“selamat siang, bisakah saya bertemu manager disini?” tanya June yang memasuki pintu sebuah kafe yang tertulis menerima karyawan.
Belum sempat pelayan kafe itu menjawab dia sudah menyela “saya mau melamar lowongan yang ada didepan”
“ah baiklah, silahkan ikuti saya”
Percakapan June dengan Manager kafe itu berjalan lancar dan diapun diterima bekerja disitu.
June gadis yang pintar bersosialisasi, dia mudah akrab dengan orang lain dan menguasai beberapa bahasa asing. Maka tak sulit untuk di terima bekerja disitu. Hanya saja June payah dalam pekerjaan sebagai pelayan kafe. June hanya bertahan 3 hari dari tempat pertama dia bekerja, kemudian pindah dan bertahan paling lama 5 hari.
“Bi Ani, June tak paham mengapa tak bisa menyesuiakan dengan pekerjaan ini. padahal ini pekerjaan mudah tapi ternyata sedikit sulit dilakukan” curhat June sepulang hari terakhirnya bekerja di kafe ke – 3 yang dilamarnya.
Bi Ani terkekeh dan hanya bisa menjawab “Non June tidak terbiasa melayani orang, biasanya di layani. makanya tidak bisa menyesuaikan..”
“lalu June harus bagaimana? rasanya sudah mau putus asa karena sudah di pecat 3x”
“kalau Non Mau, di tempat Bi Ani bekerja sedang mencari seorang pelayan juga sih. Non bisa coba, yang penting Non mau berusaha menyesuaikan diri.” ucap santai Bi Ani yang merasa sedang bicara pada Putrinya sendiri. yah meskipun mereka sudah tidak tinggal bersama seperti dulu, namun ikatan batin June dan Bi Ani sangat lekat. mereka tetap menjaga kontak dan Bi Ani sering datang ke rumah June jika sesekali June kangen masakannya.
“Baiklah, June bisa coba”
Besoknya pagi-pagi, mereka pergi menuju rumah tempat Bi Ani bekerja sekarang. Majikan Bi Ani di kota itu adalah keluarga Wijaya. Bi Ani bertugas di rumah kediaman Tuan Muda Dave.
Rumah keluarga Wijaya ada di 1 kompleks halaman luas dan ada beberapa paviliun di dalamnya, salah satunya kediaman Dave Akira Wijaya. di depan Paviliun, Dave membuat sebuah danau buatan karena kesukaannya pada nuansa alam dan lebih leluasa melihat bintang di malam hari. Melihat pemandangan rumah utama yang mereka masuki untuk memperkenalkan June, sempat terbesit ingatan pada rumahnya sendiri yang sama luasnya.
“ayo Non June, Bi Ani perkenalkan sama kepala pelayan di rumah Tuan Muda ya. nanti bilang saja kalau Non itu keponakan Bi Ani yang datang dari kampung ya. Jangan pernah bilang identitas Non yang sebenarnya disini” pesan lewat bisikan Bi Ani sebelum Kepala Pelayan, Bu Sumarni datang.
“Selamat Pagi Ani, apakah ini keponakanmu yang kau bilang semalam? dia sudah tau tugasnya?”
“Iya Bu, saya sudah jelaskan panjang lebar semalam” balas Bi Ani sambil mempersilahkan June maju memperlihatkan jelas wajahnya pada Bu Sumarni. dari penampakannya, Bu Sumarni puas dengan penampilan June yang sopan.
“namamu June kan? sudah umur berapa June? tanya Bu Sumarni sambari memperhatikan bagaimana June akan menjawabnya
“iya nama saya June. tahun ini berumur 24 tahun Bu Sumarni” jawab June dengan senyum manis yang menampakkan lesung pipi manisnya.
Bu Sumarni puas dengan nada June menjawabnya. tegas tanpa terbata bata. ini tepat seperti yang di inginkan Tuan Muda. seorang pelayan yang tidak gugup bahkan jika akan di intimidasi nantinya.
“baiklah June, kau bisa mulai bekerja hari ini. kau akan bekerja khusus membersihkan area kerja dan belajar tuan muda. jadi kerjamu ringan saja ya. nanti kita lihat perkembangan kedepannya.” jelas Bu Sumarni sambil berjalan menuju ruang kerja dan belajar tuan muda Dave, membuka pintunya dan bisa terlihat jelas nuansa ruang kerja yang cool. Cat dinding warna biru gelap, karpet abu-abu, dan aroma musk yang menyegarkan.
