Sejak awal menjatuhkan hati pada Permaisuri dari keluarga Sagara, Raj paham benar dengan konsekuensi yang akan dihadapi ke depannya. Terlebih, ketika dirinya saat ini sudah menjadi menantu dari keluarga tersebut. Maka, semua gerak geriknya di luaran sana pasti akan lebih disorot lagi.
Namun, satu yang Raj tidak habis pikir, kalau Mai berani mengancam menggunakan keahliannya sebagai pengacara. Jika dipikir-pikir lagi, itu berarti Mai tidak ingin Raj berselingkuh darinya. Memangnya, istri mana yang ingin suaminya berbuat serong di luar sana.
Hanya saja, satu yang tersirat dari ancaman Mai tersebut. Yaitu, Mai ingin pernikahan yang mereka jalani sekarang tetap bertahan. Semoga, semua ini menjadi awal yang baik untuk kehidupan rumah tangga mereka ke depannya.
Lantas, seperti yang sudah dititahkan oleh Sinar waktu itu
Hola Mba Beb. Udah akhir bulan, waktunya pengumuman. Yang namanya tertulis di bawah ini, bisa DM ID-nya di igeh saia yaakk @kanietha_ (pake [_] underscore di belakang yakk). Saya tunggu sampai tanggal 4 Nov, yaa. Setelah itu, moon maap kalau hangus. Karena saia ngirim datanya sekaligus ke pihak GN. 1.Luspita Gusti 2.Novel Lovers 3.RF Riani 4.Rna Waty 5.Tralala 6.Aisha Arkana 7.Mia Prahartina 8.Yunianingsih Surya 9.Ratna Puspita 10.Sophia Setiawan 11.Ismaya Melaningsih 12.Lilis Suryani 13.Arunika Eklibb 14.Yielda Sofyan 15.Loetfie Iloet 16.Arie Asmara 17.Retna Seipudien 18.Nuey Azizah 19.MyLusiana 20.Hepi 21.Himatul Aliyah H 22.Kharem Nisya 23.Irwani Siregar 24.Hayati Nur 25.Mala Intan 26.Mmbak6658 27.Niessa Diana 28.Novee Lim 29.Devirulli27
“Gak besar seperti rumahmu, tapi, lumayan kalau dipake buat bikin anak.” Mai yang tengah membuka sabuk pengaman, langsung melirik datar pada sang suami. Apa Raj sangat menginginkan anak di pernikahan mereka, sehingga yang ada di kepala pria itu hanyalah, anak, anak dan anak. Pagi itu, setelah mereka menikmati sarapan di balkon kamar hotel, Raj mengajak istrinya untuk mengunjungi rumah masa depan mereka. Rumah dua lantai yang mengusung konsep modern dengan sentuhan industrial itu, benar-benar tampak simple dan elegan dari depan. “Dari ruang tamu, tengah, dapur, kamar, sampai rooftop, semuanya bisa dipakai!” Kedua alis tebal Raj itu bergerak naik turun dengan tatapan jahil. “Mulutnya, bisa gak diatur sedikit kalau ngomong?”
