Selly tercekat, ia menatap kepergian dokter itu dengan hati pedih. Apakah jahat jika Selly berkata demikian? Apakah ia benar-benar mencintai Adit? Ahh ... Selama ini ia hanya menganggap residen itu sebagai sahabat, kakak ketika di rumah sakit tidak lebih. Dosakah Selly jika mencatut namanya agar bisa bebas dari Anggara?
Selly menghela nafas panjang, ia menundukkan kepalanya dan menatap perutnya yang masih rata itu. Delapan minggu, ada janin berusia delapan Minggu di dalam rahimnya yang sedang tumbuh dan berkembang hingga kemudian siap dilahirkan.
Ia akan menjadi seorang ibu, sungguh sesuatu yang jujur belum terlintas sedikitpun di dalam benak Selly. Apalagi mengingat siapa laki-laki yang sudah menanamkan benihnya di dalam rahim Selly. Sosok itu tidak lain dan tidak bukan adalah Anggara Tanjaya, laki-laki tiga puluh tujuh tahun yang juga sahabat baik kakak tertuanya, Kevin.
Menikahi laki-laki itu adalah mutlak! Itu perintah, namun tidak ada yang meminta Selly tetap
Anggara menatap nanar print out hasil USG benih yang ia tanamkan di rahim Selly itu. Air matanya menitik. Ada rasa haru, bahagia, namun ada juga rasa sakit dan pedih yang menjalar di relung-relung hati terdalam Anggara.Fakta bahwa Selly sama sekali tidak mencintai dirinya dan menginginkan laki-laki lain membuat hati Anggara hancur berkeping-keping. Ia kecewa, marah dan terluka. Apakah ini balasan karena Anggara sudah mengingkari janjinya pada mendiang Diana? Apakah kemudian ia harus menyandang status duda untuk kedua kalinya?'Kalau saya bilang iya, apakah kemudian Dokter mau menceraikan saya ketika anak ini lahir dan membiarkan saya mengejar laki-laki yang saya cintai itu?'Kalimat itu masih terngiang jelas di telinga Anggara, sebuah kalimat yang mampu merobek hatinya seketika. Air mata Anggara kembali menitik. Apakah kemudian anaknya akan kembali besar tanpa pelukan dan kasih sayang dari ibunya? Dosa apa Anggara sampai-sampai Tuhan selalu mengambil wanita yang d
Anggara tertegun sejenak di jok mobilnya, ia terlambat pulang. Padahal ia sudah janji pada Felicia untuk mengantar dia pergi beli buku bukan? Anggara menghela nafas panjang, melepas seat belt-nya lalu melangkah turun dari mobil.Anggara hendak menekan knop pintu ketika kemudian mobil hitam mewah itu masuk ke halaman rumahnya. Anggara sontak mengerutkan keningnya, itu kan mobil ....Kaca mobil bagian belakang turun, Felicia melambaikan tangan sambil tersenyum lebar, membuat Anggara sontak tertegun dan membeku di tempatnya berdiri."Papa ... Felicia di jemput Opa Yusak!" teriak Felicia dengan penuh semangat.Anggara tersenyum, ia kemudian melangkah menghampiri mobil itu, membuka pintu mobil dan meraih Felicia dalam gendongannya. Tampak gadis kecilnya itu begitu bahagia, di tangganya ada plastik putih berisi buku dan alat tulis, rupanya ia sudah membelinya bersama sang kakek."Apa kabarmu, Ang?" sapa Yusak sambil tersenyum, Anggara mengecup punggung t
Anggara menatap Felicia yang sudah terlelap itu dengan perasaan getir. Air matanya menetes tiada henti. Persetan mau dikatakan dia laki-laki lembek, laki-laki cengeng, ia tidak peduli, rasanya ia begitu terpukul dan sedih, hatinya hancur.Anggara mulai terisak, ia benar-benar menangis tersedu-sedu di sisi ranjang sang anak. Bagaimana nanti kedepannya? Apa yang harus ia katakan pada Felicia ketika kemudian waktunya untuk menepati janji itu tiba? Waktu di mana ia harus menceraikan Selly dan membawa anaknya hidup sendiri. Dua anaknya!Rani dan Yusak mengintip dari celah pintu kamar Felicia, dapat ia lihat Anggara tengah menyenderkan kepalanya di pinggir ranjang Felicia, air matanya banjir, isaknya terdengar seperti anak kecil. Laki-laki tiga puluh tujuh tahun menangis seperti itu? Lucu rasanya jika di lihat, namun Rani dan Yusak tahu, Anggara sedang dalam pergolakan batin yang luar biasa.Rani memutuskan melangkah masuk, ia menepuk lembut pundak Anggara."An
