Share

Lamaran Nona Muda

Adelia mengambil ponselnya, dia mengirimkan pesan kepada Arisa bahwa hari ini dia akan pegi ke kantor, dia tidak ingin lama-lama mengurung diri di kamar, membiarkan orang-orang mengasihaninya dan memandangnya bahwa dia lemah saat kakeknya sudah tidak ada.

   Semalam setelah Deva memakan habis makanannya, Adleia menyurhnya pulang, dia mengancam apabila dia masih ada di rumah ini, Adelia akan memecatnya.

   “Aku akan pergi ke kantor sendiri, kita bertemu dikantor saja,” kata Adelia di pesan yang dia kirim untuk Arisa.

   Para karyawan yang mengira Adelia tidak akan hadi di kantor dalam beberapa waktu ke depan terlihat kaget bahwa bisnya sudah ada di kantor pagi-pagi sekali, mereka tidak menyangka baru satu hari persdir meninggal, tapi nona Adelia sudah masuk kantor.

   Adelia berpikir dengan keras, kata-kata pengacara Bernard terngiang-ngiang dikepalanya, “Bagaimana aku bisa mendapatkan pria yang akan kunikahi dalam waktu tiga bulan,” Adelia berbicara dalam hati sambil melipat tangannya ke dada.

  Dia membuka laptopnya, mengetikan sesuatu, wajahnya terlihat serius, Adelia mengetik perjanjian untuk siapapun pria yang akan dia nikahi, tentu saja itu bukan pernikahan sesuangguhnya, dia akan menikah hanya untuk menjadi presdir GoTop Ltd, dia tahu pasti ada sesuatu yang kakeknya sembunyikan sampai memberikan kursi presdir untuknya.

   Adelia mencetak perjanjian yang dia buat, lalu membacanya, dia memeriksanya agar tidak ada yang ketinggalan ataupun merugikannya, perjanjian itu terdiri dari beberapa syarat, dia tidak tahu siapa yang nanti akan menjadi suami kontraknya.

  Adelia menaruh perjanjian itu di laci mejanya, “Perjanjian sudah ku buat, tapi siapa yang harus ku nikahi, dan siapa yang bisa mengikuti aturanku,” Adelia setangah putus asa.

   “Kenapa harus menikah, kakek,” kata Adelia dalam hati.

   “Tok..tok…tok,” Deva mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan Adelia sambil membawa kopi pesanana Adelia yang setiap pagi menjadi tugas Deva menyiapkannya.

  “Kopi anda nona,” kata Deva sambil menaruh gelas kopi di atas meja Adelia, lalu berbalik badan meninggalkan Adelian.

   “Tunggu,” kata Adelia, Deva yang mendengar instruksi Adelia seketika berhenti.

  “Ada lagi yang anda perlukan?” tanya Deva dengan wajah bingung.

  “Kemarilah, duduk sebentar, ada yang ingin saya tanyakan,” kata Adelia.

  Deva berjalan mendekati meja Adelia, lalu duduk di depannya, “Ada apa nona?” tanya Deva.

  “Mana Arisa?” tanya Adelia memulai percakapannya dengan Deva, dia memastikan bahwa Arisa belum sampai dikantor, dia tidak ingin rencana yang ada dipikirannya terbaca oleh Arisa.

   “Dia masih dikantor media nona, mungkin dua jam lagi dia sampai di kantor,” jawab Deva.

    Entah mengapa perasaan Deva tidak enak, sepert ada sesuatu yang akan menimpanya, tapi entah apa, Deva mencoba menenangkan dirinya, dia hanya takut dengan sikapnya semalam kepada nona Adelia, terlebih dari tadi nona Adelia tidak berkedip memandangnya dengan mata elangnya.

   “Kau sudah punya pacar?” pertanyaan Adelia membuat Deva mengedipkan mata dua kali, dia tidak percaya apa yang barusan di tanyakan bosnya kepadanya.

  “Maaf,” jawab Deva bingung.

  “Huffhhh,” Adelia menarik nafas dan membuangnya.

  “Aku bertanya, apa kau sudah mempunyai pacar?” tanya Adelia untuk kedua kalinya.

  “Mengapa anda menanyakan hal pribadi saya? seperti bukan anda, apakah anda baik-baik saja setelah ditinggal kakek anda,” tanya Deva.

  “Kau ingin ku pecat, dan menjadi pengangguran karena aku akan mengirimkan pesan di semua koneksiku untuk tidak menerimamu bekerja dimana-mana setelah ku pecat,” kata Adelia mulai terlihat kesal.

  “Maaf, tapi anda tidak biasanya menanyakan hal pribadi,” kata Deva, tentu saja Deva kaget, dia sangat mengenal bosnya ini, tidak pernah tertarik dengan kehidupan pribadi karyawannya.

