MasukSetelah melakukan latihan dasar kekuatan fisik untuk membangun pondasi awal, hari ini Zien Cheng akan diajarkan tahapan selanjutnya yakni pembelajaran tentang seseorang bagaimana merasakan, mengarahkan, dan menyimpan energi internal seseorang atau disebut juga dengan Qi.
Pagi-pagi sekali Zien Cheng pergi ke gunung Meiluing yang letaknya berkilo-kilo meter dari hutan terlarang yang ia tempati selama beberapa bulan ini. Zien Cheng sengaja memakai penutup kepala agar tak ada yang mengenalinya terutama anggota sekte yang telah membuangnya.
Saat di perjalanan menuju tempat yang dituju, ada saja rintangan yang muncul. Mulai dari munculnya dua ekor babi hutan yang ganas. Zien Cheng memang berhasil mengalahkan dua ekor babi hutan itu, tetapi tak lama kemudian muncul belasan ekor lagi dari arah belakang. Zien Cheng berteriak, mau tak mau ia berlari pontang-panting menghindari kejaran babi hutan itu.
"HH-haaahhh ... b-babi hutan s-sialan! Astaga kakiku--ini pegal sekali." Zien Cheng berjalan sambil menyeret kakinya ke sebuah aliran sungai untuk mengistirahatkan diri di sana.
Baru saja ia duduk dan membasuh wajahnya. Tiba-tiba telinganya seperti mendengar suara jejak kaki seseorang yang sontak membuatnya menoleh ke belakang dengan cepat.
Tiba-tiba sebuah anak panah melesat ke arahnya. Zien Cheng langsung menghindar. Anak pahah itu tertancap di tanah.
"Sial!" umpatnya seraya berlari menyeberani aliran sungai dengan cepat.
Zien Cheng berjalan dengan payah ketika sudah jauh dari tempatnya diserang tadi. Kini di hadapannya muncul empat orang pria dengan pakaian serba hitam. Bahkan wajah mereka tertutup kain hitam hingga menampilkan mata saja.
"Tolong jangan ganggu aku. Aku hanya seorang pengelana yang ingin lewat untuk menemui guruku," ucap Zien Cheng mencoba berbicara dengan ramah.
Empat pria dengan pakaian yang sama itu saling berpandangan satu sama lain dan mengangguk samar. Hingga akhirnya menyerang Zien Cheng secaar bersamaan. Mau tak mau Zien Cheng melawan mereka dengan pedangnya.
Kepanikan seorang Zien Cheng membuatnya sering terjatuh ke tanah. Beruntung ketangkasan tangannya lebih stabil. Hingga ia bisa menangkis serangan dari mereka dengan cepat.
"BERHENTI MENYERANGKU!"
Zien Cheng bangkit, lalu menatap mereka dengan saksama. Zien Cheng mencoba menenangkan dirinya sambil mengatur napasnya yang menggebu.
"Baiklah jika kalian ingin menyoba menguji kemampuanku. Akan aku buktikan bahwa aku selalu serius mempelajari apa yang aku lihat selama ini. HYAAAAAT!"
Sreng!
Sreng!
Suara pedang Zien Cheng terdengar begitu tajam ketika beradu dengan dua pedang sekaligus. Zien Cheng dengan kekuatan tangannya mengempaskan pedang mereka. Sontak saja, dua orang yang mengganggunya langsung pergi dari sana.
"Zien Cheng, ini saatnya kau menguji kemampuanmu. Selama ini kau tak diberikan kesempatan untuk bertarung dengan murid lain karena kau selalu dianggap remeh. Jadi sekarang waktunya kau menunjukkannya!" monolog Zien Cheng dengan semangat yang menggebu-gebu.
Suara pedang beradu terdengar lagi. Zien Cheng yang memang menguasai teknik dasar di dunia persilatan, tak sulit untuk mengeluarkan kemampuannya. Ditambah latihan selama tiga bulan dan latihan kekuatan fisik kemarin dengan Kakek Gong Lu. Kini Zien Cheng lebih percaya diri menyerang mereka bertiga.