“disini tempatmu bekerja mulai sekarang June, pakailah vacuum cleaner di bagian perlengkapan untuk membersihakn karpet dan tempat duduk. lebih jelasnya akan saya berikan listnya yang di beri langsung oleh tuan muda Dave” sambung Bi Ani yang di balas dengan senyum manis June
“Baiklah Bu Sumarni”
Siang itu June berkutat dengan list yang di beri Bu Sumarni. begitu banyak detail pekerjaan ada disana yang harus dilakukan, dengan menggunakan bahan apa dan lain sebagainya. Diapun mulai belajar menggunakan vacuum yang di bantu Bi Ani. Bi Ani khusus menangani bagian kamar dan lemari tuan muda, jadi sedikit renggang jika pekerjaannya sudah selesai. Keasikan mempraktekkan hal yang baru di pelajarinya tersebut, membuat June lupa jika sudah jam 3 sore dan tidak seharusnya dia masih berada diruang belajar itu karena majikannya akan pulang melanjutkan pekerjaannya di rumah.
June memainkan vacuum sambil bernyanyi kecil dan masih membersihkan sofa yang entah sudah 3x dia vacuum untuk memastikan kebersihannya, sesuai dengan catatan pada list yang dia terima. Dia tak sadar ada orang yang masuk ke ruangan itu dan berdiri tepat di belakangnya. June mundur perlahan dan tak sengaja menabrak kabel vacuum dan oleh lalu tersandar di tubuh orang itu.
“apa yang kau lakukan disini?pada jam ini?” orang itupun bersuara terdengar berat dengan nafas hangat yang berhembus di atas kepala June.
June spontan memutar kepalanya mendongak ke atas karena tinggi mereka yang berbeda jauh dan tertegun melihat pahatan ciptaan Yang Maha Kuasa begitu tegas di setiap garis wajahnya. Yah June mudah terpesona dan hanya sebatas itu. Dia luluh dengan begitu cepat hingga sikap gugupnya itu membuat dia melepaskan alat vacuum yang dia pegang erat tadi, jatuh tepat di kaki Dave. Dave spontan melepas rangkulannya membuat June terduduk di lantai karpet itu dan berbisik mengumpat karena debu berhamburan di karpetnya.
“sebenarnya kamu bisa bekerja dengan benar atau tidak? kau lihat yang sudah kau lakukan! cepat bersihkan semua ini!” bentak Dave sambil mengibaskan debu di sepatunya tanpa membantu June yang duduk di atas karpet penuh debu.
“maafkan saya tuan, saya akan segera membersihkannya” June menjawab singkat sambil berdiri merapihkan pakaiannya yang berdebu sambil membersihkan debu di atas karpet itu.
“apa kau pekerja baru untuk merawat kebersihan ruangan kerja ini?”
“iya tuan, saya baru bekerja tadi pagi disini. Mohon bimbingan dan arahannya” June masih menjawab dengan tenang walau habis di bentak Dave.
“baiklah karena ini hari pertamamu bekerja, aku akan memaafkannya. namun lain kali tidak ada kata maaf. kau harus bisa menguasai pekerjaan dengan cepat dan tepat. jangan sampai lalai!” sambung Dave dengan nada emosi yang dibuat-buat.
“baik tuan, terima kasih atas kesempatannya. saya akan mengingat apa yang sudah tuan katakan” balas June perlahan.
Dave dan June memasuki Toko Sepatu sahabat Dave dengan anggun. June menjadi sosok yang disoroti oleh pengunjung toko sepatu itu, bahkan pemilik toko tersebut juga di buat terpesona dengan penampilan sederhana June yang hanya memakai make up tipis namun terlihat memukau.“Selamat datang Dave” Ujar Clara, salah satu sahabat Dave yang juga pemilik toko sepatu ternama itu. Sambil Clara basa basi mencium pipi kiri dan kanan Dave, Clara pun berbisik “siapa gadis yang menyilaukan mata ini Dave?” dengan senyum tipis menggoda, mata Clara tak melepaskan pandangannya pada June.Dave menyadari sensor mata Clara yang sensitif seperti biasanya. Clara adalah salah satu saksi gagalnya cinta pertamanya, jadi dia menjadi salah satu sahabat yang tahu betul bagaimana cintanya berawal dan kandas. Dave membelai lembut lengan June yang membuat June sontak kaget namun masih tetap memposisikan diri sebagai kekasih palsunya Dave,“June perkenalkan, ini salah satu sahabatku Clara.” hanya dengan kalimat sederha
