Home / Romansa / My Goddamn Lover / Bab. 2. Kekasih Idaman

Share

Bab. 2. Kekasih Idaman

Author: AlphQueen
last update Huling Na-update: 2021-05-18 13:34:14

Diiringi senyum semeringah, Briyan yang sengaja datang untuk memberi kejutan pada Chika pun menghampiri kekasihnya itu. Lantas, kedua tangan yang Briyan sembunyikan di balik punggung, seketika ia tunjukkan bersamaan dengan sebuket bunga mawar merah merona, lengkap dengan beberapa batang cokelat di dalamnya.

Katanya, “Sore, Sayang. Aku telat jemput nggak? Atau ... malah kecepatan?”

Pertanyaannya itu pun sukses membuat Chika terharu biru. Dia benar-benar merasa di atas awan sekarang. Sampai-sampai, Chika tak dapat menyembunyikan rona bahagia di pipinya yang tirus. Bahkan, refleks, tubuhnya bergerak kegirangan. Membuat Maya yang berdiri di sampingnya menyikut Chika agar bersikap anggun.

“Jadi cewek itu kudu kalem. Jan ganjen kek begitu!” bisik Maya, menasihati Chika yang mendadak ganjen bin labai.

“Iya-iya!” balas Chika, sama berbisik. Kemudian, gadis yang memakai gaun merah selutut itu pun melangkah maju. “Aku masih ada satu kelas lagi, Yang. Kamu kenapa nggak ngabarin dulu coba? Kan, aku bisa kasih tau jam pulang.”

“Bukan kejutan kalau aku kasih tahu mau datang ke sini. Tapi, karena aku sudah terlanjur datang, nggak apa-apa deh aku tunggu. Cuman sejam, kan? Atau ... dua jam?” tanya Briyan, seraya menyodorkan buket yang dibawanya itu pada Chika.

“Nggak sampai dua jam, sih. Tapi, tetep aja lama. Kamu sebaiknya pulang, Yang. Nggak apa-apa, kok. Aku biasa pulang sendiri dari dulu,” balas Chika sembari meraih buket dan menghidunya sekejap. Ia sangat menyukai bunga mawar. Itu kenapa, hatinya teramat senang.

“Nggak apa-apa. Aku juga udah biasa nunggu, kok.” Briyan malah bergurau sebelum akhirnya menyuruh Chika untuk segera meninggalkannya di sana. “Belajar yang bener!” lanjutnya. Sebagai kekasih, Briyan merasa perlu untuk mengingatkan Chika juga. Meski sebenarnya, ia belum benar-benar menyematkan hatinya pada gadis berambut lurus itu.

“Siap komandan!” timpal Chika, yang setelah itu, kemudian menggandeng tangan Maya untuk segera pergi dari sana. Saking semangat, terus saja Chika tertawa-tawa pelan. Sesekali, dia pun menengok untuk memastikan kekasihnya di belakang. Briyan masih di tempatnya. Kekasihnya itu bahkan melambai tiap kali Chika menoleh.

“Astaga! Gadis itu,” gumam Briyan sambil tersenyum lebar. Karena untuk pertama kali menjalin asmara dengan gadis kuliahan, itu pun baru masuk setahun lalu, Briyan merasa dirinya justru terbawa menjadi kekanak-kanakan. Padahal, hubungan mereka baru terhitung hari.

Briyan menggeleng diiringi seringai tipis dari bibirnya. Lantas, setelah jejak Chika dan Maya tak lagi dilihatnya, ia berbalik untuk kembali ke dalam mobil. Di sana, ia hendak menunggu Chika. Namun, baru saja hendak melangkah, kehadiran Azka benar-benar mengejutkannya.

“Astaga, Ka!” umpat Briyan seraya mengelus dada. “Untung nggak jantungan gue!” lanjutnya, yang seketika menarik dan mengembuskan napas ke udara. Briyan juga menggeleng, begitu Azka justru terbahak menertawakannya. “Malah ketawa dia. Gue santet juga lu!”

