Share

Bab 15 Penjelasan lengkap dari Aiden

“A—apa yang kau lakukan?”

Sesudah Stephanie memproses semua apa yang terjadi di kepalanya dengan cepat, akhirnya hanya kalimat itu yang dikeluarkan sebagai bentuk protes akan apa yang Aiden lakukan.

Dan Aiden hanya tersenyum mendengar itu. “Kau sedang marah atau bertanya dengan nada yang baik, heh?”

Mendengar ejekan yang Aiden berikan kepadanya membuat Stephanie menghela jengah. Kalau saja Aiden tidak melingkarkan tangan di pinggang miliknya, sudah pasti Stephanie akan turun dari tadi.

“Kenapa kau menciumku?” Stephanie mengabaikan ejekan itu. “Kau sangat mesum—”

“Tidak baik untuk mengatakan bahasa kasar, Sweetie,” potong Aiden yang sudah membawa tangan Stephanie untuk turun dari depan wajahnya. “Orang selembut dirimu tidak cocok mengatakan bahasa kasar.”

Cukup! Stephanie sudah tidak tahan lagi. Apalagi ketika dia mendengar kalimat lanjutan dari Aiden yang malah membuatnya sangat malu.

“Salah siapa yang punya bibir seksi sampai-sampai aku tidak tahan?” Itulah kalimat Aiden yang mampu membuat bibir Stephanie mengunci rapat. “Akhirnya rasa penasaranku akan bibirmu terbayar lunas— rasanya sangat manis.”

Ya, Tuhan, jangan terbuai Stephanie!

Dan Stephanie tidak sadar kalau kedua pipinya sudah mengeluarkan semburat merah yang bahkan Aiden tidak bisa menahan untuk mengeluarkan senyum lebarnya .... Senyuman itu bisa membuat sesuatu di dalam Stephanie bercampur aduk ... Demi Tuhan, Aiden sangat tampan sekali!

“Kalau kau mau protes sepertinya tidak bisa. Sebentar lagi kita akan bertunangan lalu menikah— berlatih dulu tidak masalah, bukan?”

“Cukup! Lebih baik kau menjelaskan apa yang ingin kau jelaskan sebelumnya!” Stephanie bersuara untuk menghentikan pembicaraan yang pastinya akan berlanjut dengan penuh kegilaan. Otak Aiden sungguh tidak waras— berbanding terbalik dengan otak Stephanie yang masih suci.

Kini tangan Aiden yang menganggur sudah memiliki pekerjaan, menggulung rambut hitam Stephanie dengan sangat lembut.

“Singkat saja— Aku berpacaran dengan Amanda ....” Baru saja Aiden membuka suaranya tapi itu sudah bisa membuat Stephanie cukup sesak. Dalam hati, dia memohon supaya hatinya kuat sampai akhir penjelasan.

“Sementara itu, aku punya tiga sahabat— Marvin, Jackob, dan Joshua. Tapi ternyata aku dikhianati oleh seorang sahabat yang sudah kuanggap sebagai saudara sendiri— Joshua. Dia punya hubungan gelap dengan Amanda. Aku memergoki mereka ... dan anehnya Amanda malah menghilang setelah aku sangat marah kepada mereka berdua.”

Beberapa saat Stephanie terdiam, berjaga-jaga kalau ternyata Aiden ingin melanjutkan kalimatnya. Tapi sepertinya apa yang Aiden katakan sudah selesai.

“Hanya itu?”

“Tentu. Aku tidak ingin menceritakan apa saja yang terjadi pada waktu itu— bisa-bisa hatimu yang lembut itu akan menangis.”

Sementara Aiden bicara disitu pula Stephanie mengambil kesempatan— memerikaa melalui raut wajah dan tatapan Aiden .... Apa yang Aiden tunjukkan sangat jauh berbeda dengan waktu itu. Aiden terlihat sangat berani dan rasa luka tidak ada di wajahnya. Ya, walaupun Aiden dengan wajahnya yang dingin, Stephanie tetap mampu menilai walaupun harus menelusuk lebih dalam.

“Jadi karena itu kau dan Joshua bermusuhan?”

Aiden mengangguk. “Dan karena aku tahu siapa Joshua makanya aku tidak ingin melihatmu berhubungan dengan dia—”

“Tapi Joshua tidak seperti itu,” potong Stephanie memperbaiki kalimat Aiden. Stephanie bisa melihat kalau apa yang Joshua tampilkan saat bersamanya murni tanpa kebohongan. “Joshua baik—”

“Aku tidak suka mendengarmu yang memuji pria lain disaat ada aku.” Jleb! Langsung saja Stephanie menutup bibirnya sesaat dia tahu kalau sekarang singa di hadapannya sudah bangun dari tidurnya.