SRENG!
Zien Cheng berhasil mengempaskan pedang terakhir dari pengganggu itu. Semuanya berlarian meninggalkan Zien Cheng, masuk lebih dalam hutan tersebut. Namun, tiba-tiba Zien Cheng dibuat tercengang dengan empat pedang tadi tiba-tiba memudar dan lenyap dari pandangan matanya.
"K-kemana perginya pedang-pedang itu?" Zien Cheng penasaran bukan main. Ia menelisik ke sekitar. Namun tak menemukan siapapun di sana. "Ini benar-benar sangat aneh," gumamnya.
Tak ingin larut dari pemikirannya tentang hal aneh tersebut, Zien Cheng pun melanjutkan perjalanannya menuju gunung Meiluing. Meski dengan langkah yang sedikit tertatih dan beberapa luka kecil di wajah dan tubuhnya.
Mendaki bukanlah hal yang mudah. Namun akhirnya dengan upaya yang sungguh-sungguh, Zien Cheng berhasil sampai di atas gunung tersebut. Di ujung gunung itu, terlihat Kakak Gong Lu sedang berbicara dengan empat pria berpakaian hitam yang menyerang Zien Cheng tadi. Bergegaslah Zien Cheng menghampiri mereka.
"Aku datang, Kakek Gong Lu."
Kakek Gong Lu menoleh ke arah Zien Cheng dengan senyuman lembut. "Kau memang gigih, Zien Cheng. Selamat untukmu karena berhasil sampai ke tempat ini dengan baik-baik saja."
"Apa maksud Kakek?" tanya Zien Cheng bingung. "Tapi tunggu dulu, mengapa orang-orang ini ada di sini?" tunjuk Zien Cheng pada mereka.
"Kau mengenal mereka?"
"Mereka adalah orang-oarng yang menyerangku, Kakek. Beruntungnya aku dapat mengalahkannya dengan kemampuanku berlatih selama tiga pulang di hutan terlarang itu."
Kakek Gong Lu tertawa kecil. "Inilah jawaban atas keluhanmu di depan pohonku waktu itu. Kau meremehkan kemampuanmu sendiri, padahal kau sudah mampu melakukan yang terbaik. Buktinya kau berhasil melewati semua rintangan yang aku berikan. Mulai dari babi hutan, pemanah, dan sekumpulan orang berpakaian hitam."
Barulah Zien Cheng paham. Jadi semua ini adalah ulah Kakek Gong Lu yang mencoba menguji kemampuannya.
"Jadi rintangan yang aku alami itu ..."
Kakek Gong Lu mengangguk. Tiba-tiba datang seorang pemanah dan satu ekor babi hutan. Zien Cheng langsung menghindarinya.
"Babi hutan ini adalah temanku, Zien Cheng. Dia telah mengajak teman-temannya untuk mengancam keselamatanmu. Lalu pemanah ini, dia bertindak atas dasar perintahku. Panahnya jika terkena kulitmu, tidak akan membuatmu terluka. Tapi kau dapat menghindar dengan baik. Lalu empat pria berpakaian hitam ini adalah aku," ungkap Kakek Gong Lu membuat Zien Cheng benar-benar tercengang.
"B-bagaimana, Kek?"
Tiba-tiba empat pria berpakaian hitam itu secara bersamaan membuka penutup wajahnya. Tampaklah wajah mereka yang sama persis seperti Kakek Gong Lu. Hanya saja rambut mereka masih hitam dan terlihat lebih muda. Secara mengejutkan lagi, mereka berempat berhimpun menjadi satu. Lalu masuk ke dalam tubuh Kakek Gong Lu. Rasanya, Zien Cheng hampir pingsan melihat kehebatan itu.
