Kondisi saat itu sungguh canggung. keduanya terdiam. June masih dengan keadaan menutup matanya. Dave yang tanpa sadar memandang mata June yang tertutup, hidungnya kemudian bibirnya. Dave menginginkan bibir itu saat itu juga. namun keburu di dorong June untuk berdiri.
“Tu-tuan muda Dave. Maafkan saya terjatuh seperti itu. saya akan segera memanggil pak Toni” Ucap June yang segera berlari keluar kamar mandi
“ah sayang sekali” Gumam Dave saat itu
“Sial sejak kapan aku tidak bermartabat seperti ini? sialan!” kembali dia memaki dirinya sendiri.
Pak Toni penjaga Paviliun Dave segera berlari ke kamar Dave untuk membantunya berdiri, namun sesampainya disana Dave sudah bangun dan sementara berganti pakaian. Dave tahu, jika Pak Toni melihat kondisinya seperti tadi maka tidak akan lama baginya untuk melihat drama dari Ibunya yang khawatir berlebihan pada dirinya. Sementara ini hanya flu biasa yang tak perlu di besar-besarkan.
Sudah 3 hari berlalu dan Dave sepertinya sudah pulih. namun dia masih enggan untuk bangun dari tempat tidurnya. Dia masih ingin menikmati semua hal yang June lakukan padanya. Yah June memperlakukannya seperti dia merawat Mark mantan pacarnya itu yang sedang sakit. Penuh kasih sayang dan kelembutan. Walau ada kecanggungan namun Dave berusaha tidak mengungkit masalah mabuknya sampai ada waktu yang tepat. Dave menyukai semua hal yang June lakukan padanya, merasa di perhatikan dan nyaman. Entah sejak kapan Dave merasa seperti itu jika ada di dekat June. Apa karena dia sedang sakit atau karena memnag dia membutuhkan kehangatan sikap dari orang lain. Mengingat Ayah dan Ibunya selalu sibuk bekerja di luar kota sejak dia masih kecil.
Hingga akhirnya Dave berencana mengerjai June. Dave tau jam kerja kepala pelayannya pelayan lainnya bekerja, diapun memberikan bonus makan malam diluar untuk pelayannya selain June karena harus merawatnya. Bahkan hingga untuk meminum air saja dia harus meminta June yang memegang gelasnya dan dia minum dari sedotan. Sungguh sangat merepotkan bagi June, namun karena mengingat Dave yang menyelamatkannya di danau buatan itu, maka ini memang harga yang harus dia bayar.
“Apakah mereka semua sudah pergi?” tanya Dave
“Sudah tuan muda. mereka menyampaikan terima kasih karena bonus bulan ini bisa makan diluar bahkan bersama keluarga” jawab June yang mulai curiga dengan tingkah Dave.
“Baiklah” ucap Dave yang seketika itu juga terjatuh ke lantai bertingkah seperti orang pingsan yang hampir kehabisan nafas.
“Tuan muda! anda kenapa?! kumohon jangan menakutiku!” Teriak June saat itu juga.
June mulai panik karena hanya mereka berdua di paviliun itu. semua orang sudah di usir pergi Dave. Dia bingung harus berbuat apa. bahkan untuk memapah tubuh Dave seperti malam mabuknya itu sungguh berat. Namun dia tetap mengangkat sambil menarik tubuh Dave hingga hampir ketempat tidur namun Dave sengaja menjatuhkan dirinya kembali ke lantai.
June adalah gadis baik dan tegar namun hatinya mudah tersayat jika ada hal yang di luar batas kemampuannya terjadi, dia akan menangis. Ditengah kepanikkannya, dia berpikir memberi nafas buatan karena sepertinya Dave hampir tak bernafas. Dan benar saja, June mulai memompa dada Dave dan memberi nafas buatan dengan mata yang mulai memerah dan air mata yang akan tumpah.
Dave masih menutup matanya, menikmati ketika bibir June bersentuhan dengan bibirnya hingga pada saat June akan memberi nafas buatan yang ketiga, Dave merangkulnya dengan erat, membuka matanya dan melihat air mata June yang tumpah karena kepanikkanya. June sontak kaget namun tak bisa melepaskan diri dari rangkulan Dave.
June mendorong sekuat tenaga namun di halau Dave. Dave memakan bibir June hingga hampir berdarah. June mulai emosi dibuatnya. Dari rasa panik karena Dave tiba tiba pingsan kemudian muncul rasa benci karena perlakuan Dave yang tidak sopan pada dirinya. Namun June juga larut dalam ciuman Dave. Hingga Dave berhenti sendiri. Otak Dave tidak bisa mencerna apa yang sudah dia lakukan, namun jantungnya sepertinya akan membombardir dirinya saking begitu cepat itu berdetak. Dave melepas perlahan rangkulannya pada June yang sepertinya mulai gemetar, membantunya berdiri dan duduk di kursi kamarnya.