“Ampun, Bos!” Azka pun berusaha menghentikan tawanya, sampai menunduk dengan kedua tangan bertumpu pada lutut. Lantas berdiri tegak dalam sekejap. “Gue perhatiin, lu beneran naksir juga ternyata sama si Chika. Ahaha. Dia emang cantik, sih. Incaran gue juga sebenarnya.”

“Dih! Gosah genit-genit. Awas aja lu, pecat!” ancam Briyan, di mana dirinya adalah bos Azka sejak dua tahun terakhir. Namun, karena Azka sudah dianggapnya sebagai teman juga saudara, Briyan tak pernah sungguh-sungguh dengan ucapan yang sering kali dilontarkannya itu.

Seketika, kedua mata Azka pun langsung menyipit sambil berucap, “Bos kan cuman melampiaskan perasaan yang dicompang-camping Adinda. Nggak apa-apa lah nanti aku yang pungut itu si Chika.”

“Ngaco!” seloroh Briyan setelahnya. “Jangan bahas itu di sini bloon! Ketahuan Chika, mampus gue.”

“Halah. Sejak kapan, bos gue ini takut ma cewek? Lu pacarin Chika pan cuman buat manas-manasin Adinda. Ngapain juga meski takut? Dari awal udah begitu niatnya.” Azka pun tertawa sembari memperhatikan sekitar. Karena sebenarnya, dia juga takut kalau Chika sampai tahu niat bosnya itu.

Sebagai sahabat, tak seharusnya Azka menyerahkan Chika pada lelaki yang jelas-jelas cuman ingin sekedar main-main. Tapi, karena takut dipecat, ia pun terpaksa mengabulkan keinginan bosnya itu saat minta dikenalkan dengan Chika.

“Halah!” ujar Briyan. Mendengar Azka bicara perihal busuk niatnya itu membuat ia malas berlama-lama di sana. “Dahlah. Gue mo ngaso dulu. Lu gosah ikut!”

“Lah, GR. Sapa pula mau ikut. Dah!” timpal Azka sembari meninggalkan Briyan lebih dulu. Bahkan, ia masih sempat tertawa-tawa saat menyusul teman-teman satu kelasnya yang lain.

“Astaga, ini anak. Kalau aja dah nggak gue anggap teman, habis lu gue pecat. Jadi sopir kok berani ngetawain majikan. Ya, gila!”

Sembari menggeleng-geleng nggak jelas, Briyan pun melanjutkan langkah yang tadi sempat terhenti. Dia buru-buru pergi ke tempat parkir untuk menunggu Chika di sana saja, daripada di dalam. Pikirnya, di luar ia bisa bebas menyulut rokok.

Setibanya di samping mobil, Briyan pun menyandarkan punggungnya itu di bagian pintu depan, samping kanan. Lantas, sebelah tangannya itu merogoh saku celana. Diambilnya sebungkus rokok. Kemudian ia menyulutnya dengan korek api.

Diisapnya dalam-dalam rokok tersebut sembari mengedarkan pandangan. Briyan melihat begitu banyak perubahan di sana, tempat di mana beberapa tahun silam, dirinya menempuh pendidikan di kampus itu. Mulai dari tempat parkir yang kian meluas. Juga ruangan yang dulunya belum sebanyak itu, sekarang sudah memenuhi lahan kampus itu sendiri.

Dirasa-rasa, waktu belajar Chika masih satu jam lebih lagi. Itu artinya, Briyan masih harus berpanas-ria demi menunggu Chika. Namun, karena gerah, Briyan pun masuk ke mobil untuk menikmati AC dalam mobilnya itu.

“Gue macarin Chika emang cuman buat memanas-manasi Adinda. Dan, gue belum sempat bikin Adinda panas. Jadi, sebaiknya lu sabar dulu, Bro. Belum saatnya lu bahas tentang berakhirnya hubungan gue sama Chika. Gue, bahkan belum melakukan apa-apa.”

