Deva masuk ke dalam rumah, di ruang depan Dini seakan menunggu Deva masuk ke dalam rumah, tentu saja adiknya yang judes itu sudah menyiapkan berbagai sambutan pedas untuk Deva. âIbu mana?â tanya Deva sambil melongok ke dalam rumah mencari ibunya, dalih untuk menghindar dari Dini, bukan karena Deva tidak siap untuk menjawab berbagai pertanyaan dari Dini, tapi saat ini, Deva memang tidak mempunyai jawaban apa-apa, semua yang terjadi beberapa hari ini diluar dugaannya dan terjadi begitu cepat tanpa direncanakan. âAbang kok bisa berbuat seperti ini pada kami,â kata Dini yang enggan menjawab pertanyaan Deva. Deva memandang wajah Dini dan menghela nafasnya, âAbang juga gak tahu Din, abang gak punya jawaban atas pertanyaanmu saat ini, mungkin nanti,â jawab Deva sambil berjalan ke dalam rumah. âBu,â panggil Deva samil melongok ke dalam kamar ibunya. âIbu disini,â jawab ibunya terdengar dari arah kamar Deva. âIbu ngapain?â tanya Deva yang melihat ibunya membereskan baju-baju
Mobil Adelia masuk ke halaman restoran terkenal di Jakarta, keluarga Hermawan mereservasi seluruh restoran itu untuk acara makan malam perkenalan calon suami Adelia, sekretaris keluarga Hermawan yang biasa melayani Tuan Besar Hermawan sudah menyiapkan semua acara, sebelum pengangkatan pewaris sah perusahaan Go Top, semua agenda terkait hal itu dikerjakan oleh sekretaris tuan besar Hermawan, dan dia satu-satunya orang yang memegang perintah Tuan Besar Hermawan meskipun kini dia sudah tidak ada. âWah pemeran utamanya sudah hadir,â kata Lion. Adelia masuk ke dalam ruangan dengan tersenyum, disampingnya Deva yang mencoba tersenyum ramah malah terlihat menyeringai aneh, jantungnya berdegup lbih kencang seakan mau keluar dari tubuhnya, semua mata yang memandangnya terlihat bersiap menerkamnya, perasaannya mengatakan bahwa dia sedaang berada di kandang harimau yang sedang kelaparan. âSelamat, aku tidak percaya anak manja ini membawa tunangannya hadir,â Paman Andrew mendatangi mereka
Adelia duduk di meja kerjanya, setelah perbincangannya dengan Deva tadi pagi, dia hanya diam melihat ke layar laptop meskipun pikirannya tidak ada di sana bersamanya, bahkan makan siang yang Arisa siapkan belum dia sentuh sama sekali. âTadi kamu bicara apa sama bos?â tanya Arisa pada Deva yang mejanya tepat di sebelah Arisa. âEhmm, gak ada yang terlalu penting sih, hanya dia menyampaikan sore nanti akan bertemu paman dan bibinya, itu saja,â jawab Deva sambil melanjutkan mengerjakan pekerjaannya. Arisa diam memandang Deva dalam, dia tahu ada yang Deva sembunyikan darinya. âKau tahu kan, kalian berdua tidak akan pernah bisa apa-apa tanpa aku, apabila kedepannya kalian menemui masalah,â kata Arisa sambil mendekatkan wajahnya ke Deva. Deva sedikit menghindar tatapan Arisa, memang ada benarnya apa yang dikatakan Arisa, saat ini posisi Deva bukanlah posisi yang menguntungkan, dia menyukai pekerjaannya, gaji tinggi meskipun pekerjaannya berat secara mental bekerja dengan nona
Pagi sekali Deva sudah bersiap berangkat ke kantor, semalaman dia tidak bisa tertidur, setelah kejadian semalam saat semua anggota keluarganya tahu bahwa dia adalah calon suami keluarga konglomerat dari berita di televisi. Deva keluar dari kamarnya menuju ruang makan, ibu dan bapaknserta adik-adiknya sudah duduk untuk sarapan, bapaknya hanya melirik Deva sambil mengambil nasi goreng yang disediakan ibunya untuk sarapan, Deva duduk berharap pagi ini tidak ada lagi yang membahas soal semalam. âKamu mau the hangat Dev?â tanya ibunya, Deva mengangguk lalu melirik ke arah bapaknya. Ada yang berbeda dari penampilan bapaknya pagi ini, tidak biasanya pagi-pagi bapaknya sudah rapih memakai kaos kerah dan celana panjang, di sandaran kursinya ada jaket yang menggantung. âBapak mau antar Bian?â tanya Deva sambil menyendok nasi goreng di depannya. âHabiskan dulu sarapanmu, bapak antar ke kantor,â jawab bapaknya. âAntar siapa?â tanya Deva balik seperti salah mendengar ayahnya bi
Deva baru saja menginjakkan kaki di rumahnya, dia duduk sejenak di teras rumah sambil menikmati hembusan angin malam dengan aroma hujan yang baru saja menyentuh tanah, dia tidak banyak bekerja hari ini tapi tubuh dan pikirannya seakan terjun bebas ke tumpukan masalah-masalah di kantor. Sampai saat ini dia tidak menyangka hal yang baru saja menimpanya, mimpipun dia tidak berani, bagaimana bisa laki-laki biasa dari keluarga yang sangat biasa seperti dirinya akan menikah dengan pewaris keluarga konglomerat, dia tahu hidupnya tidak akan lagi sama, dan sekarang entah bagaimana dia harus menjelaskan hal ini kepada keluarganya. âLho, sudah pulang nak, kok gak masuk ke dalam?â suara ibunya yang tiba-tiba muncul mengangetkan Deva yang sedang melamun. âIya bu, belum lama kok, baru sepuluh menit Deva sampai di rumah,â jawab Deva sambil menggeser duduknya untuk mempersilahkan ibunya duduk di sampingnya. Rumah Deva sangat sederhana, ayahnya yang pensiunan dari pegawai pemerintah hanya
Adelia mengambil ponselnya, dia mengirimkan pesan kepada Arisa bahwa hari ini dia akan pegi ke kantor, dia tidak ingin lama-lama mengurung diri di kamar, membiarkan orang-orang mengasihaninya dan memandangnya bahwa dia lemah saat kakeknya sudah tidak ada. Semalam setelah Deva memakan habis makanannya, Adleia menyurhnya pulang, dia mengancam apabila dia masih ada di rumah ini, Adelia akan memecatnya. âAku akan pergi ke kantor sendiri, kita bertemu dikantor saja,â kata Adelia di pesan yang dia kirim untuk Arisa. Para karyawan yang mengira Adelia tidak akan hadi di kantor dalam beberapa waktu ke depan terlihat kaget bahwa bisnya sudah ada di kantor pagi-pagi sekali, mereka tidak menyangka baru satu hari persdir meninggal, tapi nona Adelia sudah masuk kantor. Adelia berpikir dengan keras, kata-kata pengacara Bernard terngiang-ngiang dikepalanya, âBagaimana aku bisa mendapatkan pria yang akan kunikahi dalam waktu tiga bulan,â Adelia berbicara dalam hati sambil melipat tangannya