Alfa tercenung menatap kopinya yang belum ia sesap sama sekali. Beberapa lama ia terdiam. Mencoba mencerna kata demi kata yang wanita itu lontarkan. Wanita yang baru beberapa menit lalu meninggalkannya. Wanita yang dulu pernah mengirimnya ke panti asuhan karena menganggap dirinya adalah benalu. Dan hari ini, ia tahu sebab kebencian yang ada dalam sorot mata wanita itu padanya.
Alfa masih bergeming dari tempatnya. Merasa bersalah karena masa lalu yang sebenarnya ia tidak tahu menahu.
Hanya karena kesalahan dari sang ayah yang bahkan dirinya saja waktu itu belum mengerti arti hidup. Namun, wanita itu seolah terus menyalahkan ibunya bahkan setelah ibunya meninggal.
Rasanya tidak adil. Mungkin saja ibunya dulu juga tidak pernah tahu ada wanita lain di kehidupan sang ayah. Demi Tuhan, hanya ada kenangan baik dari almarhumah sang ibu semasa hidupnya.
Alfa mengepalkan kuat tangannya. Dirinya masih saja tidak terima saat wanita itu
Langkah kaki Lyra dibuat selebar mungkin untuk menapaki gedung berlantai lima puluh ini. Hampir saja ia terlambat untuk interview di kantor barunya. Ini gara-gara dicegat Herdy yang tiba-tiba saja muncul. Ia melirik arloji di tangan kirinya, masih ada waktu untuk membenarkan dandanannya. Lyra segera menuju ke toilet. Mematut diri di cermin besar wastafel. Membenarkan sedikit tatanan rambutnya yang agak sedikit berantakan. Dan saat ia sedang menggelung rambutnya, seseorang menjajarinya, berdiri menjulang di sampingnya, menatap lurus ke depan cermin.Lyra berkedip beberapa kali. Hatinya berdesir. Wanita cantik yang kini berdiri di sebelahnya adalah Helena.Diam-diam Lyra memperhatikan wanita itu dalam cermin. Tidak ada kata lain selain kata sempurna untuk wanita cantik itu.Lyra memelankan gerakan menggulung rambut. Bagaimana ia tidak cemburu? Helena begitu mempesona dilihat dari jarak dekat seperti ini. Dirinya sebagai perempuan saja merasa kagu
Perjanjian kerja sudah ia tanda tangani, tidak mungkin ia mundur begitu saja. Meskipun ia tahu, Reksa tidak akan mempermasalahkannya jika itu terjadi, tapi rasa-rasanya itu tidak pantas dilakukan. Nanti dikira memanfaatkan kekuasaan."Well, semua sudah selesai 'kan? Bas, aku mau mengajak Lyra makan siang." Syilla berujar menyentak lamunan Lyra.Bastian mendengus. "Aku pikir kamu ke sini ada keperluan apa.""Tadinya aku ingin mengajakmu makan siang. Tapi berhubung di sini ketemu Lyra, ya aku pergi sama Lyra saja. Yuk, Lyr."Syilla bangkit dari duduknya. Mengabaikan raut muka Bastian yang nampak kesal."Terus kamu tidak mau mengajakku?""Kelihatannya kamu sangat sibuk.""Tidak, aku ikut saja."Sebenarnya Lyra agak sedikit heran dengan interaksi antara Syilla dengan CEO itu. Ah! Mereka sama-sama CEO bukan? Masih di bawah naungan Reksa Group. Apa mungkin mereka ada hubungan spesial? Ada banyak pertanyaan berpu
Seseorang terlihat baru keluar dari ruangan Reksa. Lantai 45 di mana letak kantor direktur utama berada. Tak ada ruangan lain selain milik orang nomor satu di Reksa Group itu."Selamat siang, Pak Bastian," sapa orang itu saat berpapasan dengan mereka."Selamat siang, Justin. Apa Direktur ada?""Ada di ruangannya. Silakan."Justin adalah assisten direktur. Salah satu orang kepercayaan Reksa yang waktu itu pernah bertemu Lyra di depan apartemen Reksa. Ya, ia lelaki berkacamata yang mengantar Lyra menemui Reksa yang sedang berenang dan berujung pada ....Padahal Reksa memiliki seorang sekretaris, tapi ia lebih sering berinteraksi dengan asistennya."Bagaimana pertemuanmu dengan Wijaya Grup?" tanya Reksa begitu Bastian masuk ke ruangannya."Seperti yang kamu harapkan. Lyra, sedang apa kamu disitu? Cepat masuk!"Lyra masih saja berada di luar. Merasa belum siap berhadapan dengan Reksa kemb