"J-jadi ... K-Kakek Gong Lu dapat membelah diri?"
Kakek Gong Lu kembali tertawa ringan. "Kau juga bisa melakukan hal ini jika sudah sampai pada levelmu. Untuk level pertama sudah kau lalui kemarin. Hari ini, aku akan mengajarimu level kedua. Yang mana jika kau berhasil dengan pembelajaran ini, kau dapat masuk ke dalam kumpulan orang terpilih. Lalu setelahnya, kau bisa mengikuti seleksi menuju ke perguruan yang lebih tinggi lagi yakni perguruan di Pulau Bunga Petir. Di sana kau akan mendapatkan petunjuk lebih besar lagi. Secara berangsur, letak kitab bela diri Pendekar Naga Hitam akan memanggilmu untuk mendapatkannya."
Zien Cheng melongo sambil sesekali berdecak kagum. "Berarti aku harus mendapatkan kitab Pendekar Naga Hitam itu?"
"Benar, Zien Cheng. Hanya dengan kitab Pendekar Naga Hitam itu kau mampu mengalahkan lulusan terbaik masing-masing sekte hingga kau berhasil menjadi pimpinan sekte terkuat dan terbesar di pulau Bunga Petir. Pada saat itulah kau pantas diberi gelar pendekar seperti Pendekar Naga Hitam. Ilmu yang akan kau warisi sekarang," tutur Kakek Gong Lu.
Zien Cheng mengangguk penuh semangat dan harapan baru. "Baiklah. Ajarkan aku semua ilmumu, Guru Gong Lu. Aku akan menerimanya meski harus berdarah-darah!"
"Dalam tubuhmu telah mengalir darah Pendekar Naga Hitam, sehingga kau telah memiliki kekuatan yang sangat menunjang pelatihan dasar. Mungkin murid biasa bisa mempelajarinya dalam waktu sebulan, tetapi kau dapat melakukannya hanya dengan waktu sehari saja. Inilah keistimewaanmu, Zien Cheng. Lakukanlah apa yang aku katakan dan fokus pada dirimu sendiri dengan memejamkan mata dan duduk dengan napas yang teratur," titah Kakek Gong Lu.Di atas sebuah gunung yang tinggi, Zien Cheng duduk bersila sambil memejamkan matanya dan bernapas dengan teratur. Setiap perkataan Kakek Gong Lu ia praktikkan. Untuk mendapatkan energi Qi, ada beberapa tahapan yang harus ia lakukan. Zien Cheng dituntut untuk melakukan berbagai tahapan itu. Mulai dari tahapan awal permurnian Qi, pendirian dasar, hingga formasi inti.Zien Cheng memfokuskan pikirannya ke dalam dantian. Merasakan halusnya energi Qi yang mulai bergerak lambat dan semakin melaju melalui saluran meridiannya. Pada momen inilah Zien Cheng dapat mera
Setelah melakukan latihan dasar kekuatan fisik untuk membangun pondasi awal, hari ini Zien Cheng akan diajarkan tahapan selanjutnya yakni pembelajaran tentang seseorang bagaimana merasakan, mengarahkan, dan menyimpan energi internal seseorang atau disebut juga dengan Qi.Pagi-pagi sekali Zien Cheng pergi ke gunung Meiluing yang letaknya berkilo-kilo meter dari hutan terlarang yang ia tempati selama beberapa bulan ini. Zien Cheng sengaja memakai penutup kepala agar tak ada yang mengenalinya terutama anggota sekte yang telah membuangnya.Saat di perjalanan menuju tempat yang dituju, ada saja rintangan yang muncul. Mulai dari munculnya dua ekor babi hutan yang ganas. Zien Cheng memang berhasil mengalahkan dua ekor babi hutan itu, tetapi tak lama kemudian muncul belasan ekor lagi dari arah belakang. Zien Cheng berteriak, mau tak mau ia berlari pontang-panting menghindari kejaran babi hutan itu."HH-haaahhh ... b-babi hutan s-sialan! Astaga kakiku--ini pegal sekali." Zien Cheng berjalan sa
