Share

Mencari Restu Mertua 2

“Dasar anak kurang ajar. Berani-beraninya kamu bikin malu keluarga dengan caravseperti ini.”

Alan sangat terkejut dengan tamparan keras di pipinya yang sekarang sudah memerah. Jangankan Alan, Gita yang bar-bar saja terkejut.

"Maaf sekali pada Bapak dan Ibu. Saya tidak berhasil mendidik anak saya dengan benar." Tiba-tiba saja Anton menunduk minta maaf. Membuat semua orang makin terkejut.

"Maksudnya apa ya Pak?" tanya Alex dengan bingung.

"Saya benar-benar minta maaf atas kelakuan anak saya yang tidak termaafkan. Saya sudah cukup senang anda menerimanya di keluarga anda, tapi biar saya berikan pelajaran dulu pada dia."

"Sebentar Pak." Gita segera menahan Anton yang sudah mencengkram tangan putranya.

"Sebentar Nak ya, biar saya kasih pelajaran dulu sama anak saya yang satu ini." Anton masih bersikeras menuduh anaknya.

"Pak kami menikah bukan karena kecelakaan atau sejenisnya." Gita cepat-cepat mengutarakan isi pikirannya.

"Iya, Nak saya tahu kalian menikah kar ...." Anton membiarkan kata-katanya menggantung. "Kamu tadi bilang apa Nak?" lanjutnya dalam kalimat tanya dan ditujukan pada Gita.

"Saya gak hamil Pak. Saya juga bukan korban perkosaan atau sejenisnya. Kami menikah karena memang ingin menikah."

Kali ini Gita memberikan penjelasan lebih lengkap dan detail. Hasilnya, Anton melepas cengkramannya pada Alan dan duduk dengan ekspresi heran bercampur bingung.

"Pft.." Gill bersuara kecil berusahan menahan tawa. "Sorry," gumamnya ketika mendapat pelototan dari ibunya.

Gill kembali berusaha tenang, tapi gagal. Kali ini tawanya terhambur begitu saja, bahkan Alex harus menggigit bibir bawahnya agar tidak ikut tertawa.

Rasanya saat ini hanya Julie saja yang menatap nyalang keluarganya satu per satu. Berusaha meredam senyum dan tawa yang mulai menjalar, membuat Yang empunya rumah jadi malu sendiri.

Gita berdehem pelan. Dia jugaberusaha menahan senyumnya, lalu meminta ice bag untuk mengompres dan meredakan bekas tamparan mertuanya pada pipi Alan. Pipi suaminya itu benar-benar mendapat cetakan telapak tangan, saking kerasnya Anton memukul. Bisa jadi besok akan bengkak, kompres bisa meminimalisir hal itu.

Alan yang sedari tadi memegang pipinya dengan wajah cemberut, terus memeloti ayahnya dengan kesal. Dia baru berhenti setelah Gita yang duduk di sebelah kirinya, menempelkan ice bag di pipi kanannya.

Hal ini membuat Alan harus berhadapan langsung dengan wajah tegas istrinya. Tegas, tapi cantik. Tapi ketika tatapan mereka bertemu, Alan segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"Biar aku saja yang pegang." Alan mengambil alih, ice bag yang dipegang Gita.

Julie yang melihat interaksi anak dan mantunya tersenyum bahagia, begitu juga dengan Fika dan Anton. Hanya Alex yang terlihat sedikit cemberut. Dia belum rela melepas anaknya menikah, apalagi dengan pria yang tidak dicintai anaknya.

"Jadi, mari kita kembali ke topik utamanya." Alex meminta perhatian kedua orang tua Alan.

"Jadi anda sekalian ini bisa dibilang besan saya sekarang?" tanya Anton masih tidak percaya.

"Seperti itulah, Pak. Karena satu dan lain hal, saya memutuskan untuk menikahkan mereka berdua. Saya amat sangat mohon maaf karena ini terjadi tanpa sepengetahuan anda berdua, soalnya ini benar-benar tiba-tiba."

Anton menatap Alex dan putranya secara bergantian. Dirinya masih amat sangat bingung dengan keadaan ini. Mana ada situasi yang membuat orang menikahkan anaknya denga tiba-tiba seperti ini. Kecuali tentu saja karena hamil duluan. Itu pun masih butuh persiapan.

"Saya masih tidak mengerti Pak. Memangnya kondisi apa yang menyebabkan pernikahan tiba-tiba ini terjadi? Kalau putra saya melakukan kesalahan, saya masih bisa mengerti, tapi tadi katanya tidak terjadi apa-apa."

"Biar saya saja yang menjelaskan." seru Gita menahan sang ayah yang sudah membuka mulut untuk bicara.

Gita pun memulai aktingnya, sesuai dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan Alan. Dia menggenggam tangan Alan yang bebas, kemudian menatap lelaki itu dengan seyuman.

"Saya dan Alan sudah cukup lama berkencan, tapi orang tua saya tidak tahu. Kemudian saya dijodohkan oleh orang tua saya. Saya sempat menolak, tapi ternyata perjodohannya tetap berlanjut." Gita mulai berbicara.

"Bahkan tiba-tiba saja pihak keluarga pria datang melamar, padahal setahu saya dia juga menolak perjodohan. Saya juga sudah jelaskan situasi saya dan berjanji akan mengenalkan Alan, tapi karena pihak keluarga pria tetap memaksa, pernikahan tetap berjalan."

