Share

Sang Pewaris

Adelia berdiri di belakang para tamu, seketika pandangan para tamu terpusat ke arah Adelia, disamping Adelia berdiri dua asisten peribadinya, seakan tahu bahwa musauh nonanya akan bertambah.

   Adelia berjalan maju ke depan untuk mengambil ampolop putih yang sudah rapih berjejer di meja di depan pengacara Bernard, dia mengambil salah satu amplop yang sudah tertera namanya, saat berjalan dia tidak sekalipun menoleh ke arah tamu-tamu yang memperhatikannya.

   Pamannya yang mencoba menahan diri juga ikut mengambil amplop yang disiapkan oleh ayahnya, tidak seperti Adelia, Pamannya langsung membuka amplop tersebut, tidak lama kemudia amplop itu di remas dan dilempar ke bawah, Adelia melihat dengan rasa penasaran, apa yang sebenarnya ditulis kakeknya di amplop itu sampai membuat wajah pamannya mengeras.

   Bibinya pun sama, adik dari ayah dan pamannya itu adalah satu-satunya putri dari kakeknya, dia menikah dengan pacarnya dan hanya mampu bertahan selama tiga tahun, dia diberikan kakek untuk mengelola butik pakaian-pakaian mahal karena kakek kesahian pada anaknya yang masih kecil, satu-satunya sepupu Adelia yang masih polos dan menerima Adelia sebagai kakak sepupunya.

   Lagi-lagi Bibinya terlihat kesal dengan pesan di amplop tersebut, hal itu mambuat Adelia penasaran untuk membuka amplop yang ada ditangannya, namun dia juga tidak mau membuka amplop itu di hadapan keluarganya, Adelia mengurungkan niatnya.

  “Sepertinya semua sudah mengambil Amplop masing-masing,” kata pengacara Bernard.

  “Saya akan menyampaikan sesuatu, melanjutkan video tuan Gito tadi, tentang pewaris GoTop Ltd, yaitu nona Adelia,” kata pengacara Bernard melanjutkan.

  “Anda akan menjadi presdir GoTop Ltd menggantikan kakek apabila anda menikah, dan anda akan diberikan waktu tiga bulan untuk melakukannya,” kata pengacara Bernard membuat Adelia tercengang.

   “Wasiat konyol apa ini,” kata Adelia dalam hati, dia bisa mendengar keluarganya mentertawakannya.

   “Kakek tahu aku tidak tertarik dengan pria, apalagi pernikahan,” kata Adelia lagi dalam hati, namun dia juga tidak ingi perusahaan kakeknya jatuh ke tangan orang-orang serakah itu.

   “Demikian pembacaan wasiat ini, nona Adelia apabila anda menemukan seorang laki-laki yang akan anda nikahi, saya sangat senang sekali,” kata pengacara Bernard menyudahi acara pembacaan surat wasiat tersebut.

   “Ternyata kakek masih waras,” kata Lion sambil menatap mengejek kea rah Adelia.

  Adelia balas menatap Lion, dia sudah menahan diri untuk cacian yang di lontarkan para sepupunya.

   “Apakah kau begitu kesal karena kakek tidka meninggalkan apa-apa untukmu,” kata Adelia berbisik di telinga Lion, seketika wajah Lion merah padam.

  “Kau beraninya berbicara seperti itu padaku, dasar anak yatim,” balas Lion.

  “Tapi aku seorang pewaris, yatim sang pewaris,” balas Adelia sengaja membuat Lion kesal, lalu meninggalkannya pergi.

   Adelia bergegaas meninggalkan ruang tengah yang masih di penuhi para tamu, dia tidak membiarkan siapapun membuatnya berhenti hanya untuk mendengarkan ucapan selamat dari orang-orang bermuka dua, “Mereka sama aja, orang-orang serakah,” kata Adelia dalam hati.

   Adelia masuk ke dalam kamarnya, merebahkan tubuhnya di tempat tidur, dia meminta Arisa dan Deva untuk pulang, meskipun Arisa bersihkukuh akan tinggal dan menginap di sana selama tiga hari untuk menemani nonanya.

  “Aku tidak apa-apa, kalian pulanglah, kembali saja besok pagi ke sini,” kata Adelia sambil menutup pintu kamarnya.

  Adelia teringat amplop putih yang diberikan kakek padanya, dia mengambil dan membuka amplop tersebut, satu surat yang membuat Adelia merindukan kakeknya, tulisan tangan kakeknya yang sangat ia kenali, dan Adelia mulai membaca surat itu.

   Untuk Adelia, cucu kesayanganku

  Bila saat ini kau sedang membaca surat ini, berarti kakek sudah tidak berada disampingmu, kakek percaya kau bisa meneruskan hidupmu tanpa kakek meskipun terasa berat. Kakak masih ingat saat kau kehilangan kedua orang tuamu, bahkan kakek heran kau tidak menangis saat itu, tapi kakek melihat luka yang dalam di matamu, kakek harap itu tidak terjadi saat kakek tidak ada, kau harus tersenyum.

   Maafkan kakek meninggalkanmu dengan tanggung jawab yang besar, tapi tidak ada yang kakek percaya selain kamu untuk memegang perusahaan yang sudah kakek dirikan hingga menjadi besar seperti ini, tapi bila kau tak sanggup ingatlah, kau mempunyai mimpi yang lain, tinggalkan saja perusahaan ini, dan kejarlah mimpimu, berikan perusahaan ini kepada serigala-serigala lapar itu.

  Menikahlah, agar kau tak kesepian, agar kau punya tujuan pulang, agak kau tak sendirian cucuku.