  “Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku, tanpa harus bertanya kembali,” kata Adelia ketus.

   “Baiklah nona, maafkan saya,” jawab Deva.

   “Lalu, apa jawabanmu?” tanya Adelia.

   “Sampai dengan saat ini saya belum punya pacar nona,” jawab Deva datar, ya bagaimana bisa punya pacar, bekerja denganmu tak mengenal waktu, malam-malam harus mengangkat telepon, weekend pun harus siap bila diminta datang, meskipu Deva tidak ingin menjadi perjaka tua tapi sulitnya mencari pekerjaan saat ini membuatnya bertahan.

   “Ada berapa anggota keluargamu?” tanya Adelia lagi.

   Kali ini Deva benar-benar terlihat kaget, tadi pertanyaan tentang asmaranya, sekarang keluarganya, “Ada apa ini, apa aku melakukan kesalahan,” kata Deva dalam hati.

   “Nona maafkan saya bila berbuat salah, tolong jangan bawa-bawa keluargaku untuk balas dendam anda,” jawab Deva, Adelia mengernyitkan dahi.

  “Apa kau memang sebodoh ini, aku bilang jawab saja pertanyaanmu,” kata Adelia lagi.

  “Ah maaf, anggota keluargaku ada lima orang termasuk saya, ibu dan bapak saya serta adik saya dua orang,” jawab Deva.

   “Hmm,” kata Adelia terdiam sambil menatap Deva namun Deva tahu pikiran bossnya tidak disini, Deva bertanya-tanya apa yang sedang direncanakan bosnya itu.

   “Baiklah, dengarkan baik-baik, aku sudah membaca CV mu, kau termasuk anak yang berprestasi saat sekolah dan kuliah, jadi aku harap kau dapat menegrti apa yang ku sampaikan,” kata Adelia lagi.

   “Aku ingin kita menikah,” kata Adelia singkat.’

   Deva masih tidak bisa mencerna apa yang barusan dikatakan bosnya, dia masih tercengang, berharap ini mimpi, dia berharap bangun dari tidurnya dan melihat wajah ibunya.

   “Kenapa kau diam,” tanya Adelia lagi.

   “Maaf sepertinya saya salah dengar tadi nona,” jawab Deva.

  “Tidak, kau tidak salah dengar, aku memintamu menikah denganku,” kata Adelia lagi.

“Apa!!!” Deva setengah teriak setelah mendengarkan apa yang dikatakan wanita di depannya yang selalu dipanggil Boss oleh orang-orang di kantornya.

  Wanita yang duduk santai sambil menatap wajah Deva yang pucat pasi setelah mendengarkan apa yang dikatakannya tanpa wajah bersalah yang bernama Adelia Cantara Hermawan, nama itu terpampang jelas di papan nama di meja kerja wanita itu

  “Apa kau tuli?” tanya wanita itu.

  Deva terbelalak, sikapnya langsung salah tingkah di depan wanita itu, dia tidak percaya hari ini dia di lamar oleh bosnya sendiri.

  “Anda bercandakan,” kata Deva mencoba tertawa dan berharap ini hanya prank belaka, tapi wajah dingin bosnya membuat senyum di bibir Deva langsung hilang begitu saja.

  “Kau sudah berapa lama bekerja denganku, apakah aku tipe orang yang mempunyai waktu untuk bercanda?” jawab Adelia.

  Deva berdiri lalu berkacak pinggang, “Ini bukanlah hal yang dapat anda putuskan sendiri, bagaimana anda bisa memanggil saya lalu meminta saya untuk menikah dengan anda, bagi saya menikah harus dengan orang yang kita cintai,” kata Deva panjang lebar.

  Adelia menyenderkan badannya di kursi sambil melipat tangannya, “Kau kira aku benar-benar ingin menikahimu?” kata Adelia lagi sambil membuka laci mejanya dan mengeluarkan sebuah map hijau ke atas mejanya.

   “Bacalah, kau akan tahu,” kata Adelia dengan gaya bossynya, namun Deva hanya tertegun melihat map hijau di depannya.

  “Apa ini?” kata Deva berusaha menenangkan degup jantungnya.

  “BACA,” kata Adelia menegaskan.

  Deva membuka map hijau itu lalu membaca isinya, wajahnya mulai melunak namun pucatnya belum hilang, “Wanita gila,” Deva mengumpat bosnya di dalam hati.

  “Bagaimana?” tanya Adelia.

  “Aku punya waktu berpikir?” tanya Deva.

  “Tidak,” jawab Adelia singkat lalu berdiri dan berjalan ke arah Deva.

  “Dengan bersedia membaca perjanjian yang ada di situ, berarti kau setuju, lagipula tidak ada ruginya untukmu menikah denganku,” kata Adelia lagi lalu berbalik berjalan keluar ruangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status