuliah terus," balasnya. 

"Alesan aja! Boleh kamu jalan-jalan. Tapi yang bermanfaat. Kan katanya kamu lagi nyiapin buat skripsi. Jadi mending jalannya ke toko buku. Jangan jalan ke mall, cari-cari sesuatu yang nggak penting!" 

Della menunduk saat Verona terus mengomel. Sembari menata masakan di meja, Della memasang wajah masamnya. Dia tau kalau Verona sudah mengomel, akan panjang. Dan dia tidak boleh membantah. 

Karena kalau sedikit saja Della menjawab, pasti akan jadi rumit masalahnya. 

"Awas ya! Kalau kamu ulangi lagi kayak kemarin, Kak Ve bener-bener potong uang jajan kamu!" 

Della menghela nafas pelan. "Iya, Kak." 

Kemarin dia sungguh sial. Verona pulang sebelum dirinya. Padahal biasanya Verona kalau keluar rumah pulangnya lama. Tapi tumben kemarin itu Verona pulang cepat. 

Jadilah dia kena ceramah panjang lebar untungnya ada Romeo yang membelanya. Della tersenyum kecil mengingat Romeo. Dan juga Raka tentunya. Dua orang pria yang sama-sama manis. 

"Dell! Della!" 

Della tergagap. "Y-ya Kak?" 

"Kamu ngelamun ya?" 

"Hah?" 

Verona berdecak. "Buka pintu sana! Ada tamu tuh kayaknya!" 

Della buru-buru beranjak ke arah pintu. Gadis itu mengernyit melihat seorang pria pengantar paket berada di depan rumahnya. 

"Ada yang bisa saya bantu, Mas?"

"Pagi, Mbak. Saya mau mengantar ini buat Mbak."

Della terkejut. "Buat saya?" 

Pria itu mengangguk dan memberikan sebuah kotak putih dengan pita di bagian atasnya ke tangan Della. "Boleh tanda tangan disini, Mbak?" 

Della pun menandatangani kertas yang disodorkan oleh pria itu. "Ini dari siapa ya, Mas?" tanyanya.

"Pengirimnya Pak Raka, Mbak. Kemarin beliau dari toko kami dan minta mengirim sebuah gaun kesini."

Della langsung syok. Raka? Gaun? Astaga!

Gadis itu buru-buru membuka kotak tersebut setelah pria pengantar paket itu pergi. Dan sangat tepat dugaan Della. Gaun yang kemarin dia coba lah yang dikirim oleh Raka. 

Apa mungkin kemarin Raka melihatnya memakai gaun itu dan terlihat bagus, lalu dia membelikannya untuk Della? Wajah Della seketika memanas. Gadis itu tertunduk malu. 

Dia tidak menyangka jika Raka bisa melakukan hal itu untuknya. Harga gaun itu sangat mahal. Bahkan jika menabung setahun sekalipun, Della belum tentu mampu membelinya. 

Karena itu kemarin dia batal membeli gaun tersebut. Setelah dipikir-pikir, lebih baik dia menggunakan uang tabungannya untuk mengerjakan skripsi nanti. Gaun bukanlah hal yang penting.

Tapi lihatlah, sekarang gaun itu ada di tangannya. Rejeki anak sholehah memang tidak terkira, batin Della seraya terkikik.

Dipeluknya gaun itu erat, sembari membayangkan sosok Raka. Gadis itu senyum-senyum sendiri di depan rumah seperti orang gila. 

"Dell!" 

Della tersentak kaget saat pundaknya ditepuk kencang oleh seseorang. Dia menoleh dan mendapati Verona sedang menatapnya bingung.

"Tadi siapa yang dateng?" 

Della tergagap. "Oh... i-itu, Kak. Pengantar paket."

"Paket apaan? 

Della menunjukkan gaun pemberian Raka pada Verona. Dan Verona seketika terkesima. 

"Bagus banget? Dell! Dari siapa?" tanya Verona. 

Belum sempat Della menjawab. Tiba-tiba Verona memungut sebuah kartu ucapan yang terjatuh di lantai. 

"Gaun tercantik untuk gadis tercantik di dunia. Semoga suka ya, Ve. Dari Raka."

Della membeku ketika Verona membacakan kartu ucapan itu. Jadi...

Verona berdecak. "Dari Raka lagi? Oh My God! Itu orang apaan sih ngasih-ngasih ginian segala! Dikira aku suka apa?" 

Gadis itu menarik gaun yang sedang dipeluk Della. "Sini gaunnya mau Kak Ve balikin!" 

Verona membawa kotak berisi gaun itu ke dalam rumah tanpa memperhatikan wajah pias adiknya. Sembari menggerutu, Verona menutup pintu rumah dengan kencang. 

Dia sangat kesal pada Raka yang tak henti mengejarnya. Padahal Verona sudah menolaknya. Tapi pria itu tidak mau mengerti.

Della terpaku. Dia diam tidak bergerak sama sekali. Menyesal. Tentu saja Della menyesal. Gadis itu menertawakan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa berpikir terlalu tinggi tadi?

Tidak mungkin Raka membelikan gaun itu untuknya yang bukan siapa-siapa. Harusnya tadi dia sadar jika tujuan pria itu adalah Verona, bukan dirinya.

Dia bukan gadis istimewa seperti Verona. Dia hanya Della. Hanya seorang Della. 