Entah mengapa, bagi Mai hari berlalu begitu cepat. Tinggal satu atap dengan sang mertua pun, pada akhirnya juga harus dijalani oleh Mai. Beruntung, karena kedua orang tua Raj sangat welcome dengan Mai, hingga hari-harinya berjalan seperti biasa. Meskipun, ada hal-hal yang memang harus dijaga untuk menghindari sebuah gesekan yang mungkin saja terjadi, tanpa disadari. Sampai akhirnya, hari yang ditunggu itu pun tiba. Resepsi pernikahan yang digelar dengan begitu mewah. Bahkan, mengalahkan resepsi Qai dan Sila satu bulan yang lalu. Bagaimana tidak lebih megah, kalau tamu yang diundang dari pihak Raj, adalah para pejabat yang biasa berkeliaran di Istana Negara. Walaupun, tanpa kehadiran sang presiden, seperti yang sempat diharapkan Sinar saat itu. Akhirnya, impian yang sudah Sinar susun sebelumnya, berhasil dengan sempur
“Sampai kapan kamu mau diemin aku?” “Sampai kamu sadar, kalau aku sudah jadi suamimu.” Raj melihat eggs benedic yang sedari tadi tidak disentuh sama sekali oleh Mai. Padahal, sarapan yang disantap oleh Raj, kini sudah tinggal separuh. Istrinya itu juga tidak menyentuh minuman yang ada di atas meja sama sekali. “Jangan kekanakan, Raj.” Raj kemudian meletakkan garpu dan pisaunya bersamaan di atas piring. Sejak semalam, ia memang sengaja mendiamkan Mai. Mencoba mengacuhkan istrinya itu meskipun Mai sempat memeluknya dari belakang ketika mereka berada di tempat tidur. Selama ini, toleransi Raj terhadap Mai sudah terlalu tinggi. Sekali-sekali, istrinya itu memang harus diberi pelajaran dan harus introspeksi diri. “Sabar
“Ini, kita mau ke mana lagi, Mbak?” tanya sang sopir yang sudah berkeliling tanpa tujuan hampir satu jam lamanya. Mai menggigit bibir bawah bagian dalamnya untuk berpikir. “Taman deket-deket sini ada gak, Pak. Saya mau sarapan.” Berpikir sejenak. Tidak lama kemudian, sang sopir itu pun mengangangguk. Tidak berani membantah, ataupun bertanya mengenai masalah yang tengah dihadapi salah satu atasannya itu. Ia hanya tahu, kalau semua yang dilakukannya bersama Mai pagi ini, haruslah disimpan dalam diam. “Ada Mbak,” jawab sang sopir. “Mbak Mai mau ke sana?” “Iya, Bapak sudah sarapan?” Mai bertanya balik. Khawatir kalau sang sopir hotel tersebut, ternyata belum sarapan pagi ini. “Sudah, Mbak.”
Wajah datar itu menarik sudut bibirnya dengan sorot mata yang berbinar. Melihat dua garis yang muncul, pada alat tes kehamilan yang baru saja dibeli beberapa saat yang lalu.Untuk pertama kalinya di dalam hidup Mai, ia merasa bingung dan tidak tahu, apa yang harus dilakukan selanjutnya. Letupan rasa bahagia itu, benar-benar bertumpah ruah di dalam dada.Setelah membeli tespek di apotek, Mai memutuskan untuk membuka kamar di sebuah hotel berbintang. Tentunya, bukan salah satu milik dari keluarga besarnya. Untuk itulah, Mai kali ini merasa bingung, harus ke mana melampiaskan kebahagiaan yang dirasakannya saat ini.Keluar dari kamar mandi, Mai langsung duduk di tepi ranjang. Meraih ponsel yang tergeletak di sana lalu mengaktifkannya. Sejak kaki Mai melangkah ke luar dari kamar pengantinnya pagi tadi, ia langsung memati
Raj hanya duduk, diam di sudut tempat tidur. Bersila sekaligus bersedekap, melihat Mai menyantap semua makanan dengan begitu lahap. Selama hidup bersama Mai, baru kali ini Raj melihat Mai makan seperti itu. “Gitu, yang katanya sudah sarapan?” sindir Raj, tapi tidak dipedulikan oleh Mai. “Ambilin minum,” titah Mai memberi lirikan tajam pada Raj sembari terus saja melahap makanannya. Satu porsi chicken wings yang baru dibeli Raj itu, sudah ia habiskan terlebih dahulu. “Air putih anget, jangan yang dingin.” “Kamu bisa ambil sendiri, kan?” balas Raj yang tidak ingin diperintah semena-mena oleh sang istri, yang tidak menawarinya makanan sedari tadi. “Kepalaku masih pusing,” ungkap Mai beralasan. “Kamu pengen aku turun sendiri terus jatuh dari tangga? Begitu?”
“Udah enakan?” Raj masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas susu hangat. Meletakkan cairan putih itu di atas nakas lalu duduk di tepi tempat tidur. Mai yang baru selesai mandi, dan masih melakukan ritual malamnya di depan meja rias itu, berbalik. Sedikit memicing, untuk memastikan sesuatu yang dibawa masuk ke dalam kamar oleh sang suami. “Itu, susu?” tanya Mai sedikit bingung, karena selama hidup besama Raj, pria itu tidak pernah minum susu sama sekali. Sedangkan Mai, hanya minum susu ketika hendak berangkat kerja saja. “Iya, susumu.” Raj kembali memasang wajah jahilnya. Tatapannya pun langsung menyasar pada dada sang istri yang masih berbalut bathrobe. Mai berdecak kecil mendengar jawaban Raj. “Kamu yang minum?” Waja