Pagi ini Tasya tidak ingin berajak dari kasurnya. Masa bodoh dengan pekerjaanya, toh dia tidak punya pekerjaan yang berarti. Untuk saat ini dia tidak ingin berangkat ke kantor. Karena dia berniat menghindari orang yang bernama Radhika. Setelah kejadian kemarin, Tasya mengurung diri di kamarnya, dan keluar saat makan malam saja. Setelah itu dia kembali ke kamarnya dan meringkuk dibalik selimut tebalnya.
Ayahnya sempat khawatir dan bertanya mengenai keadannya. Tasya menjawab jika dia sedang tidak enak badan, lalu sang ayah menyuruhnya untuk beristirahat.
“Ayah bawain sarapan buat kamu.” Sang Ayah membawa nampan berisi bubur dan susu vanilla.
“Maaf, jadi ngerepotin Ayah.” Tasya bangkit dari posisinya lalu duduk bersandar pada sandaran ranjangnya. Dia sebenarnya merasa tidak enak hati pada ayahnya karena sudah berbohong. Tapi dia juga tidak mau bertemu Radhika sekarang.
“Kamu
“Ayo kita bicara.” Radhika kini berdiri di depan meja Tasya.Tasya menatap Radhika dengan malas. Dia sudah kehilangan mooduntuk membahasnya. “Seperti yang Anda katakan sebelumnya … mari kita lupakan saja.”Radhika menghela napas. Astaga kenapa ini menjadi sangat rumit? “Saya akan jelaskan-”“Pak Dhika, sudah Saya bilang lupain aja.” Tasya memotong ucapan Radhika. Dia berdiri dari kursinya, “sebaiknya saya mulai bekerja. Saya akan menyiapkan teh untuk Bapak.” Tasya berjalan meninggalkan Radhika yang kini merasa bingung dengan situasi mereka sekarang.Radhika melonggarkan ikat dasinya. Kepalanya seakan mau meledak, Tasya benar-benar tidak bisa ia tangani dengan mudah. Radhika kembali ke mejanya, ia berniat untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda.Sebenarnya gameini sudah selesai, hanya saja ada beberapa hal yang menurutnya kurang sesuai dan
"Kalau dengan cara seperti itu bisa buat kamu tetap di samping saya. Jadi, kamu boleh anggap saya suka sama kamu."Tasya segera membuka mata dengan cepat lalu bangkit dari tidurnya. Ya ampun, kata-kata itu masih terngiang-ngang di telinganya, bahkan dia masih bisa membayangkan ekspresi wajah Radhika saat mengatakannya. Ini benar-benar gila, dia tidak mengerti, mengapa hal itu masih tidak mau hilang dari pikirannya.Radhika memang orang yang tidak bisa menjelaskan apapun dengan benar. Dan tadi setelah dia mengatakan hal itu dia pergi begitu saja. Dia hanya berkata kita akan membahasnya lagi nanti. Benar-benar minta di-tabok.Tiba-tiba ponselnya bergetar, Tasya mengambil ponsel yang ia taruh di bawah bantal. Sebuah nomor asing meneleponnya. Tasya mengernyitkan keningnya. Pikirnya mungkin ini adalah nomor perusahaan yang memintanya datang untuk interview, tapi sekarang sudah pukul delapan malam itu sepertinya tidak mungkin. Alhasil Tasya
Tasya melotot mendengarnya. “Kenapa?.”“Karena saya suka kamu.”Tasya terkejut, dia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, lalu menggelang. “Radhika, ini enggak lucu, ya.”“Saya serius.”Tasya menghela napas. “Radhika, dengerin ya! Aku tau kamu pasti punya maksud tertentu, tapi aku enggak tau apa itu. Alasan kamu itu bener-bener enggak masuk akal … kamu pikir aku bakal percaya gitu aja? Nyamuk sekali pun, enggak akan percaya! Kalau kamu mau mainin perasaan aku, karena masih punya dendam, jangan kaya gini. Enggak lucu!”Radhika hanya diam.Tasya tersenyum sinis, sudah dia duga. Tidak mungkin Radhika suka padanya. “Jujur aja, apa yang lagi kamu rencanain?”Radhika masih diam.Tasya menhalihkan pandangannya ke arah jalan. “Oke, kalau kamu enggak mau ngomong. Aku-”Perkataan Tasya terpotong karena Radhika tiba-tiba menarik tubuhny
Makan malam di kediaman keluarga Raka berlangsung meriah, padahal di meja makan hanya ada tiga orang saja. Tante Hera memasak banyak sekali makanan, mulai dari sayur, tumisan juga daging sapi semua lengkap tersedia di meja, pokoknya 4 sehat 5 sempurna. Tasya dan Raka hanya bisa menggelengkan kepala, mereka tidak yakin bisa menghabiskan semua ini. Dan benar saja, mereka telah selesai makan namun makanan masih tersisa. “Gimana kalau kalian nikah aja?” Tasya hampir menyemburkan air yang sedang ia minum. Untung saja dia masih bisa menahannya sehingga dia tidak kehilangan muka di depan ibu dari sahabatnya ini, cukup Raka saja yang melihat semua keburukannya orang lain jangan sampai. “Kenapa Ibu tiba-tiba nanya kaya gitu?” Raka bertanya. Dia sama terkejutnya seperti Tasya. “Kalian kan udah kenal lama. Dan kalian masih single sampai sekarang. Kayanya kalau kalian nikah, bakal cocok.” Raka hanya terdiam. Dia sebenarnya senang jika ibunya berpi
