Share

Tergoda

Adeline melangkahkan kakinya menuju area taman belakang.

Tidak ada yang dia bisa dia lakukan di  dalam mansion. Maka dari itu Adeline memutuskan untuk mengunjungi taman belakang sembari menjernihkan matanya karena sudah bosan melihat sosok Kendrick yang ada di dalam mansion.

Kaki yang dibalut oleh Hermes oran sandal itu berhenti kala matanya mendapatkan seorang pria besar yang menggunakan setelan jas sedang menatapnya dengan tatapan datar tapi terlihat mengerikan.

Adeline kenal orang itu. Dia Denio, sekretaris pribadi Kendrick.

Adeline menggerakkan kepalanya, berusaha merilekskan ototnya yang tegang. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Adeline mencoba mencairkan suasana.

Denio menelan salivanya dalam. Suara lembut Adeline berhasil menggoncang pertahanan Denio. Untung saja dia masih ingat siapa itu Adeline, wanita milik Kendrick, bosnya.

Pria mana yang tidak menyukai sosok Adeline? Wanita dengan kulit putih bersih, mata cokelat terang, alis rapi tanpa bantuan pensil alis, buah dada yang kencang, tubuh sintal, terlebih bokong bulat penuh. Sungguh sangat menggoda. Adeline seperti jelmaan bidadari. Pantas saja Kendrick betah mengurung Adeline dalam dekapannya, menungganginya sembari meneriakkan nama Adeline.

"Saya hanya mencari udara segar, Nyonya," jawab Denio dengan suara berat terkesan formal.

Adeline menghela nafasnya, Denio sama seperti Kendrick. Tidak ada bedanya. Denio dan Kendrick benar-benar pria yang sangat tampan, terlebih badan bagus yang mereka miliki. Meskipun demikian, jika disandingkan, dengan berat hati Adeline memilih Kendrick.

Pria bermata biru itu sesuatu yang tidak dimiliki oleh pria lain. Entahlah, Adeline tidak bisa menjelaskan sesuatu apa itu.

"Ayo duduk," ajak Adeline yang kemudian duduk di kursi taman, menyilangkan salah satu kakinya. Mendongak, lalu mengarahkan alisnya yang menyatu ke Denio.

"Tidak perlu, Nyonya. Saya berdiri saja," sahut Denio tanpa ekspresi sama sekali.

Adeline mengangguk, tidak ingin mempermasalahkan hal itu. "Boleh aku tanya?"

"Boleh, Nyonya." Denio sedikit terkejut ketika Adeline meminta izin kepadanya. Padahal, tanpa bertanya pun, Denio pasti akan menuruti setiap perintah atasannya.

"Kau sudah lama bekerja dengan Kendrick, sedangkan aku adalah orang baru. Bahkan, pekerjaan aku itu lebih berat darimu ... aku hanya masih bingung tentang sifat Kendrick. Kadang dia bersikap baik, kadang juga bersikap jahat. Padahal aku rasa tidak ada yang salah," kata Adeline panjang lebar sambil menatap tanaman di depannya dengan raut wajah yang sedikit tertekuk.

Untuk melancarkan aksi tersembunyinya, Adeline harus tahu dulu bagaimana sifat Kendrick.

"Tuan Kendrick sebenarnya baik, Nyonya." Suara itu berhasil menarik pandangan Adeline.  Dia menatap fokus Denio, seakan merasa tertarik dengan pembahasan kali ini. "Nyonya hanya cukup melakukan tugas Nyonya saja dengan baik, dan jangan pernah buat Tuan Kendrick marah besar. Semakin Nyonya memanjakan Tuan Kendrick, maka Tuan Kendrick akan bersikap baik kepada Nyonya."

Adeline mengangguk paham, ia menelan semua kalimat Denio dan menanamnya dalam kepalanya. "Lalu kau menganggap aku seperti wanita apa?" tanya Adeline. "Kau juga tahu apa sekarang posisiku di sini."

"Saya menganggap Nyonya sebagai wanita pada umumnya," jawa Denio dengan datar. "Kalau saja Tuan Kendrick sudah bosan, pasti aku akan menjadikan Nyonya sebagai istri saya. Tapi tidak mungkin," sambungnya dalam hati.

Adeline sempat tertegun, ia kira Denio akan merendahkannya. Apalagi posisi mereka sama-sama bekerja dengan satu bos. Jadi sebenarnya tidak ada tingkatan diantara mereka.