June yang mendengar semua perkataan Dave berusaha mencerna dengan benar agar tak salah tanggap. “Berpasangan? Identitas palsu? Berpura-pura? Tampil di depan wartawan di kota ini? Apa sebenarnya yang di pikiran bajingan ini?” Pikir June dalam otaknya yang membuat perutnya seperti berputar –putar. Dia tak menyangka Dave sampai sedikit mengancamnya dengan berkata bahwa Operasi Pak Deddy seharusnya dilakukan lebih cepat. Tepatnya di jam 9 pagi ini jika June bersedia melakukan yang dia katakan dan menandatangani kontrak yang sudah Dave buat. “Stop. biarkan aku mencerna perkataanmu sebelumnya” June menyela Dave yang masih bicara tanpa sadar dia tidak memangginya dengan sebutan tuan lagi. Dave terdiam dan terenyuh mendengar June tidak memanggilnya tuan. Dia sepertinya suka dengan kalimat barusan walaupun sebenarnya June telah melanggar janjinya untuk tidak menyela percakapan. Dave tak keberatan sama sekali. June terlihat memang sedang berpikir keras tentang kontrak yang sudah ada di tang
Dave yang mendengar semua cerita June sambil memutar otak cerdasnya itu, dia sebenarnya sudah memiliki alasan kuat untuk bisa mengajak June menjadi pendampingnya nanti di Acara Om Robby. Tapi dia juga harus meminta pendapat mamanya. Dia tidak boleh sembarang memutuskan, kmengingat ini acara pertamanya tampil di depan wartawan.“June, bisakah aku menjawab permintaanmu sampai besok pagi?” jawab Dave atas segala keluh kesah June saat itu.“Baiklah tuan muda Dave. Saya permisi dulu” Ucap June sambil berjalan menuju pintu keluar.“saya berharap tuan Dave memiliki hati mulia untuk membantu saya kali ini.” sambung June sebelum menutup pintu ruang belajar Dave saat itu. June sangat berharap pada kebaikan tuan mudanya ini. Walaupun sebenarnya dia bisa meminta Larry untuk mengirimkan uang padanya, tapi itu artinya harus kembali dulu ke kediamannya dan June masih belum siap untuk pulang.....Kriiing Kriiing.. tele
Hari berganti tanpa terasa sudah 3 bulan, June dan Dave tak se-senggang seperti dulu sejak kejadian itu. Hanya bertemu seperlunya dan melakukan aktifitas seperti biasa seperlunya. Tak ada lagi kejahilan Dave pada June, walau keduanya masih menyimpan memori yang sama di setiap malam yang lewat.Hingga suatu hari,Ibu Dave kembali dari Jepang langsung saja ke paviliun Dave bukan ke rumah utama. Dia merindukan anak laki-laki kesayangannya itu. Ibu Dave memang asli warga Jepang bernama Aiko Masami, makanya Dave punya perawakan mata sedikit sipit.“Daveee, mama pulang” tiba tiba ibunya berteriak di paviliun Dave yang kemudian di potong oleh June“Maaf nyonya, Tuan Muda Dave belum pulang” jawab June.Sontak Ibu Dave kaget melihat June. June yang punya postur tubuh semampai, rambut hitam lebat dan panjang yang di ikat ke atas dengan kulit putih dan lesung pipi yang memikat bahkan untuk Ibu Dave sendiri. sempat terbesit jika berpasangan den
Kondisi saat itu sungguh canggung. keduanya terdiam. June masih dengan keadaan menutup matanya. Dave yang tanpa sadar memandang mata June yang tertutup, hidungnya kemudian bibirnya. Dave menginginkan bibir itu saat itu juga. namun keburu di dorong June untuk berdiri. “Tu-tuan muda Dave. Maafkan saya terjatuh seperti itu. saya akan segera memanggil pak Toni” Ucap June yang segera berlari keluar kamar mandi “ah sayang sekali” Gumam Dave saat itu “Sial sejak kapan aku tidak bermartabat seperti ini? sialan!” kembali dia memaki dirinya sendiri. Pak Toni penjaga Paviliun Dave segera berlari ke kamar Dave untuk membantunya berdiri, namun sesampainya disana Dave sudah bangun dan sementara berganti pakaian. Dave tahu, jika Pak Toni melihat kondisinya seperti tadi maka tidak akan lama baginya untuk melihat drama dari Ibunya yang khawatir berlebihan pada dirinya. Sementara ini hanya flu biasa yang tak perlu di besar-besarkan. Sudah 3 hari berlalu dan Dav
Dalam perjalanan kembali ke Paviliun, Dave memikirkan cara untuk memulai cerita tentang semalam. Bagaimana agar kesalahpahaman di antara majikan dan pelayannya bisa selesai tanpa ada masalah. “June, apa semalam aku bertemu denganmu di depan pintu masuk rumah?” June yang mendegar pertanyaan itu sontak kaget dan bibirnya tersekat. ingin lari tapi tak bisa. dia seperti dijebak untuk segera menjawab pertanyaan Dave. karena saat itu juga Dave berhenti di tengah jalan, tak melangkah lagi padahal pintu belakang rumah sudah terlihat. Dave menuntut jawaban June saat itu juga. “Apa maksud pertanyaan tuan? ten-tentu saja kita bertemu semalam sebelum tuan berangkat ke perjamuan makan malam” June menjawab dengan hati-hati dan gagap membuat Dave yakin kalau itu memang June. Dave punya feeling yang kuat dalam banyak hal, tak mudah menyembunyikan hal seperti itu padanya. “Kau tak perlu takut June. aku hanya ingin memastikan kalau itu memang kau. Aku ingin minta