Share

Part 6


Nadin menatap kesal ponselnya yang berada di atas meja, tepat di samping komputer. Waktu makan siang sudah masuk sepuluh menit yang lalu. Namun, Nadin masih belum beranjak dari kursinya.

"Kenapa lo?" Suara Cia mengalihkan pandangannya.

"Ini nih, si Niko. Katanya mau ngajakin gue makan diluar, tapi sampai sekarang masih belum ngasih kabar." Nadin memanyunkan bibirnya.

"Dia lupa kali. Mending lo telpon aja deh dari pada lo kelamaan nunggu." Cia memberi solusi.

"What? Yang bener aja lo! Masa iya gue duluan yang nelpon, kan gue malu. Mau ditaroh dimana wajah cantik gue ini. Nanti dia pikir gue terlalu berharap lagi." Protes Nadin tidak setuju dengan solusi Cia.

"Lo mah gitu, gengsinya kebangetan." Cia berujar sambil membereskan lembaran-lembaran kertas yang berserakan diatas mejanya.

Nadin bungkam, tidak membantah perkataan Cia. Cia yang melihat Nadin tidak menjawab melanjutkan ucapannya.

"Kalau gue jadi lo ya, gue bakalan telpon tuh si Niko. Lagipula gak ada salahnya kalau sesama teman, lagian lo mau kan jadian sama Niko? Masa gitu doang lo gak berani." Tambah Cia semakin memanas-manasi Nadin.

"Iiih lo mah gak ngerti perasaan gue." Nadin memasang tampang sedih.

"Udah deh, mending lo ikut sama gue aja. Kita makan di kantin daripada disini terus nungguin yang gak pasti." Cia menarik pergelangan tangan Nadin agar berdiri dari duduknya.

Nadin hanya pasrah dengan perlakuan Cia yang terus menarik pergelangan tangannya.

"Kita duduk disana aja, ya?" Tanya Cia sambil terus berjalan menuju sudut ruangan yang menghadap ke belakang gedung. Disini mereka dapat melihat gedung-gedung pencakar langit yang berada tidak jauh dari gedung yang mereka tempati sekarang. Baru saja teman sejoli itu mendaratkan pantat mereka pada kursi kantin, suara pekikan Nadin membuat puluhan pasang mata menatap mereka heran.

"Hehe... sorry sorry." Nadin sedikit membungkukkan badannnya sembari meminta maaf pada penghuni kantin atas tindakannya itu.

"Lo kenapa lagi, sih?" Tanya Cia sambil menghidupkan ponselnya yang mati.

"Niko, dia nelpon gue!"Jawab Nadin girang. Cia tersenyum maklum melihat kelakuan sahabatnya yang sedang jatuh cinta.

"Lo lama banget sih, gua dari tadi nungguin telpon dari lo tau gak." Nadin langsung meluapkan kekesalannya setelah mendengar suara Niko. Ia terlihat sedang mendengarkan penjelasan pria itu di seberang sana.

"Oke, gue kesana sekarang." Nadin berujar antusias.

"...."

"Iya deh, iya. Ntar gue bilangin sama Cia supaya dia mau." Nadin melirik Cia sambil tersenyum manis. Cia yang mendengar namanya disebut mengalihkan pandangannya dari ponsel yang sedang dimainkannya, tapi setelah itu ia kembali menatap benda pipih itu lagi.

"Tunggu gue ya, bye." Nadin merasa hatinya berbungan-bunga saat ini. semua rasa kesal yang tadi hinggap dihatinya menguap entah kemana. Ia menyentuh dadanya yang terasa berdetak tidak karuan.

"Ayo kita berangkat sekarang. Niko bilang, dia udah hampir sampai di restaurant yang ada di dekat perusahaan tempat dia kerja." Nadin tersenyum bahagia menatap Cia yang bengong.

"Cia, lo dengerin gue kan?" Tanya Nadin sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Cia.

"Hah apaan, Nad?" Tanya Cia balik. Ia memasang wajah menyesal telah mengabaikan sahabatnya itu.

"Niko juga ngajak lo buat pergi sama kita, katanya biar lebih asik gitu."