"Lalu bagaimana dengan keluarganya?" Adeline berdiri. Tatapannya berubah, seperti sedang memerintah Denio untuk segera menjawab pertanyaannya.

"Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa menjawabnya. Lebih baik Nyonya tanya saja kepada Tuan Kendrick"

Adeline menghela nafas kecewa. Semua harapan untuk mengetahui siapa itu Kendrick langsung saja sirna. Bahkan Denio saja tidak mau memberitahunya. Tubuh Adeline langsung melorot seketika, seperti orang yang tidak diberi makan.

Tiba-tiba ponsel Adeline berbunyi, membuat Adeline membulatkan matanya ketika membaca nama Kendrick sudah ada di layar ponsel.

"Astaga! Kendrick menelepon!" pekik Adeline dengan tatapan membola. Jantungnya langsung menari-nari di dalam sana, bersiap ingin keluar dari tempatnya.

Kalau sudah nama Kendrick terpampang, maka sudah pasti ada yang diinginkan pria itu.

"Nyonya jawab saja. Kalau begitu saya permisi," pamit Kendrick, meninggalkan Adeline yang masih mengatur deru nafasnya. Dia tidak ingin terlibat masalah mereka.

"Ya? Halo?" sahut Adeline dengan nada seperti biasanya. Beruntung dia bisa mengatasi keterkejutannya.

"Kau dimana?"

Suara berat itu membuat Adeline memejamkan matanya erat, pasalnya suara Kendrick berhasil membuat tubuhnya meremang. "Aku lagi di taman belakang."

"Cepat naik. Jangan lupa bawa handuk dan air." Setelah itu telepon diputuskan begitu saja.

Menarik nafas, lalu berlari secepat mungkin. Rambutnya bahkan ikut melompat-lompat. Dia tidak boleh terlambat. Bahkan beberapa pelayan menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan, tetapi semuanya diabaikan begitu saja oleh Adleine.

***

Nafas wanita yang baru saja sampai ke ruangan gym tercekat. Matanya tidak berkedip sama sekali. Jantungnya yang mulai tenang itu malah mendadak menarik-nari disko. Ia menelan salivanya dalam dengan kondisi bibir terbuka kecil.

Kendrick sedang berlari diatas treadmill dengan kecepatan maksimum, membuat keringat segar keluar dari seluruh kulit tubuhnya. Kondisi Kendrick yang tidak memakai pakaian itu mengakibatkan Adeline dapat menonton puas perut roti sobek Kendrick.

Puas ... biasanya jika mereka bermain di ranjang, Kendrick selalu mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur. Hanya cahaya redup yang menemani mereka. Dan bagaimana bisa Adeline puas menatap roti sobek itu jika cahaya dan dirinya sedang dikendalikan sepenuhnya oleh Kendrick.

Warna kulit cokelat Kendrick terlihat glowing oleh bantuan keringat segar yang dihasilkan. Rambunya yang sudah acak-acakan semakin menambah aura ketampanannya. Kali ini Kendrick punya pesona yang jauh lebih kuat.

Tiba-tiba Kendrik menoleh, membuat kesadaran Adeline sontak pulih seketika, terlihat dari matanya yang mengerja-erjap.

Kendrick dengan nafas yang masih belum teratur mematikan treadmill, lalu berjalan dengan tubuh yang penuh keringat. Celana pendek yang diatas lutut itu berhasil menampilkan cetakan-cetakan otot keras di pahanya.

"Keringkan," perintah Kendrick dengan tatapan datar.

Adeline manggut-manggut. Dia mendekat, lalu mengeringkan keringat itu dengan bantuan handuk. Gerakan Adeline dimulai dari leher kemudian ke dada bidang Kendrick yang berbentuk.

Adeline menarik oksigen banyak saat sudah berhadapan dengan dada bidang Kendrick. Fantastis! Adeline tidak mencium aroma yang mengganggu indra penciumannya, malah terlihat sangat segar.

Tangan Adeline  tiba tiba menyentuh dada bidang Kendrick, dikarenakan Kendrick yang menarik pinggangnya. Dia mendongak, menatap mata biru itu dengan tatapan penuh pertanyaan.

Apakah dia membuat kesalahan lagi?

"Damn ... pakaian ini terlihat cantik di tubuh indahmu," puji Kendrick dengan tangan yang mengelus bagian punggung Adeline dengan sensual. Kendrick senang karena Adeline memakai apa yang ia beli

Adeline memakai gaun berjenis shift dress dengan panjang yang hanya selutut. Gaun itu tidak membentuk lekukan tubuhnya tapi berhasil membuat Kendrick memuji dirinya.

