Share

Bab 6 : Accident

Della menyentuh perutnya yang tertutup baju. Mengusapnya perlahan dengan gerakan ringan. Matanya menatap nanar sebuah benda kecil yang tergeletak di lantai kamarnya.

Dua garis merah yang ada disana membuat gadis itu syok. Dia hamil. Tanpa suami. Janin hasil perbuatan Raka.

Satu tetes air matanya jatuh. Lalu disusul tetesan lain. Della menangis tergugu di kamarnya. Hancur sudah masa depannya kini. Hidupnya berakhir sampai disini.

Kalau orang tua dan keluarganya tau dia sedang mengandung hasil hubungan gelap, dia pasti akan diusir. Dan dia kembali terlantar seperti dulu.

Della sudah merasa kotor karena malam itu bisa menyerahkan diri pada Raka. Dan kini dia merasa lebih kotor lagi karena dipercaya mengandung janin hasil kesalahannya.

Mungkin ini adalah balasan setimpal atas dosanya karena berani berhubungan di luar nikah.

Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang? Apa mungkin dia harus memaksa Raka menikahi dirinya demi menutupi kehamilan di luar nikahnya? Karena biar bagaimanapun juga Raka harus bertanggungjawab.

Janin yang kini berada di perutnya adalah benih Raka. Pria itu harus mau menikahinya. Dia tidak mungkin menanggung ini sendirian.

Tapi, apa Raka mau menikahinya? Pria itu tidak mencintai Della. Sama sekali tidak. Dia hanya ingin menikahi Verona.

Kalau Della memaksa, pasti akan terjadi keributan. Lalu Romeo dan keluarganya tau. Dan mungkin hal itu bisa mengancam rencana pernikahan Romeo dengan kakaknya, Verona.

Della menggeleng lemah. Dia sudah membuat hidupnya sendiri hancur. Dia tidak boleh menghancurkan hidup Verona juga. Bagi Verona, Romeo adalah dunianya.

Kalau gadis itu kehilangan Romeo, dia bisa hancur. Sudah cukup banyak kesalahan yang Della buat. Dia tidak mau berbuat kesalahan lagi kali ini.

Lagi pula, ini salahnya sendiri. Raka sedang mabuk. Pria itu mengira Della adalah Verona. Harusnya saat itu Della bisa melawan dan lari.

Tapi apa yang dia lakukan? Dia malah menyerahkan diri pada Raka, cinta pertamanya. Raka, pria yang membuatnya mengenal cinta untuk pertama kalinya setelah dua puluh dua tahun hidup di dunia ini.

Della menghentikan tangisnya. Lalu menghapus sisa-sisa air mata di wajahnya. Kalau memang dia harus menjalani hukumannya sendiri biarlah.

Asal semua baik-baik saja. Asal pernikahan Romeo dan Verona terus berjalan. Mungkin nanti setelah dia lulus, dia akan pergi jauh dan menyembunyikan bayinya.

***

"Dell!"

Della tergagap. Gadis itu menghela nafas lega saat tangannya masih menggenggam kuat ponsel miliknya.

"I-iya, Kak?"

"Kamu ngelamun?"

Dengan bodohnya Della menggeleng. Lupa jika gerakannya tidak bisa dilihat dari seberang telepon.

"Della..."

"Nggak, Kak. Aku baik-baik aja kok."

"Kamu beneran gapapa? Kayaknya kamu kurang fokus deh."

"Aku baik-baik aja. Kak Ve nggak usah khawatir."

"Beneran?"

"Iya, Kak."

Della mendengar Verona menghela nafas panjang. "Ya udah. Kamu hati-hati di rumah ya! Kak Ve pulangnya masih minggu depan. Kalau uang jajan kamu habis, kamu bilang ya! Biar Kak Ve transfer nanti."

Della menelan ludah pelan. Gadis itu hanya berdehem untuk membalas ucapan Verona. Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, Della mematikan sambungan telepon dengan Verona.

Dalam hatinya Della malah berharap Verona tidak pulang untuk waktu yang lama. Sampai nanti dia siap untuk pergi.

Suara ketukan pintu membuat Della buru-buru beranjak keluar untuk membukakan pintu. Gadis itu mengerutkan kening saat melihat Ardan berdiri di depan teras rumahnya.

"Elo? Ngapain lo kesini?"

