Share

My Crazy Office Girl
My Crazy Office Girl
Penulis: Bai_Nara

1. Menghadiri Pernikahan Mantan

Aku menatap nanar pasangan di atas pelaminan. Bagaimana bisa? Dua orang yang begitu kupercayai mengkhianatiku? Ya Tuhan. Sepertinya kegiatan menikung pacar orang memang sudah menjadi peristiwa nge-hits abad ini. Tak peduli siapa pun korbannya, entah itu pacar sahabat, pacar kakaknya, pacar adiknya atau pacar anaknya. 

Yah, semarah apa pun aku pada dua insan yang kini menebar senyum ceria di panggung pelaminan tidak akan merubah apa yang sudah terjadi. Ibaratnya nasi sudah basi, sudah bau, jadi buat apa dimakan mending beli beras lagi terus dimasak. Habis itu tambahin opor ayam, sambal sama kerupuk. Wuih sedep. Ah, nanti habis dari sini aku mampir ke Warung Bu Manto. Opor ayamnya terkenal enak.

"Loh, Nia kamu datang?" Salah satu rekan kerjaku kaget melihatku. 

"Iyalah, San. Kan mau ngasih ucapan buat mantan. Mantan pacar sama mantan sahabat," ucapku dengan tersenyum manis.

Sandra mengamatiku dengan penuh selidik. Jelaslah, orang dia teman karibnya Deswita pasti dia takut aku mengacaukan acara pernikahan sahabatnya.

"Kania!" teriak Gita dan kawan kawan yang lain.

"Hai semua," sapaku ramah.

"Keren, kamu datang juga?"

"Iyalah Gi, masak gak datang. Tenang, stok cowok masih banyak. Cuma mantan tukang gombal sama sahabat tukang tikung kok bikin kita terpuruk? Rugi."

"Betul. Hidup itu menatap ke depan bukan ke belakang," imbuh Heri.

"Iyalah. Kalau nengok terus nabrak di depan kan kasihan jidatnya. Tambah nonong. Gak nonong aja diselingkuhin apalagi tambah nonong."

Terdengarlah tawa kami semua. Sandra terlihat memilih duduk menjauh, enggan duduk bareng dengan kami. Peduli amatlah dengan tingkahnya.

Aku dan keempat rekan kerjaku akhirnya duduk dalam satu meja. Sesekali kami tertawa dan mengambil makanan yang tersedia. Hati boleh patah, tapi perut jangan sampai kena maag. Air mata boleh tumpah tapi pikiran harus tetap terarah.

Selama mengobrol, aku sesekali melirik ke arah pelaminan. Tampak Aryo sesekali melirik ke arahku sedangkan Deswita sejak tadi memasang raut cemburu. Ya jelaslah karena hari ini aku tampil maksimal. Kebaya yang kupakai sangat simpel namun elegan. Riasan yang kupakai terlihat natural namun sangat pas di wajahku. Ya iyalah, orang aku sengaja memakai jasa perias mahal. Jelas terlihat mencolok dengan riasan Deswita yang kesannya terlalu tebal dan menor. Jadi bukannya terlihat cantik tapi dia malah terkesan seperti tante-tante. Selain itu sepertinya Deswita salah memilih kostum. Bukannya membuat tubuhnya terlihat langsing malah justru menonjolkan tonjolan perutnya. 

Ya, Aryo dan Deswita menikah gara-gara Deswita sudah tek dung tralala, alias pada nanem saham duluan. Bersyukur selama pacaran aku dan Aryo gak pernah ngapa-ngapain. Boro-boro nana nini, Aryo pegang tanganku aja aku sudah memarahinya tanpa ampun. Hahaha. Meski aku orangnya slengekan dan terkadang gila tetapi soal sopan santun sama yang tua, aku lebih jago dari pada Deswita. Makanya, dari tadi bapaknya Aryo menunduk sedih saat melihatku. Sedangkan ibunya Aryo menangis terus sambil mengucap maaf berulang kali.