“June, aku tak akan mejelaskan apapun dan tak akan membahas apapun” Ucap Dave.
“Itu terjadi begitu saja” sambungnya kembali
June hanya terdiam. Dari tadi dia sudah akan melayangkan jurus bela dirinya yang dia pelajari sejak kecil. Namun mengingat kondisinya sekarang dan Bi Ani yang harus dia bantu, dia berusaha menenangkan dirinya sendiri.
“Sepertinya tuan muda sudah pulih. Saya sudah tidak akan merawat anda lagi.” jawab June
“Saya permisi dulu” sambungnya
Dave terpaku mendengar jawaban June. Dia tak mengharapkan itu. dave tak ingin ada jarak antara mereka. Ingin seperti biasa walau hanya sebatas pelayan dan majikan. Dia tak ingin di benci June, namun dia pun tak bisa berbuat banyak karena memang dia bersalah saat itu. Dia hanya memandang June yang pergi meninggalkan kamarnya sendiri.
Malam itu sebelum para pelayan pulang, June menangis sejadi-jadinya. Dia tiba-tiba merindukan ayahnya, namun dia masih tidak ingin berkomunikasi dengannya saat ini. Setelah tangisnya reda, diapun menelepon adiknya untuk sekedar melepas rindu.
“Hallo kakakku yang cantiik, baik hati dan tidak sombong. Akhirnya kau meneleponku juga.” Ucap Larry adik satu-satunya dan juga kesayangannya
“Haha, kau pikir aku sudah melupakanmu? tenang saja. bahkan semua hutangmu aku masih mengingatnya dengan jelas!” balas June
“Ah kau ini kakakku seperti rentenir saja. bagaimana kabarmu disana?Apakah semuanya berjalan lancar? Bi Ani bagaimana kabarnya?”Tanya Larry
“Kau tenang saja. Bi Ani baik dan kakakmu ini juga baik. hanya ingin mendengar suaramu saja. apa kau puas? hahahaaa” Ucap June yang tak sadar kalau Dave menyusulnya kebawah dan melihat serta mendengar semua kejadian itu. Untung saja June memakai Headset.
“hahaha.. makanya cepat pulang. Ayah juga merindukanmu. tentu saja aku juga dan semua pelayan setiamu disini. jangan lama-lama bermain disana” Ucap Larry yang mulai merayu kakaknya.
“Kau tau kan Larry apa tujuanku kemari. jadi untuk sekarang ini aku mau menenangkan diri dulu dan tak ingin memikirkan hal lain. Ya sudah, nanti ku telepon lagi” balas June yang segera menutup teleponnya tanpa mendegar balasan adiknya itu. June tau dia akan di bujuk rayu hingga akan luluh dengan perkataan adiknya.
Dave yang sepintas mendegar semua itu mulai berpikir apa tujuan yang di katakan June itu?! Dia tak lama disitu hanya memastikan June baik saja dan segera naik ke kamarnya kembali. Berusaha tidur namun masih jelas di ingatannya bagaimana rasanya bibir June yang begitu manis untuknya.
Dave dan June memasuki Toko Sepatu sahabat Dave dengan anggun. June menjadi sosok yang disoroti oleh pengunjung toko sepatu itu, bahkan pemilik toko tersebut juga di buat terpesona dengan penampilan sederhana June yang hanya memakai make up tipis namun terlihat memukau.“Selamat datang Dave” Ujar Clara, salah satu sahabat Dave yang juga pemilik toko sepatu ternama itu. Sambil Clara basa basi mencium pipi kiri dan kanan Dave, Clara pun berbisik “siapa gadis yang menyilaukan mata ini Dave?” dengan senyum tipis menggoda, mata Clara tak melepaskan pandangannya pada June.Dave menyadari sensor mata Clara yang sensitif seperti biasanya. Clara adalah salah satu saksi gagalnya cinta pertamanya, jadi dia menjadi salah satu sahabat yang tahu betul bagaimana cintanya berawal dan kandas. Dave membelai lembut lengan June yang membuat June sontak kaget namun masih tetap memposisikan diri sebagai kekasih palsunya Dave,“June perkenalkan, ini salah satu sahabatku Clara.” hanya dengan kalimat sederha
June yang mendengar semua perkataan Dave berusaha mencerna dengan benar agar tak salah tanggap. “Berpasangan? Identitas palsu? Berpura-pura? Tampil di depan wartawan di kota ini? Apa sebenarnya yang di pikiran bajingan ini?” Pikir June dalam otaknya yang membuat perutnya seperti berputar –putar. Dia tak menyangka Dave sampai sedikit mengancamnya dengan berkata bahwa Operasi Pak Deddy seharusnya dilakukan lebih cepat. Tepatnya di jam 9 pagi ini jika June bersedia melakukan yang dia katakan dan menandatangani kontrak yang sudah Dave buat. “Stop. biarkan aku mencerna perkataanmu sebelumnya” June menyela Dave yang masih bicara tanpa sadar dia tidak memangginya dengan sebutan tuan lagi. Dave terdiam dan terenyuh mendengar June tidak memanggilnya tuan. Dia sepertinya suka dengan kalimat barusan walaupun sebenarnya June telah melanggar janjinya untuk tidak menyela percakapan. Dave tak keberatan sama sekali. June terlihat memang sedang berpikir keras tentang kontrak yang sudah ada di tang