Ardan tersenyum lebar lalu berjalan mendekati Della. "Mau ngajak elo jalan. Buruan ganti baju, Dell!" jawabnya santai.

Della mendengus melihat raut penuh kesombongan dari wajah Ardan. "Kayak gue mau aja lo ajak jalan!"

Ardan terkekeh. "Nggak ada alasan buat lo nggak mau gue ajak jalan."

Della menatapnya remeh. Sementara Ardan masih betah dengan senyum lebarnya. Pemuda itu seolah tidak terganggu sama sekali dengan ledekan Della.

"Gue ganteng, banyak duit, cowok populer di kampus, dan juga idola para cewek. So... nggak bakal ada yang bisa nolak gue!" ujarnya percaya diri.

Della terkikik. "Itu berlaku buat cewek-cewek yang dandanannya menor, terus pake rok mini, dadanya terbuka dan kalo ngomong suka sok seksi. Kalau gue, sorry!"

Ardan menepuk-nepuk kepala Della sembari tertawa geli. "Halah... biasanya gue ajakin kemana juga lo mau. Yuk!"

Della menggeleng. "Nggak deh, Dan. Gue lagi males kemana-mana nih."

Ardan berdecak. "Jangan males-malesan! Nanti ditemenin setan loh!"

Della terkikik. Gadis itu memukul kepala Ardan dengan gemas. Dan langsung membuat pemuda itu mendesis kesakitan.

"Dasar gila!" maki Della.

Ardan mengerucutkan bibir. "Emang bener kan, orang males itu temennya setan."

"Dan Playboy kayak lo, itu temennya iblis!" balas Della.

Gadis itu beranjak masuk ke dalam. Namun dihadang oleh Ardan dengan gerakan tiba-tiba. Pemuda itu menarik tangan Della agar berbalik ke teras.

"Ikut!"

Della membelot, berusaha melepaskan cekalan tangan Ardan. "Jangan pegang-pegang! Bukan muhrim tau!"

"Bodo amat!" balas Ardan.

Della mendengus kesal. "Dan, please! Gue lagi males nih!" keluhnya.

"Gue mau ngajak lo makan, Dell!"

"Nggak mau!"

"Harus mau!'

"Dan..."

"Lo makin kurus tau, Dell! Kata Vika lo emang nggak nafsu makan belakangan ini. Muka lo juga agak pucet. Dan lo lebih sering diem. Padahal biasanya lo pecicilan dan banyak tingkah.

Della melengos, membuang wajahnya ke samping. "Gue lagi nggak enak badan."

"Gue anter ke dokter ya?"

Gadis itu menggeleng. Dan reaksinya membuat Ardan menghela nafas pelan.

"Lo kenapa sih, Dell? Kalo ada masalah lo cerita dong sama gue."

"Nggak ada apa-apa." Della berbalik badan dan beranjak menuju pintu.

"Dell..."

"Please, Dan! Jangan ganggu gue!" sentak Della. Gadis itu menepis tangan Ardan dengan kasar.

Ardan terkejut akan reaksi Della. Begitupun Della yang juga kaget dengan reaksinya sendiri. Dia tidak menyangka bisa berlaku kasar pada Ardan, sahabatnya.

Pemuda itu terdiam. Lalu menghela nafas panjang. "Vika bener. Lo berubah," gumamnya.

"Dan... sorry, gue... gue..."

Ardan mengangguk. "Gue balik ya! Sorry kalau ganggu elo," ucapnya kemudian berbalik dengan wajah sendu.

Della menahan lengan Ardan. "Gue mau ikut sama lo, Dan."

Ucapan Della sontak membuat Ardan menatapnya bingung. "Masa?"

Della mengangguk. "Gue ganti baju dulu ya!" pesannya pada Ardan.

Gadis itu kemudian masuk ke dalam rumah untuk mengganti baju dan bersiap-siap. Sementara Ardan tersenyum penuh kemenangan.

Ya, pada akhirnya dia memang tidak mungkin ditolak. Apalagi oleh seorang Della.

***

Ardan menelan ludahnya kaku. Matanya tak lepas memperhatikan Della yang sedang makan dengan lahap. Dua piring nasi putih dan satu ikan gurame bakar lenyap tidak lebih dari lima belas menit.

"Lo laper banget ya, Dell?"

Della mendongak kemudian mengangguk. "Sejak kemarin gue nggak bisa makan, Dan. Gue nggak enak badan. Semua yang gue makan langsung gue muntahin."