"Pssst, lihat itu kan Pak Manajer kita?" bisik Gita.

Otomatis tatapan kami berlima terarah pada Bapak Manajer yang terhormat bernama Andromeda Bagaskara. Wuih nama yang keren sekeren orangnya.

Gita, Anastasya dan Shelomita sejak tadi sudah memelototkan mata, mulutnya terbuka. Untung tuh mata gak keluar sama iler gak keluar kalau keluar duh, malu pokoknya. Sementara Heri sudah menahan tawa sejak tadi melihat aksi ketiga sahabat kami.

"Untung kamu cowok, Her!" ucapku.

"Hooh, emang Pak Andro terlalu mempesona. Ugh ... kalau aku terlahir cewek udah aku kejar-kejar dia."

Aku terkekeh tapi tak urung juga aku menatap sosok Pak Andro dengan penuh minat. Yah, andai posisiku bukanlah Office girl, mau aku nyoba menggaet Pak Andro untuk kujadikan pacar, kalau gak bisa ya minimal aku jadi selingkuhan. Astaghfirullah! 

Aku menggumamkan istighfar berulang kali atas pikiran kotorku. Abong-abong (mentang-mentang) habis diselingkuhi malah aku berniat menyelingkuhi pacar orang juga. Astaga! Beneran perlu dirukyah ini akunya.

Pak Andro sedang menyalami Aryo di pelaminan. Seperti biasa Pak Andro selalu memasang mimik muka datar dan irit bicara. Benar-benar paduan yang pas ditunjang dengan fisik dan ketebalan dompet. Sudahlah, orang tampan dan kaya mah bebas. Orang miskin dan cuma menyandang office girl mah jangan terlalu menghalu parah. Jatuhnya sakit kalau sampai nyungsep di tanah.

Pak Andro turun dari pelaminan. Tatapannya tertuju pada rombongan kami. Dia menghentikan langkah dan menatap ke arah kami cukup lama. Kami semua kikuk dan hanya melemparkan senyum Pepsodent. Pak Andro segera berlalu setelah mengangguk ke arah kami berlima, para office girl dan satu office boy.

"Fiuh, setdah tatapan Pak Manager yang terhormat emang bikin jantung gak kuat." Seloroh Gita akhirnya setelah Pak Andro tak ada.

"Hooh, untung ganteng dan kaya lagi. Apalah daku yang cuma remahan rengginang." Anastasya mulai mendrama lebay.

"Betul. Coba aku secantik kamu, Nia. Bakalan aku gaet tuh Pak Andro."

"Helow, cuma menggaet Kepala bagian kebersihan kantor aja aku kalah sama pelakor, kalian yakin aku bisa menangin hati Pak Manager yang gantengnya kayak pangeran Arab? Sementara di sekelilingnya banyak putri dari kerajaan minyak, kerajaan tekstil, kerajaan perhotelan dan kawan-kawan. Kalian yakin aku bisa jadi cinderella? Kalau jatuhnya cinderamata menyedihkan gimana?"

Otomatis keempat sahabatku tertawa. Kami akhirnya terus bercerita sambil sesekali tertawa. Tawa di meja kami sesekali menarik perhatian tamu yang lain. Dan ah, terutama perhatian para mantan di pelaminan. Hohoho. Emang enak, aku kerjain. Huh, sorry ya tidak ada kata mantan terbuang dalam kamusku. Adanya mantan yang sengaja kupermalukan secara elegan.

Setelah merasa kenyang, kami berlima berjalan dengan mantap menuju ke pelaminan. Aku menyalami kedua orang tua Aryo. Ibu Aryo sejak tadi memelukku dengan erat. Kata maaf berulang kali ia ucapkan sementara ayah Aryo hanya bisa mengusap air mata sambil sesekali menepuk pundakku.

"Selamat ya Aryo, Deswita. Semoga samawa." Aku menyalami keduanya.