***

Della ternganga melihat sosok Raka berdiri tepat di depan gerbang kampusnya. Della yang tadinya akan pulang dengan Vika pun jadi membatalkannya, karena Raka dengan wajah kusutnya meminta Della agar ikut dengannya. 

Mereka berdua pergi ke sebuah cafe yang tidak jauh dari kampus gadis itu. Della memandang Raka tanpa kedip. Melihat ekpresi frustrasi di wajah pria itu membuatnya sedih. 

Raka terlihat sangat berantakan. Seperti seseorang yang memiliki masalah begitu berat. Della menduga itu semua karena Verona. 

Beberapa hari lalu, Verona pulang ke rumah dengan wajah basah karena air mata. Verina menceritakan apa yang menimpa dirinya saat itu. Della kaget saat mengetahui jika Raka dan Romeo adalah adik-kakak. 

Dan dua-duanya mencintai gadis yang sama. Saat itu Verona sampai tidak mau makan selama berhari-hari. Dia hanya menangis dan menangis. 

Wajar saja menurut Della. Karena tidak hanya bermasalah dengan Romeo dan Raka. Tapi juga kedua orang tuanya. Dengan kejadian itu, Verona kehilangan kepercayaan Romeo dan keluarganya. 

Hubungan mereka terancam hancur. Verona sampai putus asa. Dia berusaha menghubungi Romeo. Tapi tidak digurbris sama sekali oleh pria itu. Saat itu Verona sampai ingin pulang ke Surabaya. Namun Della mencegahnya.

Masalah tidak akan selesai jika terus lari. Karena itu Della coba menemui Romeo. Tapi Romeo sama sekali tidak mau menemuinya. 

"Gimana Kakak kamu?" 

Della mendongak. Menatap wajah Raka yang terlihat sayu. Pandangan matanya kosong. 

"Udah lebih baik," jawab Della. 

"Kak Raka sendiri gimana?" 

Raka mengendikkan bahunya pelan. "Seperti yang kamu lihat."

Della menghela nafas pelan. "Kak Raka harus ngerelain Kak Ve untuk Mas Romeo. Karena Kak Ve cinta sama Mas Romeo, Bukan Kak Raka."

"Tapi Kak Raka cinta sama Ve, Dell."

"Kak Raka nggak boleh egois. Jangan pisahkan dua orang yang saling mencintai, Kak. Kak Raka sendiri yang akan sakit nantinya."

Raka terdiam. Untuk beberapa saat dia tidak menanggapi ucapan Della. Sama halnya dengan Raka, Della pun juga diam tanpa suara. Dia membiarkan Raka berpikir. 

"Apa salah kalau aku cinta sama Verona?" 

Della menghela nafas pelan. "Nggak salah, Kak. Yang salah adalah sikap Kak Raka karena udah maksa Kak Ve. Sekarang biarkan dia bahagia sama pilihannya sendiri."

"Aku yakin, suatu saat nanti Kak Raka akan mendapatkan wanita yang mencintai Kak Raka sebesar Kak Raka mencintainya," hibur Della. 

Raka mendengus. "Wanita kayak gitu nggak ada di dunia ini, Dell. Nggak ada yang tulus sama aku."

"Pasti ada, Kak. Kak Raka punya banyak kelebihan. Pasti banyak perempuan yang suka sama Kak Raka."

"Termasuk kamu?" 

Della terkejut mendengar pertanyaan Raka. Gadis itu tidak bisa berkata-kata. Hal itu membuat Raka kembali mengulangi pertanyaannya. 

"Apa termasuk kamu? Apa kamu juga suka sama aku?" 

Della menahan nafasnya saat pandangan mata Raka seakan menembus sampai ke dalam jantungnya. Gadis itu bahkan tidak bergerak sama sekali. 

"Jawab, Della! Apa kamu termasuk seperti wanita-wanita itu?" 

Dada Della berdebar kencang. Dia tidak tau harus menjawab apa. Haruskah dia mengatakan iya? Tidak mungkin, batinnya. Meski itu benar sekalipun, Della tidak akan mengatakannya. 

"K-kak..." ucap Della gugup.

Raka mendengus kencang. "Bener, kan? Wanita kayak gitu nggak ada di dunia ini, Dell. Dunia ini hanya dipenuhi oleh wanita gila harta yang mendekati aku karena mengincar uangku."

Della menggeleng pelan. "Maksud aku..."

"Bahkan wanita seperti kamu pun nggak suka sama aku."

Della membeku mendengar ucapan terakhir Raka. Apa maksud Raka? Wanita sepertinya? Memangnya dia seperti apa? 

Hati Della seperti disayat oleh sesuatu. Hingga terasa perih. Sampai tanpa sadar dia meringis pedih. 

Dia tau dia hanya gadis biasa tanpa keistimewaan apa-apa. Bukan seperti Verona yang pintar dan menawan. Sampai membuat kakak-adik tergila-gila seperti itu. Della tau dia tidak berarti apa-apa. 

Tapi mendengar kata-kata seperti itu dari bibir Raka membuatnya terluka. Pria yang diam-diam menempati hatinya itu tanpa sadar sudah mengukir sebuah luka di hatinya. 

Dan saat itu pula Della langsung tersadar. Dia tidak pantas untuk Raka. Bahkan hanya sekedar mencintainya diam-diam pun dia tidak pantas. Dia dan Raka berbeda. 

Dan sampai kapanpun akan terus seperti itu. 

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status