Ardan menaikkan sebelah alisnya. "Tau gitu kenapa nggak ke dokter? Kalo semisal lo mati karena kelaparan gimana? Dan nggak ada orang tau. Terus mayat lo baru ditemuin pas udah bu-"

"Nggak sopan!" Pekik Della.

Gadis itu melempar irisan mentimun dan daun kemangi ke arah Ardan. Namun pemuda itu malah tertawa senang mendapat lemparan dari Della.

Ardan malah memasukkan irisan mentimun segar itu ke mulutnya. Mengunyahnya dengan santai. Sontak kepala Della makin berasap melihatnya.

Della menghentikan makannya. Dia ingin muntah mendengar ucapan Ardan tadi. Membayangkan dirinya membusuk menjadi mayat tanpa ada yang tau, membuatnya mual.

Buru-buru Della bangkit dari kursi dan menuju ke toilet. Dia benar-benar tidak tahan untuk tidak memuntahkan isi perutnya.

Benar saja, saat tiba di toilet gadis itu langsung muntah-muntah di wastafel. Setelah selesai, tubuh Della merosot ke bawah karena lemas.

Gadis itu menyesal sudah banyak makan tadi. Karena pada akhirnya harus dia muntahkan lagi. Sia-sia sudah usaha dan uang yang dikeluarkan oleh Ardan untuk makanannya.

Della memegangi ujung wastafel sebagai penopang saat akan berdiri. Lalu dia mencuci mulutnya dengan air bersih. Baru setelah merasa lebih baik, dia bergegas keluar dari toilet restoran.

Langkah Della terhenti saat mendengar suara berisik dari salah satu bilik toilet. Suara itu mengganggunya. Dan membuat Della penasaran apa sebenarnya yang ada di dalam bilik itu.

Dengan mengendap-endap Della mendekati bilik toilet tersebut. Rasa keingintahuannya begitu besar sampai gadis itu mengabaikan rasa takut di hatinya.

Perlahan, Della mendorong pintu toilet. Dadanya berdebar-debar. Dengan perasaan was-was gadis itu menanti pintu toilet terbuka.

Della terkesikap saat melihat apa yang ada di dalam bilik toilet tersebut. Dia ternganga begitu menangkap pemandangan tidak pantas di hadapannya.

Sepasang kekasih saling berciuman mesra dengan posisi yang sangat intim. Spontan Della memekik kaget. Dan membuat pasangan itu menghentikan kegiatan mereka.

Mata Della melebar sempurna ketika mengenali si pria yang mencium kekasihnya dengan begitu mesra tadi. Itu kan...

"Kak Raka?"

Raka mendongak menatap Della. Pria itu pun sama kagetnya dengan Della. Raka langsung mendorong wanita yang tadi duduk di pangkuannya sampai jatuh terjengkang di lantai.

Pria itu berdiri sembari merapikan kemeja dan celananya yang berantakan. "Della?"

Della menutup mulutnya dengan tangan. Dia begitu syok melihat Raka hampir melakukan hubungan intim dengan seorang wanita di dalam toilet restoran.

Jadi... dia melakukannya bukan hanya dengan dirinya? Tapi juga dengan wanita lain yang Della yakin bukan kekasihnya melihat bagaimana Raka mendorongnya begitu kencang tadi.

Dada Della seperti dihantam batu besar. Rasanya sesak menghimpit. Sampai rasanya dia tidak bisa bernafas.

Jadi begini, Raka Milan yang dia cintai. Pria impiannya, cinta pertamanya. Ternyata Raka tidak lebih dari seorang bajingan.

Della berbalik membelakangi Raka saat muncul genangan di pelupuk matanya. Dan tanpa mampu berkata apa-apa, gadis itu berlalu keluar dari toilet.

"Udah, Dell?"

Della tidak menghiraukan pertanyaan Ardan. Gadis itu berlari keluar dari restoran dengan terisak.

"Dell! Della!"

Ardan berlari mengejar Della keluar restoran. Pemuda itu mencoba menyusul langkah Della namun tidak bisa.

Della berlari cepat menuju jalan raya. Dia tidak sadar jika harusnya dia berhati-hati saat berlari. Dan hantaman itu pun tak terelakkan.

"Della!" teriak Ardan dengan kencang saat melihat tubuh sahabatnya berguling-guling di tengah jalan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status