Selama tiga bulan lamanya, Zien Cheng berlatih seorang diri di hutan terlarang tersebut bermodal dengan sebuah pedang milik Pendekar Naga Hitam yang terkuat pada masanya. Zien Cheng melakukan berbagai gerakan ketangkasan dalam berpindah tempat dan teknik menghindari serangan. Tebasan kuat yang Zien Cheng lakukan membuat pohon di hadapannya mengeluarkan getah berwarna hitam."Sudah tiga bulan aku belajar beladiri sendiri, tetapi aku merasa ilmuku tak begitu banyak meningkat. Pedang ini akan sangat hebat jika dipegang oleh orang yang hebat. Sedangkan pedang ini ada pada orang bodoh sepertiku," monolog Zien Cheng merasa kurang percaya diri.PYARRRR!Suara petir terdengar memekakan telinga, menyambar sebuah pohon yang barusan ditebas oleh Zien Cheng. Batang pohon itu seketika hangus secara keseluruhan. Zien Cheng tercengang, memundurkan langkahnya dengan gerakan kaku. Tiba-tiba ...BRAK!Batang pohon itu pecah seketika. Hingga puing-puingnya berhamburan jauh. Zien Cheng sampai berjungka
Sebelum tubuh Zien Cheng terhempas ke tanah, tubuhnya tiba-tiba mengambang di udara untuk beberapa detik hingga terjatuh ke tanah dengan lembut. Raut wajahnya pucat pasi, matanya tertutup rapat, dan bibirnya kering. Namun, aroma darah yang teramat unik seolah menarik keras kesadarannya."Engg ...hhh ...." Zien Cheng melenguh begitu merasakan sekujur tubuhnya terasa ngilu. Perlahan kedua kelopak matanya terbuka. Hamparan langit di sela-sela semak yang ia rebahi terlihat sangat indah."A-aku m-masih hidup?" gumamnya terbata-bata.Tiba-tiba aroma khas itu tercium kembali. Entah mengapa hanya karena aroma itu, menimbulkan dorongan kuat untuk Zien Cheng bangkit dari posisinya. Walau teramat tertatih dan rasa remuk di tubuhnya, akhirnya Zien Cheng dapat bangkit juga. Pandangannya langsung terfokus pada sebuah gua tua yang ada di sampingnya."Gua apa itu?" Zien Cheng menelisik sekitar. Tak ada siapapun di sekitar sana. Bahkan nyaris tak ada jalan untuk di pijak. Zien Cheng terpaksa menerobos
Di atas gunung yang tinggi dihuni oleh sekte terlemah di Benua Selatan yakni sekte Kongdang. Di mana pimpinan sekte tersebut telah menghilang secara misterius. Hanya putranya yang malang yang tetap berada di sana, yakni seorang pemuda bernama Zien Cheng. Di saat semua murid sekte Kongdang mempelajari jurus penting masuk perguruan tinggi, seorang murid yang sedang melakukan hukuman menyapu halaman, memperhatikan setiap gerakan dengan detail. Dialah Zein Cheng. Zien Cheng dengan semangat menggunakan sapu sebagai pedang untuk turut berlatih."Heh, Zien Cheng! Menyapu yang benar!" tegur Paman Gong. Satu-satunya pengawas para murid yang paling kejam dan juga adik dari ayahnya Zien Cheng.Buru-buru Zien menghentikan aksinya. Ia kembali menyapu dedaunan kering dengan serius. Sesekali melirik Paman Gong yang masih berdiri tak jauh darinya."Aku sudah memperingatimu untuk tahu diri, Zien Cheng. Jangan melewati batas. Aku pastikan kau tak ada waktu untuk mempelajari ilmu penting masuk pergurua