Senyum sinis pun menyeringai dari bibir lelaki keturunan Jawa-Sunda itu. Briyan rasa, Azka terlalu terburu-buru. Merasa jauh lebih nyaman ketimbang di luar mobil, Briyan pun memejamkan matanya cepat. Lantas ia bersandar di sandaran kursi, dengan kedua tangan yang ia tarik ke belakang kepala, sebagai bantal. Briyan menghela napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan.

“Harusnya, kalau lu ada rasa sama si Chika, ya nggak usah dikenalin ke gue. Heran!” batinnya, merasa aneh karena sikap Azka yang seolah-olah tiba-tiba peduli terhadap Chika. Padahal, Azka sendiri yang menjebloskan Chika ke dalam kandang singa.

.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • My Goddamn Lover   Bab. 22. Kalah Telak

    Dengan langkah kesal Bryan keluar dari mobilnya. Buru-buru ia pun membuka pintu untuk Chika yang juga masih merasa kesal terhadap kekasihnya itu. Sebenarnya Bryan bingung, sedari tadi dirinya tak juga mendapatkan ide untuk beralasan pada Chika.Diedarkannya pandangan, Chika melihat ke sekeliling. Rumah yang dikunjunginya itu benar-benar terlihat luar biasa di matanya. Bagaimana tidak? Lebih dari dua puluh tahun dirinya hidup di kampung, di mana rumahnya hanya memiliki empat ruangan. Dua kamar, satu ruang keluarga, dan satu lagi kamar mandi beserta dapur.Chika berdecak kagum begitu melihat bentuk rumahnya saja. Lebih kagum lagi, saat pandangannya disuguhi keindahan taman. Ada begitu banyak jenis tanaman bunga di sana. Pijakannya pun berumput dengan tinggi dan warna serupa. Rata dan hijau.Sesenang itu perasaan Chika saat hanya melihat rumah bagian depannya saja. Bahkan, ia sampai terbengong saking terhipnotis oleh kemewahannya. Juga lupa akan tujuan datang ke sa

  • My Goddamn Lover   Bab. 21. Skenario Tuhan

    “Emang brengsek si Bryan!” umpat Mika, seraya merangkul Monika yang terguguk sambil menangkup wajahnya rapat-rapat. Sebenarnya Monika malu saat melabrak Bryan. Tapi, demi untuk membongkar kebusukannya di hadapan semua orang, gadis yang tak lagi perawan itu mampu menahan setiap tatap yang mengarah heran padanya. Bahkan, saat Bryan justru menghinanya, Monika tetap berdiri tegak di sana. Hanya saja, setelah Bryan pergi, kekuatan yang diciptakan Monika seolah runtuh perlahan. Tubuhnya itu tiba-tiba melemas dan hampir tumbang kalau saja Mika tak sigap menahannya. Lantas, Monika pun tersedu sedan di pundak temannya itu. “Dia benar-benar pecundang! Karena lelaki sejati, tak mungkin mempermalukan apalagi sampai melukai perasaan seorang wanita.” Mika kembali mengumpat. Bahkan ia sampai mengepal kuat, saking gemas dan ingin melayangkannya pada Bryan jika saja lelaki yang dibenci olehnya itu tak kabur. Ia kemudian menenangkan dirinya dulu, sebelum akhirnya berus

  • My Goddamn Lover   Bab. 20. Kisah di Masa Lalu

    Setelah melewati waktu hanya berdua saja, Bryan yang merasa perutnya lapar itu pun mengajak Chika untuk makan di luar. Lagi pula, diam di kontrakan membuatnya kepanasan. Panas yang tak lain karena lagi-lagi tergoda oleh setiap gerak-gerik Chika. Bahkan, hanya dengan melihat senyum Chika, Bryan merasa sangat ingin menciumnya. Sampai di sebuah restoran cina yang lumayan jauh dari lokasi kontrak Chika, Bryan pun langsung memesankan beberapa porsi makanan untuk mereka santap. Chika yang tak pernah menginjakkan kakinya di restoran seperti itu selain dengan Bryan pun hanya mengangguk saja, setuju dengan apa yang dipesankan Bryan. Sementara itu, tak jauh dari tempatnya Chika dan Bryan duduk, sekumpulan wanita sedang asyik mengobrol seraya menikmati hidangan makan siang mereka. Saat salah satu di antaranya bicara, yang lain mendengarkan sambil tertawa-tawa kecil dan riang. Silih berganti bercerita, perihal pasangannya masing-masing. “Kita semua udah cerita. Sekarang