"Terima kasih," sahut Adelien dengan senyum manisnya ... setidaknya itu adalah respons yang masuk akal. Dia pun melanjutkan kegiatannya yang tertunda.

"Kau menginginkan tubuhku, hm?" tanya Kendrick. Bibir Adeline terbua terkejut saat tangan besar Kendrick meremas bokongnya dengan gerakan sensual. "Aku melihat tatapan laparmu."

"Semakin Nyonya memanjakan Tuan kendrick, maka Tuan Kendrick akan semakin baik."

Kalimat itu terngiang di kepala Adeline, membuatnya mengerti akan apa yang harus dilakukan.

"Tentu," jawab Adeline jujur, memang dia tergoda. Jari mulusnya mulai bergerak menggambarkan bentuk abstrak di dada bidang Kendrick, membuat Kendrick mendongak ke langit-langit dengan jakun yang naik turun. "Kau terlihat sangat seksi sehabis olahraga," puji Adeline dengan suara seksinya.

Entah apa yang merasuki Adeline sampai-sampai tangannya bergerak memeluk pinggang Kendrick. "Kau juga?" tanyanya.

Kendrick mencium kening Adeline. Tidak ada jawaban, tetapi dari kegiatan yang ditunjukkan Kendrick sudah menunjukkan semuanya.

Tubuh Adeline diam memaku. Jantungnya bergerak cepat. Ada perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Matanya saja sampai tak berkedip. Ciuman kendrick sangat berbeda. Entah kenapa Adeline dapat merasakan ciuman yang penuh dengan kelembutan.

"Jangan pernah berharap, Adeline," pikirnya dalam hati. Sontak saja Adeline memejamkan matanya, lalu membukanya bersamaan dengan pemikiran tentang ciuman itu hilang entah kemana.

"Tunggu!" hardik Adeline yang menahan tangan Kendrik sebelum tangan itu berhasil menyentuh buah dadanya.

"Kenapa?" tanya Kendrick dengan tatapan menggelap. Adeline menggigit bibirnya, membuat Kendrick semakin bergairah.

"Ini di ruangan gym—"

"Memangnya kenapa?" potong Kendrick. "Aku bahkan bisa menggendongmu saat bercinta."

Nafas Adeline tercekat ketika membayangkan hal itu. Dia menggeleng. "Lebih baik kau mandi dulu. Setelah itu makan malam—"

"Aku tidak bisa menunggu lama."

"Tapi aku butuh tenaga," lanjut Adeline. Dia kembali menjalankan jarinya di dada Kendrick, membuat kendrick menggeram lemah. "Aku harus makan supaya aku kuat saat melayanimu," jelas Adeline lembut, "jadi bersiaplah untuk nanti malam!"

"Harusnya kau yang bersiap nanti malam! Aku akan membuatmu tidak tidur!" teriak Kendrick bermaksud agar Adeline mendengarnya pasalnya dia sudah berjalan ke pintu.

Kendrick menyentuh miliknya yang sudah mengeras itu, membuatnya menggeram lemah.

Sesudah di luar, Adeline meringis membayangkan di kepalanya jika mereka sempat melakukan itu di dalam sana.

Tentu dia mengingat kalimat Denio, tetapi jika bermain disana sungguh tidak mungkin. Belum lagi Kendrick yang bermain kasar, maka dari itu Adeline memerlukan kasur sebagai faktor pendukung.

Tidak mau berlama-lama di lantai tersebut karena takut Kendrick yabg memanggil lagi, segera saja Adeline turun ke bawah menggunakan lift.

"Aku tidak tahu dengan jelas tata tertib mansion ini."

"Aku juga. Aku baru dua bulan bekerja di sini. Lebih baik kau bertanya kepada Ana. Dia sudah melayani Tuan Kendrick selama beberapa tahun belakangan ini."

Suara pelayan-pelayan wanita di dapur membuat Adeline menghentikan langkahnya. Ia bersembunyi di balik pilar besar itu sambil menajamkan telinganya.

"Ana. Aku akan bertanya kepadanya," gumam Adeline sembari mengangguk mantap.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Layak Layak
bagus sekali
goodnovel comment avatar
Yuli yanti
ga bisa di bukaa
goodnovel comment avatar
Oma Euis
monoton,,ceritanya cm ke itu"terus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status