"Kok gue ikut sih? Enggak deh, kalian aja. Nanti kalian jadi keganggu kalo ada gue." Tolak Cia halus.

"Gak bakalan. Lagian kalo ada lo gue jadi gak kaku-kaku amat kalo ketemu Niko."

Cia terdiam beberapa saat setelah nya.

 "Lo kenapa sih ngelamun terus? Emangnya lo habis liat apaan?" Tanya Nadin sambil mengulurkan tangannya ingin mengambil ponsel Cia. Namun, Cia langsung menjauhkan ponselnya dari jangkauan tangan Nadin.

"Enggak. Gak ada apa-apa. Ya udah deh gue ikut." Cia langsung beranjak dari kursinya menghindari pertanyaan Nadin yang akan membuatnya sulit untuk menjawab. 

Nadin yang sedang bahagia mengabaikan gelagat Cia yang menurutnya sedikit aneh. Ia menyusul Cia yang sudah berjalan di depannya.

Tidak lama kemudian, mereka sampai di depan sebuah restaurant. Cia dan Nadin langsung keluar dari mobil yang mereka kendarai. Cia celengak-celenguk memperhatikan sekitar restaurant tersebut.

"Gue kayaknya pernah deh ke tempat ini sebelumnya. Lo yakin Niko disini?" Tanya Cia pada Nadin yang masih berdiri di depan bumper mobil.

"Yakin lah, kan cuma restoran ini yang ada di dekat kantornya dia. Kita langsung masuk aja yuk." Ajak Nadin dan mulai memasuki pintu utama restaurant. Cia hanya mengikuti kemana langkah Nadin berjalan. Sedari tadi ia hanya terus berdoa agar apa yang dilihatnya tadi tidaklah benar.

Tadi, saat ia sedang asik memainkan ponselnya, dengan tidak sengaja ia melihat hot news bahwasanya CEO muda yang bernama Elgan Gaulia Lambet baru saja memasuki restaurant yang tidak jauh dari perusahaan pria itu bersama seorang pria yang diketahui merupakan sekretarisnya.

"Niko!" Seruan Nadin membuyarkan lamunan Cia. Dari kejauhan Cia dapat melihat Niko yang sedang melambaikan tangannya kepada mereka. Ketika melihat sosok pria yang duduk di samping Niko tubuh Cia menegang dibuatnya.

"Ayo..." Nadin menarik pergelangan tangan Cia yang berdiri di belakangnya.

"Gak perlu gandengan juga kali, Nad." Protes Cia sembari melepaskan tangannya dari Nadin.

Nadin melepaskan genggamannya dari tangan Cia dan melanjutkan langkahnya menuju kursi kosong di depan dua pria tampan yang sedang menunggu mereka. Cia berulang kali menghela nafasnya. Sepertinya nasib baik sedang tidak berpihak kepadanya saat ini. Ia berjalan lambat, menyeret kakinya dengan malas ke arah tiga orang yang sudah duduk manis di kursi mereka. Ia ingin berlama-lama sampai di kursinya. Namun, apa boleh buat, ia tidak ingin Nadin dan Niko curiga kareka tingkah anehnya.

"Hai," Sapa Cia pada dua orang di depannya, namun Cia hanya menatap mata Niko lalu duduk di kursi yang tersisa untuknya, tepat di samping Nadin.

"Lo tadi kenapa lama banget sih nelpon gue?" Tanya Nadin membuka obrolan setelah mereka memesan makanan.

"Sorry ya Nad, tadi gue lagi maksa seseorang buat ikut sama gue. Ya, karena itu jadinya lama." Niko menjelaskan.

"Maksudnya?" Tanya Nadin yang tidak mengerti.

"Gini lho Nadin yang cantik. Tadi itu, Elgan gak mau ikut sama gue ke tempat ini. Alasan dia itu banyak banget... Ya, jadi karena itu gue telat hubungin lo karena lagi sibuk maksa anak satu ini supaya mau makan bareng kita." Nadin mangut-mangut mendengar penjelasan Niko yang sudah ia mengerti.

"Apaan sih, lo?" Protes Elgan sambil menyikut lengan Niko kuat. Matanya menatap Niko tajam. Sedangkan Niko hanya menyengir lebar melihat Elgan yang menatapnya seperti itu.