  • My Goddamn Lover   Bab. 19. Jangan Menangis

    Hening seketika menguasai ruang berukuran tiga meter persegi, di mana hanya ada Bryan dan Chika di dalamnya, saat Bryan benar-benar sudah mencapai puncaknya kepuasan. Chika bergeming, masih dalam posisi sama. Dengan mulut penuh juga, sebelum akhirnya Bryan yang menuntunnya untuk menarik diri.Chika menelan ludah bercampur cairan asin yang memenuhi mulutnya dengan susah payah. Ia juga menyeka kedua sudut bibirnya itu sebelum kemudian Bryan membantunya menyapu cairan bening yang sedari tadi meluncur dari kedua sudut matanya.“Kamu nangis, Yang?” Bryan bersuara pelan sekali seraya menuntun Chika untuk kembali duduk sampingnya. “Maafin aku,” sambungnya, seraya menyapu sisa-sisa air mata di pipi Chika. “Kamu pasti nggak suka—“Belum sempat Bryan menyelesaikan kata-katanya, Chika menggeleng sembari meletakkan telunjuknya itu di bibir Bryan. “Bukan. Bukan karena itu.”“Lalu?” Bryan pun menatap Chi

  • My Goddamn Lover   Bab. 18. Hanya Satu Kesempatan

    “Chika nggak ngampus?”Di kantin, setelah Azka dan Maya menyelesaikan jam pelajarannya, mereka mulai membahas Chika. Pasalnya, Azka memang tak melihat gadis itu sejak pagi. Namun, tatapannya itu enggan mengarah pada Maya. Azka terus saja melihat ke sekitar.Maya yang tak menginginkan pembahasan perihal Chika pun berdecak seraya menyeruput minumannya. Dalam hati bahkan ia meracau, kalau Azka benar-benar keterlaluan. “Yang ada di hadapannya aku. Tapi, yang ditanyain si Chika. Yang di hadapannya juga aku. Tapi, yang dilihatnya justru orang lain. Astaga! Dia ini benar-benar menguji kesabaranku.”“Ditanya juga!” ucap Azka kembali. Karena Chika sudah menjadi kekasih bosnya, Azka memang menjadi jauh lebih segan untuk mengirim pesan, apalagi jika hanya sekadar menanyakan masuk kuliah atau tidaknya. Itu kenapa, ia terpaksa bertanya pada Maya. Meski, tidak adanya Chika di sana, memanglah sudah pasti jawabannya. Namun, Azka ingin mengeta

  • My Goddamn Lover   Bab. 17. Bersitatap

    “Aku nggak pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya. Apa mungkin kalau aku beneran jatuh cinta sama Chika?”Sepanjang menjelajahi setiap sudut bibir kekasihnya, Bryan terus saja menatap wajah Chika yang seolah pasrah. Dalam hatinya bergumam tentang sebuah rasa yang ia sendiri belum pernah merasakan gejolak juga debar selain hanya nafsu semata saat berciuman.Dieratkannya pelukan yang Bryan lakukan sedari tadi. Ia bahkan terpejam lagi, setelah sedari menatap wajah polos Chika. Gadis dalam dekapannya itu terenyak sampai membuka mata yang sedari tadi terpejam saking asyiknya terbawa suasana romantis mereka.Jika tadi Bryan yang menatap penuh rasa terhadap Chika, sekarang giliran Chika yang menatap lekat wajah kekasihnya itu dengan perasaan dipenuhi pertanyaan. “Apakah benar kalau dirinya ini mencintai aku? Tuluskah, atau hanya sekadar melampiaskan hasrat yang sebenarnya sama sekali tak tepat?” batinnya tanpa mengalihkan tatapan, juga tanp

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status