“Aku sudah bersahabat dengan Joshua sejak lama, Sweetie. Tentu aku yang lebih tahu daripada dirimu yang baru bersahabat sejak kuliah.”

Dan Stephanie hanya bersikap biasa saja pada kalimat terakhir Aiden karena dia tahu kalau Aiden sudah mengetahui semua seluk beluk Stephanie.

“Apa dirimu sudah puas?” tanya Aiden yang lalu diangguki oleh Stephanie. Setidaknya Stephanie bersyukur karena Aiden yang mau menjelaskan sebelum dia mendengar dari orang lain— dan Stephanie tahu kalau apa yang Aiden katakan benar ... feelingnya mengatakan demikian.

“Kalau begitu seterusnya dirimu harus percaya padaku,” lanjut Aiden yang membuat Stephanie menghela napasnya jengah dikarenakan Aiden yang sudah masuk ke dalam mode memerintah.

“Apa kau tidak salah, Aiden?” Stephanie balik bertanya dan mengabaikan alis Aiden yang sudah bertaut. “Harusnya kau percaya padaku dan menyuruh mata-matamu untuk berhenti mengintaiku.”

Sebelum Aiden menimpali pernyataan dari Stephanie, dengan cepat Stephanie berkata, “Satu lagi, berhenti untuk mengorek privasiku! Aku punya privasi yang tidak bisa kau sentuh sejengkalpun.”

Suara gelak tawa Aiden terdengar. Stephanie lagi-lagi dibuat bingung dan mengulang kalimatnya dalam hati memastikan apakah yang dia katakan ada kesalahan atau tidak.

Sweetie, mata-mataku itu tidak jahat, itu demi kebaikanmu dan supaya kau semakin mengingat peraturanku.” Aiden menjelaskan dengan nada jenaka yang malah membuat Stephanie semakin kesal. “Dan lagipula, kita akan menjadi pasangan. Jadi aku rasa aku harus mengetahui privasimu. Kau paham, hm?”

“Tidak! Aku sungguh tidak paham denganmu, Aiden! Kau membuatku sangat kesal— lebih baik aku pulang saja—”

“Apa kau tidak punya sebutan lain untuk diriku? Memanggil namaku terdengar tidak sopan.”

Sontak saja Stephanie mengangguk mantap. Aiden terlihat sangat tidak sabaran mendengar panggilan untuknya, dibuktikan dengan sorot matanya.

Alion, lebih baik aku pulang sekarang sebelum aku semakin kesal!”

Alion,” kata Aiden lagi yang malah mengabaikan apa inti dari yang Stephanie katakan. Aiden dengan sorot mata antusiasnya malah tersenyum. “Ya ... nama itu sangat bagus .... Aku seperti singa yang tampan, bukan begitu?”

Mendengar gelak tawa yang Stephanie keluarkan membuat Aiden menjeda kalimatnya. Dia tidak mau suara tawa Stephanie ditimpal oleh suaranya supaya Aiden bisa mendengarnya dengan jelas.

Setelah Stephanie cukup tenang akhirnya dia bersuara. “Tampan? Astaga ... aku memberimu nama Alion— A untuk Aiden— lion untuk kau yang sangat menyeramkan dan suka marah.”

Setelah mengatakan itu Stephanie langsung turun dari pangkuan Aiden. Mengambil tasnya dengan cepat lalu berhenti sesudah berada di ujung pintu.

“Aku pergi dulu, Alion. Kuharap aku tidak bertemu untukmu—”

“Sepertinya harapanmu tidak akan terkabul, Sweetie.” Aiden berjalan mendekat sambi bersuara. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana membuat aura wibawa tercipta jelas. “Sebentar lagi kita akan bertemu— paling lama di pertunangan kita .... Kau bisa pulang tapi hanya dengan bersama Alex. Maaf aku tidak bisa mengantarmu karena sebentar lagi ada meeting.”

Maaf ... kata itu terus saja terulang di kepala Stephanie. Ini adalah kali pertama Aiden meminta maaf kepadanya. Tapi sebelum tubuhnya merespon berlebihan, segera Stephanie melanjutkan langkahnya ke luar— pergi dari area kuasa Aiden dan berharap melupakan kejadian di ruangan itu walaupun harapan hanyalah harapan.

***

Next Chapter ...

“Astaga, Kakak Ipar!” Clara memekik kaget dengan pandangan menuju ke arah pintu. Stephanie yang sedang asyik melihat daftar menu reflek menengadah lalu menuju ke arah apa yang Clara lihat.

“Itu Amanda!” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status