Radhika masih berkutat dengan komputernya, karena tadi saat Tester masih ada beberapa bugs, namun tidak fatal. Dia masih memikirkan hasil rapat terakhirnya. Terlalu lancar, dan itu menjadi sebuah tanda tanya besar. Karena biasanya mereka selalu bertingkah dan mempersulitnya. Namun kali ini, mereka tidak berkomentar apa-apa. Bahkan saat mereka tahu kalau masih ada bugs, mereka hanya memintanya menyelesaikannya malam ini. Hal ini patut dicurigai.Radhika melirik jam di layar komputernya, sekarang sudah pukul sepuluh kurang. “Kalian pulanglah, udah malem.”“Enggak usah, Pak.Ini biar kita aja yang beresin,” ucap salah satu tim programmerbernama Rendi. “Iya kan, guys?” lanjutnya bertanya pada rekan-rekannya.Rekan-rekan kerja Rendi mengangguk.“Kita enggak masalah tidur di sini, Pak.” Kali ini Taufik yang berbicara.“Iya, Pak. Kita udah biasa,&
Hari ini Tasya datang lebih pagi karena ayahnya memintanya membawakan sarapan untuk Radhika. Ayahnya bilang, dia khawatir pada Radhika. Karena kemarin Tasya bilang Radhika sakit, sehingga dia bisa pulang cepat dan pergi ke kedai karena merasa bosan di rumah.Kemarin Radhika langsung mengantarnya pulang, dia bilang bisa merawat dirinya sendiri. Tasya awalnya menolak dan mengatakan tidak mau turun dari mobil, ketika mereka sampai di depan rumahnya. Namun, Radhika memaksanya. Dia menariknya keluar dari mobilnya, setelah itu langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa. Sangat tidak sopan!Radhika sangat keras kepala, padahal dirinya sudah berbaik hati berniat untuk merawatnya. Namun, ditolak mentah-mentah. Tasya harus mulai terbiasa. Dia harus mulai memaklumi semua tingkah abnormal si Sableng.Tasya tiba di depan ruangan Radhika. Seharusnya Radhika sudah ada di dalam karena sebelum berangkat, Tasya bertanya apa Radhika masuk kerja atau tidak. Karena jika dia tidak beke
Tidak biasanya Radhika terlambat. Sekarang sudah pukul sembilan lebih, tetapi dia masih belum datang juga. Hari ini dia tidak ada jadwal meetingdi pagi hari, jadi Tasya bingung kenapa dia masih belum datang. Yogajuga bilang, kalau dia belum mendapat kabar dari Radhika. Apa mungkin sakit lagi?Sebaiknya dia segera meneleponnya. Khawatir sesuatu terjadi seperti beberapa waktu lalu. Buru-buru Tasya mengambil ponselnya lalu menelepon Radhika. Tasya bersyukur teleponnya tersambung, berarti ponsel Radhika aktif. Tasya menunggu karena Radhika tak kunjung mengangkat telepon darinya.“Ada apa?” tanya suara di seberang.“Itu ….” Tasya bingung harus mengatakan apa, dia tidak ingin Radhika tahu kalau dirinya sempat khawatir. Nanti dia merasa di atas angin. “Kenapa Pak Dhika belum datang?”“Saya udah datang.”“Udah datang?” tanya Tasya bingung.
Sudah tiga jam Tasya berlatih memainkan game yang sebelumnya Radhika ajarkan. Tetapi Tasya masih belum mengerti sepenuhnya, dia hanya berlari-lari lalu terbunuh. Malah dia pernah terbunuh saat game baru berjalan dua menit. Padahal dia hanya bermain dengan komputer. Komputer di sini adalah player yang diatur oleh sistem dalam game, itu sih yang diterangkan oleh Radhika. Bagaimana jadinya jika dia bermain dengan playeryang sesungguhnya. Sepertinya dia benar-benar tidak berbakat dalam bermain game.Tasya menghela napas, dan mematikan laptop yang tadi diberikan oleh Radhika. Laptop ini sepertinya mahal, walau Tasya tidak terlalu tahu masalah barang-barang elektronik, tapi dia juga tidak bodoh. Laptop merek ini bisa mencapai belasan atau puluhan juta. Tadi sebenarnya dia tidak ingin membawanya, tapi Radhika memaksanya sebelum dia pulang tadi. Dengan alasan laptop ini sudah diisi dengan semua kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan. Jadi dengan terpaksa, d