Sebelum keluar dari pintu penginapan, Aji melongok melihat situasi di jalanan kadipaten yang terlihat lengang. Hanya terlihat beberapa orang pengemis yang masih beroperasi di kegelapan malam.
Setelah berjalan dan sudah berada tidak jauh dari Istana, Aji menyipitkan kedua matanya untuk melihat lebih jelas, beberapa sosok hitam yang bergerombol di seberang depan istana
Aji mengernyit sesaat melihat keganjilan tersebut. Tadi ketika dia dan Ratih berjalan-jalan untuk mencari bukti, hanya ada satu pemgemis saja yang berada di seberang depan istana. Tapi kenapa sekarang ada 5 orang pengemis dan posisi duduk mereka berdempetan?
Keganjilan itulah yang membuat Aji harus mencari tempat sepi untuk melompat ke atas atap rumah penduduk, agar bisa mencari jalan memasuki istana tanpa ketahuan seorang pun.
Setelah dirasa tidak ada yang memperhatikannya, lelaki tampan itu menyelinap memasuki gang antar rumah penduduk dan kemudian melompat denga ringan ke
Yoga yang berada di depan pintu tentu saja dibuat terkejut, ketika Aji membuka pintu secara tiba-tiba.Adipati Hanggareksa pun terhenyak tak percaya. Yoga, sosok yang sangat dipercaya olehnya sebagai kepala teliksandi kadipaten Tanjung Rejo, ternyata adalah seorang terduga penghianat.Setelah tersadar dari rasa terkejutnya, Yoga tiba-tiba berusaha melarikan diri. Dia berlari secepat mungkin meninggalkan aula.Aji dengan sigap melakukan pengejaran. Dan dalam waktu yang relatif singkat, duda tampan itu berhasil menyusul Yoga, sebelum kepala teliksandi itu berhasil keluar dari gerbang istana.Yoga seketika menghentikan ayunan cepat langkahnya. Ternyata kemampuan ilmu meringankan diri yang dimiliknya, masih jauh di bawah lelaki tampan yang kini sudah menghadang jalannya.Raut keterkejutan pun seketika tercetak di wajahnya. "Cepat sekali!" gumamnya dalam hati."Kau mau lari kemana, Yoga? Apakah tidak sebaiknya kau me
Segera dia alirkan tenaga dalamnya untuk mengeluarkan efek racun dari tubuhnya. Asap kehitaman keluar perlahan dan tak lama wajahnya terlihat segar kembali. Tanpa disadarinya, Pedang kegelapan yang tergantung di punggungnya, turut menyerap racun yang bersarang di tubuhnya. Sehingga Aji tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga dalam untuk mengeluarkan sisa-sisa racun yang ada.Mata lelaki berpakaian hitam itu pun terbelalak lebar melihat Aji dengan mudahnya menghilangkan efek jurus beracunnya. "Siapa sebenarnya dia, kekuatan macam apa yang dimilikinya?""Ternyata kau seorang pendekar yang licik." Aji tersenyum mencibir."Bedebah ...! Apa kau tidak tahu, kami pendekar aliran hitam tidak peduli dengan aturan dalam pertarungan. Aturan yang kami pakai adalah kemenangan, apapun caranya!"Seusai berkata, lelaki berpakaian serba hitam itu kemudian lagi-lagi menghilang.Aji yang sudah mulai memahami cara licik lawannya, kemudian memusatkan konsentrasiny
Lelaki berpakaian serba hitam yang juga guru dari Yoga itu mengarahkan pandangannya ke sekeliling, sebelum memutuskan masuk ke dalam gua.Dari jarak sekitar 30 meter, samar-samar Aji bisa melihat ketika lelaki yang sudah melarikan diri dari pertarungan itu memasuki gua. Pengalaman sebagai seorang perampok banyak membantunya dalam situasi seperti ini. Ketajaman pandangannya tidak perlu diragukan lagi, meski keadaan gelap gulita.Di dalam gua, Yoga yang sedang terpekur sendirian, duduk di atas sebuah batu berlumut tanpa alas. Dia sudah tidak perduli dengan kotornya pakaian yang dikenakannya saat ini. Yang ada dalam pikirannya hanya bagaimana nasibnya selanjutnya setelah ketahuan menjadi seorang penghianat.Ada rasa penyesalan di dalam hatinya tentang apa yang sudah dilakukannya. Padahal sejak dia masih berumur 10 tahun, Adipati Hanggareksa sudah merawatnya selayaknya anak sendiri. Tak pernah sekalipun lelaki berumur 40 tahun lebih itu bersikap ke
