Happy reading ;)
------------------
Mentari kembali mengisi hari, namun walnut legam Tara tak mendapati keberadaan Vin di sampingnya seperti semalam. Ia bergerak perlahan seraya mengusap kelopak yang senantiasa terpejam enggan menyapa hari. Kemana Vin?
Ia terduduk dengan bersandar pada head bed. Seketika fikirannya melayang pada malam panjang bersama Vin, pria itu dengan terbuka menjelaskan hubungannya dengan Grace di masa kecil.
Vin memang sangat tertutup pada orang lain, namun Tara tak tahu apa yang menyebabkan Vin seperti itu dan Grace hanyalah seorang teman yang dapat sedikit masuk dalam hidupnya. Maka dari itu, Vin menganggap wanita itu teman yang ia miliki.
Berbeda dengan Grace sendiri, wanita itu tampak mengharap suatu hubungan yang lebih jauh dari sekedar teman atau sahabat. Tetapi, apa mungkin Vin tak memiliki perasaan sedikitpun pada Grace?
Tara menghembuskan nafas berat. Ia menarik ingatan pada beberapa kejadian yang sedikit mengg
Happy reading ;)------------------Vin tersenyum simpul hingga cerutu yang berada dalam himpitan jari telah melebur percuma bersama api. "Tergantung sebusuk apa yang ia lakukan, maka aku akan membalas lebih dari itu."Manik cokelat itu tajam bak elang yang akan memangsa dan menghabiskan seluruh rantai makanan dengan semestinya. Tara termenung dan memasuki walnut rapuh namun entah mengapa kini terasa dingin menusuk hingga ke dasar.Sebenarnya siapa dia? Ia bahkan belum mendapat kepastian tentang apa yang ia curigai pada kekasihnya sendiri. Namun melihat sorot mata tajam seperti iblis, haruskah ia menduga bahwa kekasihnya sendiri adalah seorang mafia? Atau ia termasuk ke dalam tim kejahatan internasional yang terorganisir?"Oh begitu, ku rasa aku butuh udara segar untuk menjernihkan pikiran ku." Tara segera beranjak dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.Kepalan tangan wanita itu kian mengetat seiring aliran adrenalin yang terus ter
Happy reading ;)-----------------le Jules Vernes, 08.00 a.m.Lima hari berlalu, Tara memutuskan untuk benar benar berhenti berspekulasi tentang prianya. Ia yakin apapun yang dilakukan Vin padanya hanya semata mata untuk melindungi dirinya.Pria yang begitu menawan dan telah benar benar hidup dalam jiwanya membuat tak ada alasan untuk membenci atau bahkan menjauhi. Justru, ia ingin terus memendam dan mengisi hati oleh keseluruhan prianya."Semua orang tau aku tampan, berhentilah memandangku seperti itu." Vin meraih wine dan menyesap perlahan."Astaga mengapa mulutmu seperti wanita?" Tara menusuk chicken panggang yang telah dingin."Karena kau yang membuatku seperti ini," kekeh Vin dan kembali memotong sandwich tuna."Gaya makanmu memang seperti itu?" Tara mendelik sebelum kembali melahap potongan daging."Tak ada yang salah," jawabnya santai."Berikan padaku." Wanita itu meraih piring milik sang kekasih, ia mengu
Happy reading ;)--------------"Aku tak suka mengulang pertanyaan, siapa yang menyuruhmu menabrak Tara dan memasang alat pelacak pada tubuhnya?" Matt menatap tajam dengan mengeluarkan deagle dan menempatkannya di depan mata.Pria itu bergetar bersama rasa takut yang mulai menguasai diri. Ia tak tahu bahwa yang ia lakukan akan berakibat fatal seperti ini, bahkan ia tak tahu jika wanita itu adalah kekasih dari seorang Mafia.Matt menarik pelatuk bersiap menembak. "S-simone," ujar pria itu dengan walnut merah dan berkaca."Simone? Siapa dia?""A-aku tidak tahu, y-yang jelas dia membayarku untuk menempelkan penyadap itu." Matt menghela nafas panjang dan memindahkan posisi muzzle di area pelipis."Maafkan aku, ampuni aku. Biarkan aku hidup!" Pria itu memohon dengan tangis yang mulai meledak.Sementara Matt, ia mendesah kasar menurunkan deagle dan melemparnya pada Fyodor. Ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku dan berjalan menjauh