"Udah-udah, kalian jangan berantem disini, nanti aja kalo udah pulang." Nadin memberi solusi.

"Ogah gue berantem sama dia." Tolak Niko.

Nadin melihat ke arah Cia yang sedang duduk dengan kaku. Ia merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu.

Perasaan tadi dia baik-baik aja, deh. kenapa sekarang jadi tegang gitu? Kayak habis liat hantu aja, batinnya.

"Lo kenapa?" Tanya Nadin sambil menepuk pundak sahabatnya.

"Ah, enggak. Gue gakpapa. Emangnya kenapa?" Tanya Cia balik setelah sadar dari lamunannya.

"Dari tadi gue perhatiin lo kayak aneh gitu. Relax aja kali." Nadin menatap Cia yang sedang mengusap tengkuknya yang tidak gatal.

"Gue ke toilet dulu ya. Kalian makan duluan aja." Ujar Cia kikuk sebelum beranjak dari kursinya. Nadin dan Niko mengangguk serentak dan mulai memakan hidang yang sudah ada dihadapan mereka.

Cia melangkah cepat menuju toilet. Sesampainya di toilet, ia langsung membasuh wajahnya yang terasa panas. Entah mengapa sejak memasuki tempat itu, ia merasa atmosfer disekitarnya terasa panas.

"Kalian lanjut aja." Elgan yang belum menyentuh makanannya beranjak dari kursinya. Ia berjalan ke arah yang sama dengan Cia lalu berhenti di persimpangan lorong yang berada di dekat toilet. Ia bersandar pada dinding sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sesekali ia melihat kearah pintu toilet wanita. 

Elgan menegakkan tubuhnya sambil bersedekap setelah melihat Cia keluar dari toilet. Ia memperhatikan penampilan Cia yang sedang mengenakan serangam kantor dengan rok pensil yang pas dipinggulnya dan kemeja putih yang melekat di kulit putihnya.

Elgan bersiap-siap hendak menarik lengan Cia.

"Aww... Apaan, sih?!" Marah Cia, refleks membentak orang tersebut. Ia membulatkan matanya setelah melihat orang yang menarik tangannya ternyata Elgan dengan tampang datarnya.

"Lo? Ngapain narik-narik tangan gue?" Tanya Cia tak suka. Diusapnya pergelangan tangannya yang sedikit sakit karena genggaman Elgan yang terlalu kuat.

"Berisik lo. Langsung aja gue ingatin. Jangan pernah lo ngasih tahu soal perjodohan ini sama mereka berdua." Ujar Elgan dingin dengan tatapan tajamnya melihat Cia. Dua orang yang dimaksud Elgan adalah Niko dan Nadin.

"Kenapa? Lo takut?" Tanya Cia tak terima atas perlakuan Elgan padanya.

"Kalo gue ngasih tahu mereka emangnya kenapa? Lo gak suka? Gue gak peduli!" Tantang Cia. Matanya balik menatap Elgan tajam.

"Lo! turuti kata-kata gue selagi gue bicara baik-baik." Ujar Elgan dingin. Matanya menatap Cia tak suka.

"Apa? Bicara baik-baik kata lo? Bicara kayak gini lo bilang baik? Waaah, kasar banget lo jadi cowok." Cia menantang Elgan sambil berkacak pinggang.

"Jaga kata-kata lo sebelum gue berbuat kasar." Ucap Elgan datar lalu pergi meninggalkan Cia.

"Dasar cowok gila! Lebay! Bilang aja lo malu kalo mereka tau soal perjodohan ini. Asal lo tau, gue juga malu dan SANGAT TIDAK MAU dijodohin sama cowok kayak lo." Ucap Cia tajam menatap punggung Elgan yang semakin menjauh. Ia yakin, Elgan pasti mendengar perkataannya barusan.

Drrttt... Drrttt...

Cia mengalihkan perhatiannya dari Elgan ketika ponsel yang berada di genggamannya berdering. Kata 'Mama' muncul di layar pipih itu. 