"Aku tidak paham maksudmu pendekar. Bisakah kau jelaskan apa rencanamu sebenarnya?" tanya lelaki tua."Begini ... kalau memang Yoga mau menerima tawaranku untuk kembali membantu Tuan Adipati, aku sudah punya rencana untuknya," jawab Aji, dengan senyum tipis tercetak di bibirnya."Rencana apa?""Aku akan mengatakannya nanti di istana. Sekarang tinggal Yoga bagaimana, apakah dia mau bekerja sama atau tidak?"Lelaki tua itu menepuk pundak Yoga pelan, "Jika kau ingin menebus kesalahanmu, maka terimalah tawaran yang diberikan pendekar ini. Aku yakin tidak akan terjadi apa-apa padamu."Setelah berpikir untuk sesaat, Yoga akhirnya mengangguk dan siap untuk bekerja sama. "Baiklah, Tuan. Aku sudah siap untuk membantu Tuan Adipati. Sekarang apa yang harus aku lakukan?"Aji tersenyum sebelum menjelaskan sedikit apa yang harus dilakukan Yoga."Selebihnya akan aku jelaskan di istana. Sekarang aku pergi dulu ke istana!" pung
"Benar, Tuan. Bahkan Yoga akan menjadi sosok penting dalam rencana kita nanti," jawab Aji."Kalau dia tidak kembali ke sini, apa yang harus kita lakukan?" tanya Adipati Hanggareksa lagi. Dia masih belum mempunyai keyakinan bahwa Yoga akan kembali."Dia pasti kembali, Tuan. Tapi hamba sudah mempunyai rencana cadangan jika dia tidak kembali.""Kita bicarakan besok saja. Aku sudah sangat mengantuk sekarang. Kau mau tidur di sini atau kembali ke penginapan?""Hamba kembali ke penginapan saja, Tuan. Hamba mesti menjelaskan rencana yang akan dijalankan Bargowo dan Rangga besok pagi," jawab Aji."Baiklah. Kau boleh pergi. Tapi besok pagi-pagi kau dan Ratih harus sudah berada di sini. Dengan berhianatnya Yoga, aku tidak bisa mempercayai orang lain selain kalian," tutur Adipati Hanggareksa. Hembusan napasnya terdengar kuat melalui kedua lubang hidungnya.Aji berdiri memberi hormat, lalu berjalan menuju pintu aula. Langka
"Tidak mungkin! Aku tidak percaya jika kau dulu seorang perampok. Kau pasti bercanda, Aji," ucap Ratih.Aji tersenyum menatap Ratih. Dia bisa melihat rasa tidak percaya dari wajah tiga orang di dekatnya itu."Aku tidak memaksamu untuk percaya kepadaku, Ratih. Yang aku katakan baru saja adalah sebuah kenyataan buruk yang sengaja memang ingin aku pendam selamanya."Aji kemudian mengalihkan pandangannya kepada Rangga. "Dan mengenai pertanyaanmu, Rangga ... aku adalah perencana dalam setiap aksi perampokan yang dilakukan kelompokku. Jadi dari pengalaman demi pengalaman yang aku alami selama menjadi perampok, itulah yang aku terapkan sekarang ini. Mungkin kalian masih ingat ketika aku bisa membaca jebakan yang sudah disiapkan kelompok Bargowo ketika kita melintas di hutan, itu karena jebakan yang dipakai sangat sederhana dan sudah umum digunakan para perampok."Bargowo tersenyum kecut mendengar Aji menyebut namanya."Terus
Ratih bisa menangkap kegetiran dalam getar suara Aji. Dia tahu jika Aji masih belum bisa melupakan kejadian yang sudah merenggut nyawa anak dan istrinya.Tak berapa lama, Yoga dan gurunya sudah sampai di depan istana. Mereka berdua bergegas mendekati Aji yang sudah menunggu kedatangan keduanya."Aku tahu Kau pasti akan datang," ucap Aji seraya tersenyum hangat.Meskipun malu, Yoga tetap memaksa untuk tersenyum. Dia sadar, jika tidak ada Aji, maka dia akan selamanya tersesat menjadi seorang penghianat. Sebuah cap yang sangat buruk di mata masyarakat."Aku berjanji akan membantu Tuan Adipati untuk menyelesaikan masalah ini," balas Yoga."Ayo kita masuk ke dalam! Tuan Adipati sudah menunggu kedatangan kita," ajak Aji.Yoga dan gurunya mengangguk kecil. Mereka berdua kemudian berjalan masuk mengikuti langkah Aji dan Ratih yang berada di depan.Tanpa mereka sadari, sepasang mata ternyata sudah mengawasi dari j
Meskipun gurunya tidak memberi dukungan, tapi Yoga sudah pasrah jika memang hukuman mati akan diterapkan kepadanya. "Sekarang pun hamba siap untuk menerima hukuman mati, Tuan Adipati," sahut Yoga tegas. Dia merasa mati sekarang atau nanti siang akan sama saja. "Kau yakin berani dihukum mati sekarang?" tanya Adipati Hanggareksa. "Hamba yakin, Tuan. Jujur hamba malu telah mengkhianati kepercayaan yang sudah Tuan berikan kepada hamba. Dan sebagai penebus rasa malu yang telah hamba lakukan, hukuman mati memang hukuman yang tepat buat hamba." Adipati Hanggareksa tersenyu tipis melihat raut penyesalan di wajah Yoga. Dia kemudian memandang Aji untuk meminta pertimbangan. Aji memberi anggukan kecil sebagai tanda bahwa Yoga masih bisa diberi kesempatan. Adipati Hanggareksa berdiri dan kemudian berjalan mendekati Yoga. "Jika kau mau membantu mengatasi masalah yang sedang aku hadapi, aku tidak akan memberi huku