Gaun putih mekar itu masih membungkus tubuh Selly dengan begitu indah dan cantik, ia tampil bagai boneka hidup hari ini, membuat Anggara mendesah pilu. Jujur ia begitu terpukau dan terpesona dengan penampilan Selly di hari pernikahan mereka, Selly begitu cantik luar biasa! Namun di sisi lain Anggara pedih karena faktanya hanya dia yang menginginkan pernikahan ini, Selly sama sekali tidak pernah menginginkan hal ini, menginginkan Anggara. Sama sekali tidak!Tetapi ada satu hal yang begitu Anggara syukuri, yaitu Selly begitu ramah dan akrab dengan sang Puteri, Felicia. Membuat senyum dan gurat kegembiraan itu tergambar dari wajah Felicia sejak pagi tadi.Anggara mengulurkan tangannya, membantu Selly yang masih duduk di kursi salah satu meja di acara resepsi pernikahan mereka, ia hendak membantu Selly berdiri dan kembali ke kamar mereka. Selly tengah hamil muda dan dia tidak boleh terlalu lelah bukan?Selly tersenyum, walaupun Anggara tahu senyum itu cuma kamuflase di
Anggara menyeka tubuhnya dengan handuk. Berendam sedikit mampu menghilangkan panas dan segala macam gejolak itu dari tubuhnya. Ia segera memakai piyamanya dan melangkah keluar dari kamar mandi. Dan Anggara sontak terkejut ketika mendapati pemandangan yang ada di atas kasur pengantinnya itu. Sebuah pemandangan yang mampu meluruhkan segala macam kekecewaan dan amarah Anggara karena penolakan sang isteri.Di atas ranjang pengantinnya itu, tampak Felicia begitu lelap dalam pelukan Selly. Wajahnya begitu damai dan penuh kebagiaan, belum pernah Anggara melihat Felicia sebahagia ini. Dan itu sontak membuat Anggara tersenyum getir.Ia melangkah menghampiri ranjang, jongkok di tepi ranjang di mana Selly tertidur memeluk Felicia. Anggara menghela nafas panjang. Tangannya terulur mengelus kepala sang isteri penuh kasih. Bayangan dulu mereka bergumul penuh gairah itu kembali berputar dalam benak Anggara, yang sontak membuat Anggara menggeleng kuat-kuat, ia tidak mau mandi lagi!
“Maaf kalau tidak sebesar rumah papa,” guman Anggara ketika per hari ini ia resmi memboyong Selly kerumahnya.Selly tersenyum, “Sama besarnya, sepertinya cukup nyaman.”Selly lebih dulu masuk ke dalam bersama Felicia yang berada dalam gandengannya. Anggara melarang keras Felicia meminta gendong pada Selly, ia benar-benar tidak mau janin dalam perut Selly sampai kenapa-napa.“Bapak sudah pulang?” tampak Bi Ijah berlari tergopoh-gopoh menyambut kepulangan Anggara.“Sudah, kenalkan ini Selly, Bi. Isteri saya,” Anggara merasa pedih setelah menyebutkan kata itu, mungkin saat ini di dalam hati Selly memaki dirinya bukan? Mereka bukan sepasang suami-isteri yang sesungguhnya! Bahkan Selly sama sekali tidak mau satu kamar dengan dia nantinya!“Aduh, cantik sekali. Perkenalkan saya Bi Ijah, Bu,” Bi Ijah mengulurkan tangannya, senyum merekah mengembang di wajah itu.“Ah ... jangan terlal
Anggara menutup pintu kamar yang biasanya digunakan untuk para tamu itu, detik itu juga air matanya menitik membasahi pipinya. Entah sudah keberapa kali ia menitikkan air mata, yang jelas, jatuh cinta pada Selly membuatnya begitu cenggeng. Anggara menyeka air matanya, melangkah menuju ranjang yang sprei dan sarung bantal-gulinya sudah diganti dengan yang baru oleh sang asisten.Anggara merebahkan tubuhnya di atas ranjang itu. Hanya sendiri, seorang diri seperti yang selama ini dia lakukan semenjak kepergian Diana. Jika orang lain mengira ranjangya akan kembali hangat bahkan memanas, maka mereka salah, karena apa yang ada dalam pikiran mereka itu hanya lah anggan semata bagi Anggara."Diana, mungkin ini salah satu balasan dari kamu karena aku ingkar atas janji yang sudah aku ucap kepadamu, aku minta maaf."Anggara merasa dadanya sesak, baru kali ini ia jatuh cinta sebegitu dalam dan diabaikan begitu saja oleh wanita yang ia cintai. Mungkin Anggara terlalu percaya di
Selly membuka matanya ketika ia mendengar suara riuh air dari kamar mandi, ia sontak terkejut dan bangun ketika mendapat ia tidak terbangun di kamar apartemennya. Kamar siapa ini? Ah ... dia lupa bahwa ia sudah pindah kamar dan sudah punya suami. Pasti itu suara Anggara yang tengah mandi bukan? Dia memang tidur di kamar sebelah, namun semua pakaian milik suaminya itu ada di sini.Suami?Ah ... benarkah ia menganggap Anggara sebagai suami? Jangankan melakukan tugasnya sebagai isteri, tidur satu kamar dengan Anggara pun dia tidak mau! Kenapa sekarang dia jadi membahasakan laki-laki itu sebagai suami?Selly hendak pura-pura kembali tidur ketika pintu kamar mandi itu terbuka. Ia terlambat melakukan aksi pura-puranya karena dua mata Anggara itu bahkan sudah bertemu dengan matanya. Selly sontak melotot, otot lengan, dada dan perut itu ... astaga! Anggara muncul dengan telanjang dada, memamerkan semua otot tubuhnya yang selalu ia latih dengan sempurna itu."Suda