"Makasih ya, Kania. Maaf dan kamu cantik. Selalu cantik." Aryo menutup mulutnya. Dia terlihat ketakutan apalagi saat melihat Deswita sedang memelototkan mata sambil berkacak pinggang. Aku tersenyum dan memilih menyalami kedua orang tua Deswita yang terlihat kikuk. Dengan langkah anggun, aku menuruni pelaminan bersama keempat sahabatku. 

Masih dapat kudengar obrolan dan bisik-bisik tetangga yang terlihat begitu menyayangkan tindakan Aryo. Dan bagaimana mereka membanding-bandingkan kecantikanku dengan Deswita. Ah ... pokoknya senang sekali hatiku. Dengan langkah bak model internasional dan senyum merekah seperti bunga mekar aku  terus berjalan hingga keluar dari gedung tempat Aryo-Deswita menyelenggarakan resepsi pernikahan.

"Kamu naik apa?"

"Taksi."

"Yakin?"

"Iya."

"Ya sudah kami duluan ya?"

Keempat sahabatku naik motor saling berboncengan. Aku dadah-dadah pada keempatnya hingga dua motor tak terlihat. Setelah mereka menghilang aku mendesah. 

Ternyata balas dendam itu sungguh tak baik. Demi penampilan cetar membahana aku sampai merogoh kocek banyak-banyak demi membeli baju dan jasa riasan. Kini aku tak punya uang sama sekali. Boro-boro buat naik taksi, buat ngangkot saja aku tak ada. Hahaha. Miris. 

Akhirnya aku memilih berjalan dengan menenteng sandal dengan tumit setinggi sepuluh centimeter.

Cukup lama aku berjalan hingga sampai di halte bus. Aku duduk sambil kipas-kipas. Kurogoh dompetku. Mencari kepingan-kepingan dollar Indonesia dan alhamdulillah ada sepuluh ribu dua ratus rupiah. Cukup untuk naik bis. Aku bahagia. Duh, ternyata bahagiaku semudah itu pemirsah.

Dengan sabar aku menunggu kedatangan bus sambil terus kipas-kipas.

Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti tepat di depanku. Aku menajamkan mata mencoba mencari tahu siapa pengemudinya. 

Aku terpana, jujur mungkin aku juga sudah melakukan hal gila. Yaitu memelototkan mata sambil membuka mulut. 

"Ekhem." Suara deheman Pak Andro membuat nyawaku yang tadi sempat terbang ke angkasa dipaksa jatuh menyentuh tanah. 

Aku tersenyum kikuk.

"Siang, Pak." Aku mencoba bersikap ramah.

"Kamu! Kamu mau uang?"

"Hah?! Maksudnya Pak?"

"Saya akan bayar kamu dengan uang yang banyak asal kamu mau bantu saya."

"Bantuan apa, Pak?"

"Jadi pacar pura-pura saya."

Aku membelalakkan mata. Jadi pacar? Pura-pura?

"Sepuluh juta. Untuk sehari menjadi pacar saya."

"Setuju Pak. Setuju," jawabku tanpa pikir panjang. 

Peduli amat dengan norma dan etika. Pokoknya demi sepuluh juta, toh cuma jadi pacar sehari doang gak masalah.

"Baik. Sekarang ikut saya."

"Ashiap."

Aku mengikuti langkah Bapak Manager yang terhormat ke arah mobilnya. Meski cuma pura-pura gak masalah. Gak dapat sepuluh juta pun gak masalah. Toh, aku sadar diri kalau aku bukan seorang putri. Jadi, menjadi cinderella sehari sudah menjadi kebahagiaan tersendiri buatku. Penting jangan jadi pelakor dan jual diri, itu gak baik.

Dengan memasang senyum lima jari aku menemani Bapak manajer terhormat seharian ini. Lumayan, kapan lagi bisa jalan sama orang ganteng, naik mobil kece, bergaya bak model cantik walau cuma sehari karena besok aku akan kembali menjadi si Kania yang kerjanya cuma jadi office girl.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status