Cia kembali melangkahkan kakinya setelah sambungan telpon dari mamanya terputus. Dari kejauhan ia dapat melihat Elgan yang sedang menikmati makanannya. Jika diperhatikan, Elgan memang sangan tampan. Apalagi, saat ini pria itu sedang makan dengan lengan baju yang ditarik hingga siku dan rambutnya yang sedikit berantakan serta dasinya yang sudah longgar benar-benar membuatnya terlihat sexy. Cia mengulum senyum melihat Elgan dari kejauhan. 

Bagaimana bisa dia setampan itu, batin Cia. Ia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum duduk dikursinya.

Gue harus bersikap bagi sama dia, mungkin dengan itu dia juga akan memperlakukan gue dengan baik, tambahnya lagi.

Elgan mendongak menatap Cia yang menarik kursinya. Cia tersenyum manis melihat Elgan yang juga menatapnya. Elgan menaikkan sebelah alisnya melihat Cia yang tersenyum kepadanya.

Menyebalkan, Elgan menggerutu dalam hati lalu melanjutkan makannya.

Masih datar, dasar cowok sombong, gerutu Cia pada Elgan yang tidak membalas senyumannya. Cia duduk dikursinya lalu mulai memakan hidangan yang tadi dipesannya. Sesekali ia melirik Elgan yang sedang menikmati makanannya.

"Setelah ini kalian balik ke kantor lagi, kan?" Tanya Niko kepada dua gadis di depannya. 

"Gue sih iya, soalnya masih ada kerjaan." Jawab Nadin sambil mengunyah makanannya.

"Kalo, lo?" Tanya Nadin pada Cia sambil menyenggol siku gadis itu.

"Nyokap nyuruh gua langsung balik, " Jawab cia seadanya.

"Emang nyokap lo tau kalo kita lagi disini?" Tanya Nadin lagi dan diangguki oleh Cia.

"Tumben nyokap lo nyuruh cepat pulang, ada apaan?" Tanya Nadin penasaran dan ikuti oleh anggukan Niko.

Elgan hanya diam sembari menikmati makanannya, sesekali ia juga melirik Cia yang tengah menikmati makanannya. Elgan menatap Cia was-was sambil menunggu jawaban apa yang akan dilontarkan Cia atas pertanyaan Nadin.

"Nyokab gue bi-bilang lagi ada urusan. Iya, lagi ada urusan dan urusannya itu ngelibatin gue." Jawab Cia terbata-bata. Elgan menghembuskan napasnya lega sedangkan Niko Dan Nadin hanya mengangguk mengerti.

Beberapa menit kemudian, mereka telah menghabiskan semua makanan yang dipesan. Setelah melihat Elgan dan Niko membayar tagihan, Cia dan Nadin langsung melangkah ke arah mobil mereka terparkir yang kemudian diikuti oleh Niko dan Elgan yang berjalan tepat di belakang mereka. Cia merasa ada yang aneh dengam jantungnya. Entah mengapa sedari bertemu Elgan di dekat toilet tadi detak jantungnya terpacu dengan cepat. Apa mungkin karena amarahnya belum mereda?.

"Cia, lo langsung balik aja, gue balik ke kantor sama Niko, iya kan?" Niko mengangguk sambil melihat Cia dan Nadin bergantian.

"Bener nih, gapapa? Tapi kan Niko tadi datang kesini sama Elgan. Emangnya dia mau nganterin lo ke kantor?" Tanya Cia sambil melirik Elgan.

"Ya udah anterin aja, gue bisa minta supir untuk jemput gue." Ujar Elgan cuek lalu menghubungi supirnya agar segera menjemputnya.

"Serius? Tapi, lo balik ke kantor lagi, kan?" Tanya Niko sambil tersenyum senang karena Elgan membiarkannya pergi bersama Nadin dengan mobilnya.

"Nggak" Jawab Elgan.

"Kok gitu? Kan kita ada meeting jam tiga." Protes Niko sambil menatap Elgan.

"Batalin aja, gue ada urusan mendadak." Jelas Elgan lalu melangkah pergi saat melihat mobil yang dikendarain supirnya sudah datang.

Cia memutar bola matanya jengah melihat kesombongan Elgan.

 Dasar calon suami songong.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status