                                                                                                                 Kakek

   Adelia menutup wajahnya dengan surat, air matanya menetes, padahal dia sudah berjanji untuk tidak menangis lagi, dia terlalu takut saat ini, tapi dia tidak ingin orang lain tahu, hanya di kamar ini dia merasa aman, hanya di kamar ini dunianya berjalan.

   “Tok..tok..tok,” suara pintu kamarnya di ketuk seseorang, Adelia heran tidak pernah ada yang mengetuk pintu kamarnya selain Arisa dan Deva.

   “Tok..tok..tok, nona Adelia,” sebuah suara yang Adelia kenal memanggil namanya.

   Adelia segera turun dari tempat tidur, berjalan ke arah pintu dan membukanya, wajah Deva terlihat di depan kamarnya.

   “Sedang apa kau disini, aku jelas tadi sudah menyuruhmu dan Arisa pulang,” kata Adelia sambil melihat ke kanan dan ke kiri, mencari Arisa.

   “Mba Arisa sudah pulang nona, hanya saya yang masih disini atas perintah mba Arisa menemani anda apabila membutuhkan sesuatu,” jawab Deva.

  “Terus,” tanya Adelia sambil melipat tangan ke dada.

  “Oh, saya membawakan ini,” kata Deva sambil menunjukan beberapa jajanan yang di bawanya.

  “Apa itu,” tanya Adelia dengan wajah mengernyit.

  “Hahhhh,” Deva mendesah, terlihat dia sudah sangat letih.

  “Bolehkah saya masuk nona, jajanan ini sangat berat,” kata Deva sambil menerobos masuk.

  “Kau, siapa yang mengijinkan masuk ke kamarku,” kata Adelia dengan ketus.

  “Bisakah anda lebih manusiawi sedikit, setidaknya hari ini, hari dimana kakek anda baru saja dimakamkan,” jawab Deva.

  “Anda tidak lapar?” tanya Deva.

  Adelia menutup pintu kamarnya, “Tidak,” jawab Adelia.

  “Anda akan menyesal bila tidak mencicipi jajanan yang saya bawa,” kata Deva sambil mengambil satu bungkusan jajanan pasar.

  “Kenapa kau makan disini?” tanya Adelia sambil berdiri menatap tajam Deva.

  “Nona,bolehkah saya mengisi perut dulu, saya akan sambil bercerita kenapa saya tidak pulang dan menemaani anda disini,” kata Deva dengan cueknya.

   Satu jam lalu Deva yang sudah perjalanan pulang mampir membeli jajanan untuk di bawa pulang dan makan bersama keluarganya, tiba-tiba ponselnya berbunyi, nama mba Arisa terpampang di sana, harusnya Deva mengikuti kata hatinya untuk tidak mengangkat telepn dari seniornya itu, dan benar saja, Arisa menyuruh Deva untuk kembali ke rumah keluarga Hermawan untuk menemani nona Adelia.

   Akhirnya Deva kembali dengan membawa jajanan yang sudah terlanjur dia beli, dia kembali ke rumah keluarga Hermawan dengan wajah kesal, dia baru tiga bulan bekerja, tapi rasanya sudah puluhan tahun di neraka, udahlah dia harus bekerja dengan nona kaya yang judes, dingin dan ketus, dia juga harus menuruti perintah Arisa sebagai personal asisten utama.

   Dia juga tidak tahu kenapa wanita seperti Arisa membutuhkan asisten juga untuk membantunya, karena semua pekerjaan yang berhubungan dengan nona Adelia selalu dia selesaikan sendiri, lalu apa gunanya Deva.

  Ya seperti inilah, kaya babu tepatnya, dari pada seperti personal asisten, Deva sudah berpikiran untuk megundurkan diri kalau bukan karena gaji disini terhitung sangat besar, karena itulah Deva bertahan, keluarganya membutuhkan uang, apalagi adik-adiknya masih bersekolah, gaji Deva bekerja dengan keluarga Hermawan mampu menutupi kebutuhan keluarganya bahkan selalu sisa banyak untuk di tabung.

   “Kau benar-benar tidak mau mencobanya nona?” tanya Deva lagi yang masih melanjutkan makannya.

  “Kau sudah berapa lama kerja denganku? Kau tak paham aku tidak makan makanan seperti itu, kau…” kata Adelia yang belum selesai berbicara tiba-tiba Deva memasukan makanan ke dalam mulutnya.

  “Jam kerja saya sudah lewat nona, saat ini anda bukan atasan saya,” kata Deva memberanikan diri.

   “Beraninya kau berbuat seperti ini padaku,” kata Adelia sambil mencoba rasa makanan yang Deva masukan ke mulutnya.

   “Loh, kok enak,” kata Adelia dalam hati.

  “Bagaimana, enak kan?” tanya Deva.

  “Anda punya segalanya, apalagi anda sang pewaris, tapi makanan murah seperti ini anda tidak pernah makan,” kata Deva sedikit mengejek.

  Adelia hanya diam, tak membalas, dia terlalu letih untuk mengurusi pegawainya satu ini, Adelia akan membicarakan hal ini pada Arisa besok.

   “Akhirnya anda sesaat terlihat seperti nona Adelia yang sesungguhnya,” kata Deva lagi sambil melanjutkan makannya.

  “Maksudmu?” tanya Adelia.

  “Hari ini, anda tidak terlihat seperti nona Adelia yang seperti biasanya, wajah anda sangat mendung, mata anda tak bercahaya seperti biasanya,” jawab Deva.

   Adelia terhenyak, dia tidak tahu Deva memperhatikannya, apakah semua pegawainya memperhatikannya sama seperti Deva.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status