Happy reading ;)------------"Astaga! Kau tak apa?" Tara segera membantu menepuk bahu prianya yang masih terbatuk."I'm okay," jawabnya dengan berusaha menghela nafas panjang untuk mengisi rongga dada."Sudahlah, lupakan. Lebih baik kita menikmati malam ini sebelum kembali ke Los Angeles."***Kedua kalinya Tara berdehem canggung saat sepatu high heels nya menapaki anak tangga menuju kabin. Beberapa kali pula ia terpesona dengan design interior yang memanjang kedua matanya di sana.Sementara Vin terus menggenggam jemari Tara dan tersenyum lembut seperti biasanya. "Kau ingin makan apa nanti siang?" tanyanya saat mereka telah duduk di ruang utama dan melepas kacamata hitam yang membuat pria itu tampan dengn rate tertinggi."Terserah." Tara membuka ponsel yang tak pernah ia sentuh selama di paris.Tara kau dimana?Mengapa tak mengangkat telepon ku?Aish kau sedang bersama Vin?Tara, apa dia menyatakan
Happy reading ;)---------------Tara yang berada di sebelahnya hanya mengerutkan dahi, ia berusaha menguping dan mencari tahu tentang apa yang mereka bicarakan. Ia membandingkan informasi dari ponsel dengan obrolan mereka. Memang benar bahwa berita info News kali ini membahas terkait perusahaan yang Vin pegang.Namun sekuat tenaga ia mencoba memahami tetap saja ia tak mengerti mengenai pembicaraan mereka. Bahkan apa yang barusan ia dengar? Ada penyambutan yang meriah? Ia baru menyadari bahwa kekasihnya memang memegang dua perusahaan terbesar sekaligus.Jadi tak heran mungkin jika ia melakukan penyambutan itu secara meriah? Tara menggeser duduknya untuk lebih merapa dan menatap tab yang masih setia dalam genggaman sang kekasih."Kau akan melakukan itu?" Pertanyaan Tara membuat walnut ketiganya membulat sempurna. Bagaimana bisa wanita itu mengetahui rencananya?"Apa.. penyambutan mu seperti, pesta meriah dengan ribuan kembang api?" Sontak ket
Happy reading ;)-----------------Seminggu berlalu sejak Vin mengantarnya pulang ke apartemen, pria itu menghilang bak di telan bumi. Tara tak mau ambil pusing, ia lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya di banding harus menunggu kabar prianya.Mengapa juga ia harus menunggu? Pria itu saja tak ingat padanya. Tara melempar ponsel ke dalam tas lalu bergegas meraih jas dokter sebelum berjalan menuju basement. Pikirannya melayang pada liburan yang telah mereka laluiAstaga! Ia segera merogoh kunci mobil dan mulai menyalakan mesin. Tunggu, mengapa mesin mobilnya terus mati? Shit! Ia kembali keluar dan membuka kap mobil. Percuma saja! Ia pun tak mengerti mengenai mesin mobil.Tara mendengus sebal, wanita itu melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Tak ada waktu lagi untuk mengurusi mobilnya. Ia segera membawa jas dan tasnya. Dengan langkah tergesa akhirnya ia telah tiba di halte untuk memesan taxi.Tetapi, suara decitan rem mobil Audi
Happy reading ;)--------------------"Jangan katakan bahwa kalian sedang mencoba kembali bersama," ujar Gabriella menatap tajam Tara yang berada tepat di sebelahnya."Tidak kami hanya kebetulan berangkat bersama." Tara memutar kursi mengahadap sahabatnya."Omong kosong.""Gab, kau tahu selama satu minggu ini priaku tak menghubungiku sama sekali, ah astaga masihkah ia menjadi priaku saat pesan singkat yang ku kirim padanya pun tak terbalas?""Positif thinking saja, ia pria super sibuk. Berbeda dengan Nick yang punya banyak waktu luang untuk menghianatimu."Tara mendesah kasar. "Aku belum selesai, tadi ia mengirimiku pesan untuk bertemu. Bagaimana menurutmu?" tanya wanita itu dengan serius."Kau merindukannya?" Tara mengangguk. "Bertemulah.""Ku rasa aku akan mengabaikannya saja.""Katamu kau merindukannya?""Itu benar, tetapi pria itu harus ku beri pelajaran." Tara melipat kedua tangannya di dada. Gabriella
Happy reading ;)------------------"Orang orang brengsek." Vin melipat tangan di dada seraya menatap gedung gedung yang menjulang tinggi mengisi negara Italia. Angin yang berhembus kencang mencoba menenangkan di tengah kekesalan terkait bisnis yang mengharuskan kehadiran sang ayah."Mereka adalah mitra bisnis, kau harus menghormati walau brengsek." Mr Kiel mengikuti arah pandang sang anak."Kau tak perlu bersusah payah untuk datang kesini Dadd, akan membahayakan kesehatan mu," ujar Vin khawatir. Ia melirik sesaat pada pria paruh baya yang entah mengapa kian menua seiring berjalannya waktu.Sedangkan Mr Kiel menepuk bahu sang anak dengan senyum khas. "Maka dari itu, berikan aku cucu. Ku dengar kau menjalin hubungan dengan Tara.""Kau selalu memata mataiku. Ku tebak kali ini Matt yang membocorkan rahasiaku.""Fyodor," ujar sang ayah dengan kekehan kecil."Kau masih kurang dalam menganalisis, tak heran jika mereka menginginkanku