Lyra berjalan mondar-mandir. Di saat sedang butuh masukan, Alfa yang diharapkan malah ke luar kota. Meninjau proyek di Manado.Sedari tadi, ia terus menggenggam ponselnya. Masih berpikir, bagaimana cara memberitahu mama dan papa? Bukan tak senang Mami Loui akan melamarnya, tapi ini ibarat serangan dadakan yang dilancarkan tanpa persiapan.Ia menggerakkan jemarinya. Menekan nomor rumahnya di Palembang. Tapi lagi-lagi urung. Lyra kembali mondar-mandir. Sesekali menggigit bibirnya bingung."Halo... Halo... Hey... Lyra..."Lyra celingukan saat namanya dipanggil. Tapi siapa? Dan saat matanya tertuju pada layar ponsel yang menyala, ia baru sadar itu suara dari sana.Oh My God. Ternyata panggilan tadi tersambung. Lyra mendekatkan ponsel ke telinga dengan ragu."Iya, Ma?""Kamu ini telpon tapi nggak ada suaranya. Ada apa?" omel mama di seberang. Lyra memutar bola matanya. Baru kesalahan dikit aja udah ngome
Lyra urung membuka pintu gerbang rumahnya ketika ada sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempatnya. Lyra memicing saat sorotan lampu mobil itu mengenai iris matanya. Tak lama lampunya padam, dan seseorang keluar dari sana.Sepertinya Lyra mengenali sosok itu. Sosok yang berjalan anggun. Ya, tidak salah lagi. Itu Helena, artis yang belum bisa move on dari mantannya. Mendadak Lyra merasa malas. Untuk apa malam-malam Helena menghampirinya?"Apa kamu Alyra?" tanya Helena bersidekap tangan dengan angkuhnya saat tepat berhadapan dengan Lyra."Iya, ada apa, ya?""Langsung saja. Aku cuma mau bilang sama kamu untuk jauhi Reksa."Lyra mengernyit. Memang siapa dia? Main nyuruh-nyuruh."Ada masalah?""Aku tau siapa kamu."Terus gue harus bilang WoW gitu?"Kamu itu nggak lebih dari cewek-cewek biasa yang suka godain bosnya."What the hell!"Lagi pula. Cewek macam kamu nggak ada
"Apa kamu sudah makan?" tanyanya mengelus pipi Lyra."Belum," jawab Lyra singkat."Oke, mau makan di luar atau delivery?" Reksa mengeluarkan ponsel, memastikan gopay-nya masih banyak atau tidak."Delivery aja.""Oke, kamu mau pesan apa?" tanyanya lagi sembari duduk di samping Lyra."Iga bakar dan salad buah."Reksa masih mengutak-atik ponsel. Sebenarnya Lyra ke sini mau apa, sih? Ia tidak sedang meminta makan pada Reksa kan? Dan kenapa juga Reksa bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?"Oke, sudah aku pesankan." Reksa meletakkan kembali ponsel ke atas meja. Lalu tatapannya beralih pada wanita di sebelahnya."Ada apa? Tidak biasanya." Dia bertanya lembut."Maksudnya?""Datang ke kantorku sendiri. Apa Bastian yang menyuruhmu?""Tidak. Aku yang ingin datang sendiri. Memangnya tidak boleh?""Boleh dong, Sayang. Kenapa tidak boleh?" Reksa berdiri kembali.
Kenapa kamu terkejut begitu, Sayang? Bukannya Reksa sudah memberitahumu?" tanya Loui.Lyra menggeleng pelan. Loui mengangkat alisnyaz dan memandang putra sulungnya yang masih tidak peduli dengan obrolan calon mertua dan calon menantu itu. Sampai sebuah pukulan keras mendarat tepat di paha lelaki itu, baru Reksa sadar maminya sedang menatapnya tajam."What's wrong, Mom?" Reksa mengelus pelan pahanya yang terasa perih."Kenapa kamu tidak memberitahu Lyra soal pernikahan kalian?" tanya Loui gemas."Itu ..., 'kan mami sendiri yang akan bilang sama Lyra," jawab Reksa asal nyengir."Maaf, Sayang. anak mami ini rada nakal. No problem 'kan, Sayang?" Mami Loui kembali menatap Lyra.Apanya yang no problem? Yang mau nikah sebenarnya siapa dengan siapa? Dan kenapa keputusan itu diambil tanpa bertanya dulu pada Lyra? Maksudnya, Lyra harus nerima gitu aja?"Mmm, Mam, Maaf, tapi sepertinya Lyra harus pikir-p
Jangan lupa, masukkan cerita ini ke library ya teman-teman. Dan aku tunggu review dan komenan terbaik kalian. Teng kyu._________________Suasana kantor terlihat sangat sibuk. Reksa nyaris lembur setiap hari terkait proyek besarnya. Begitu juga Lyra, terpaksa Bastian memintanya untuk ikut sibuk. Mengatur segala proyek besar lainnya yang tidak kalah penting. Bahkan kadang Lyra makan siang di Bandung, makan malamnya di Bali. Ia harus menemani Bastian tiap ada meeting keluar kota.Beberapa proyek apartemen dan perumahan elit luar kota dan luar pulau memang sudah diserahkan langsung pada Bastian. Jadi, mau tidak mau, Lyra harus siap membantu Bastian ke mana pun lelaki itu pergi.Bagaimana dengan rencana pernikahan Lyra dan Reksa? Jika harus mengurusnya sendiri, jelas itu tidak mungkin mengingat kesibukan mereka yang luar biasa.Semua acara mereka pasrahkan kepada or