Dave yang mendengar semua cerita June sambil memutar otak cerdasnya itu, dia sebenarnya sudah memiliki alasan kuat untuk bisa mengajak June menjadi pendampingnya nanti di Acara Om Robby. Tapi dia juga harus meminta pendapat mamanya. Dia tidak boleh sembarang memutuskan, kmengingat ini acara pertamanya tampil di depan wartawan.“June, bisakah aku menjawab permintaanmu sampai besok pagi?” jawab Dave atas segala keluh kesah June saat itu.“Baiklah tuan muda Dave. Saya permisi dulu” Ucap June sambil berjalan menuju pintu keluar.“saya berharap tuan Dave memiliki hati mulia untuk membantu saya kali ini.” sambung June sebelum menutup pintu ruang belajar Dave saat itu. June sangat berharap pada kebaikan tuan mudanya ini. Walaupun sebenarnya dia bisa meminta Larry untuk mengirimkan uang padanya, tapi itu artinya harus kembali dulu ke kediamannya dan June masih belum siap untuk pulang.....Kriiing Kriiing.. tele
Hari berganti tanpa terasa sudah 3 bulan, June dan Dave tak se-senggang seperti dulu sejak kejadian itu. Hanya bertemu seperlunya dan melakukan aktifitas seperti biasa seperlunya. Tak ada lagi kejahilan Dave pada June, walau keduanya masih menyimpan memori yang sama di setiap malam yang lewat.Hingga suatu hari,Ibu Dave kembali dari Jepang langsung saja ke paviliun Dave bukan ke rumah utama. Dia merindukan anak laki-laki kesayangannya itu. Ibu Dave memang asli warga Jepang bernama Aiko Masami, makanya Dave punya perawakan mata sedikit sipit.“Daveee, mama pulang” tiba tiba ibunya berteriak di paviliun Dave yang kemudian di potong oleh June“Maaf nyonya, Tuan Muda Dave belum pulang” jawab June.Sontak Ibu Dave kaget melihat June. June yang punya postur tubuh semampai, rambut hitam lebat dan panjang yang di ikat ke atas dengan kulit putih dan lesung pipi yang memikat bahkan untuk Ibu Dave sendiri. sempat terbesit jika berpasangan den
Kondisi saat itu sungguh canggung. keduanya terdiam. June masih dengan keadaan menutup matanya. Dave yang tanpa sadar memandang mata June yang tertutup, hidungnya kemudian bibirnya. Dave menginginkan bibir itu saat itu juga. namun keburu di dorong June untuk berdiri. “Tu-tuan muda Dave. Maafkan saya terjatuh seperti itu. saya akan segera memanggil pak Toni” Ucap June yang segera berlari keluar kamar mandi “ah sayang sekali” Gumam Dave saat itu “Sial sejak kapan aku tidak bermartabat seperti ini? sialan!” kembali dia memaki dirinya sendiri. Pak Toni penjaga Paviliun Dave segera berlari ke kamar Dave untuk membantunya berdiri, namun sesampainya disana Dave sudah bangun dan sementara berganti pakaian. Dave tahu, jika Pak Toni melihat kondisinya seperti tadi maka tidak akan lama baginya untuk melihat drama dari Ibunya yang khawatir berlebihan pada dirinya. Sementara ini hanya flu biasa yang tak perlu di besar-besarkan. Sudah 3 hari berlalu dan Dav
Dalam perjalanan kembali ke Paviliun, Dave memikirkan cara untuk memulai cerita tentang semalam. Bagaimana agar kesalahpahaman di antara majikan dan pelayannya bisa selesai tanpa ada masalah. “June, apa semalam aku bertemu denganmu di depan pintu masuk rumah?” June yang mendegar pertanyaan itu sontak kaget dan bibirnya tersekat. ingin lari tapi tak bisa. dia seperti dijebak untuk segera menjawab pertanyaan Dave. karena saat itu juga Dave berhenti di tengah jalan, tak melangkah lagi padahal pintu belakang rumah sudah terlihat. Dave menuntut jawaban June saat itu juga. “Apa maksud pertanyaan tuan? ten-tentu saja kita bertemu semalam sebelum tuan berangkat ke perjamuan makan malam” June menjawab dengan hati-hati dan gagap membuat Dave yakin kalau itu memang June. Dave punya feeling yang kuat dalam banyak hal, tak mudah menyembunyikan hal seperti itu padanya. “Kau tak perlu takut June. aku hanya ingin memastikan kalau itu memang kau. Aku ingin minta