"Untungnya, pria itu melarikan diri pas hari H dan akhirnya Alan memberanikan diri untuk menjadi pengantin pria saya. Untungnya lagi, keluarga saya yang dulu sempat menolak kali ini langsung setuju."

Semua orang yang ada di sana terkejut mendengar Gita, tak tekecuali Alan. Mereka berdua memang sudah menyetujui skrip ini, tapi Alan tetap saja terkejut dengan akting nyaris sempurna istrinya.

Gita yang kemuduan berbalik menatap sang suami, dengan lembut dan senyum yang merekah. Akting Gita sangat sempurna. Dia bahkan terlalu menghayati perannya sebagai gadis yang jatuh cinta pada bawahannya, membuat Alan terpana dan refleks menarik sudut bibirnya ke atas.

"Ehm."

Anton sengaja berdehem dengan keras, untuk menganggu pasangan pengantin baru yang terlihat amat kasmaran itu dan membuat Alan tersentak. Itu membuat Alan sadar dan segera mengalihkan pandangannya dari Gita, tapi tetap membiarkan tangannya digenggam.

"Boleh kami bicara berdua dengan anak kami terlebih dahulu?" Anton terdengar tegas saat bertanya dan baik Alex atau Julie tentu memberi ruang untuk keluarga itu.

"Sejak kapan kamu jadi penulis novel sih, Kak?" Gill langsung bersuara, begitu kakak ipar dan kedua orang tuanya menghilang masuk ke kamar.

"Pada dasarnya, aku gak mengarang Gill. Memang aku sama si Tony sialan itu dijodohkan."

"Lalu apa soal kamu pacaran dengan Alan itu benar?" Kali ini Julie yang bertanya.

"Kurang lebih," Gita sengaja tidak menjawab dengan mendetail. Dia tidak ingin terlalu banyak membohongi orang tuanya.

"Lalu yang katanya mau menikah dengan Tony karena cinta itu siapa ya?" ejek Gwen adik pertama Gita.

"Yah, pada awalnya dia memang sweet. Bikin diabetes, tapi setelah beberapa lama dia mulai berulah. Jadi aku mulai menyelidikinya ditemani oleh Alan. Semua terjadi begitu saja." Gita mengedikkan bahu dengan santainya.

"Kalian tidak pernah ngapa-ngapain kan?" tanya Alex dengan raut wajah masam.

"Sampai kemarin saja belum Dad."

"Heh? Semalam gak terjadi apa-apa?" Suara Gill yang naik satu oktaf itu membuat kepalanya diketuk oleh sang ibu.

"Anak kecil tahu apa sih? Mereka itu pasti capek banget kemarin. Apalagi Alan yang dari pagi ikut mondar-mandir urus ini itu." Julie jelas akan menegur putranya.

***

"Benar yang diceritakan sama istri kamu itu, Nak?" Fika memulai pembicaraan tertutup itu.

Alan meringis mendengar bagaimana ibunya memanggil Gita dengan sebutan 'istri', tapi tetap mengangguk sebagai jawaban. Biar bagaimana, Gita memang sudah menjadi istrinya secara sah. Tapi tetap saja aneh mendengarnya.

"Kamu yakin nikah dengan dia? Bukannya tadi dibilang keluarga dia gak suka sama kamu?" Kali ini Anton yang bertanya.

"Yang gak setuju dengan saya itu ibu kandungnya Gita, Pak. Sementara Mama Julie yang diluar itu ibu tirinya Gita dan Papanya setuju kok."

Gita yang menyusun semua skenario hari ini, tapi tetap saja Alan tidak enak hati menyalahkan ibu kandung istrinya. Yah, walaupun Alan sendiri belum pernah melihat ibu mertuanya yang satu itu. Tapi dia pernah dengar kalau hubungan Gita dan ibu kandungnya tidak baik.

"Kamu beneran cinta sama dia?" Anton kembali bertanya.

"I love her so much." Jawaban romantis Alan malah membuatnya dijitak dengan keras oleh ayahnya.

"Pakai bahasa Indonesia. Sudah tahu bapakmu gak ngerti Inggris, malah sok Inggris lagi."

“Ya, maaf Pak. Kebiasan,” gerutu Alan mengusap kepalanya.

"Jadi kamu cinta gak sama sia?" Anton mengulang pertanyaannya.

"Cinta. Alan sayang banget sama Gita."

Alan berusaha menunjukkan ekspresi jatuh cinta terbaiknya. Dia tidak yakin bisa melakukan ini, terlebih karena masih teringat Isabella. Namun Alan berusaha sekuat mungkin, dia tidak mau orang tuanya tahu kalau putranya mempermainkan pernikahan dan dia berhasil.

"Kamu yakin Nak? Kalau Ibu lihat keluarga mereka itu bukan orang sembarangan loh."

"Yakin Bu. Alan hampir kehilangan Gita, kali ini Alan gak mau hal itu terjadi lagi." Bibirnya memang mengucapkan itu, tapi dalam hati Alan berdoa agar tidak terjadi apa-apa.

***To be continued***

5Lluna

Orang tuanya luluh gak ya? 🤔

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status