Share

3 Dapatkan Proyeknya!

"Kenapa kamu yang datang?" tanya Adam yang merasa bingung dengan kedatangan Yara, mantan pacarnya, yang mengaku perwakilan dari PT Creative Persada. "Kan kemaren Bu Oni katanya yang bakal ngerjain desain interior rumahku.

Yara ingin mengumpat sejadi-jadinya. Memangnya dia yang menawarkan diri mengerjakan proyek ini?

"Boleh saya duduk dulu, Pak Adam? Biar saya coba bantu jelasin semuanya ke Bapak." Yara sengaja menggunakan bahasa formal agar Adam tahu kalau keberadaannya di restoran siang itu benar-benar murni bisnis, tidak ada niat terselubung.

"Oh, iya, iya." Adam hanya bisa mengangguk dan kembali duduk setelah Yara duduk di hadapannya.

"Silakan pesan makanan dulu, Bu Yara," tawar Adam, mencoba memberikan profesionalitas yang sama.

Yara mengangguk, mengambil buku menu lantas memesan Berry Island Fantasy.

"Nggak pesen makan?" Adam memperhatikan Yara yang tampak jauh lebih dewasa dari saat-saat SMA.

"Terima kasih, Pak. Kebetulan saya jadi tidak nafsu makan," ucapnya sambil melemparkan selarik senyum tipis di bibirnya, sangat tipis hingga mungkin tidak ada yang menyadarinya, kecuali Adam yang sangat paham kalau senyuman itu adalah senyuman jengah yang biasa ditunjukkan Yara ketika ia merasa canggung terjebak dalam sebuah keadaan.

"Bisa dijelaskan ke mana Bu Oni yang sebelumnya mengatur janji temu dengan saya?"

"Bu Oni pagi tadi dilarikan ke rumah sakit, Pak. Kemungkinan akan melahirkan prematur. Karena itu saya ditunjuk perusahaan menggantikan Bu Oni."

"Kenapa kamu? Apa kamu yang minta ke perusahaanmu, karena kamu tau kalau saya yang akan jadi klien kamu?"

"What? Heh, kamu jangan sembarangan ngomong ya. Emangnya siapa kamu, sok cakep banget sampe aku mesti minta-minta ngerjain proyek ini karena kamu?" Yara mendadak emosi setelah mendengar ucapan Adam dan membuatnya mengabaikan profesionalitas yang tadi digadang-gadangnya. Nada bicaranya pun anjlok dari level kesopanan tertinggi ke level kesopanan terendah.

Adam menarik salah satu sudut bibirnya ke atas, tampak seperti meremehkan wanita di depannya itu. "Trus kenapa bisa kamu yang dipilih gantiin Bu Oni? Terlalu kebetulan kan? Wajar dong kalo aku curiga."

Yara memutar kedua bola matanya. "Iya, pantas emang. Dari dulu kan memang kamu curigaan, nggak pernah percaya sama orang," sindirnya. Yara ingat bagaimana Adam menuduhnya mendua, dan menutup telinga saat Yara menjelaskan semuanya.

"Aku bisa aja ya batalin proyek ini."

"Kamu pikir aku bakal menangis memohon-mohon gitu biar tetep dapet proyek ini? Go ahead. Kasih tau sana ke Pak Ranu kalo kamu mau batalin. Dan nanti malem aku bakal berpesta."

"Yara! Kenapa sih kamu masih kekanak-kanakan gini?"

Yara mengedikkan bahu, menjawab pertanyaan Adam dengan asal. "Mungkin karena aku anak bungsu yang selalu dimanja semua orang." Dan karena lagaknya itu, ia sampai menumpahkan sedikit Berry Island Fantasy yang sedang disesapnya.

Adam tergelak melihat tingkah Yara. "Yara ... Yara ...." Ia mengangsurkan tisu kepada Yara masih sambil tertawa dan menggeleng-geleng. "So, kasih aku alasan yang logis, kenapa kamu yang ditunjuk perusahaan? Kalo kamu nggak mau aku berpikiran kamu pengen ketemu aku."

'Bangke! Tingkat dewa banget kepedeannya!' umpat Yara dalam hati.

"Kan kamu yang milih hasil desainku, setelah desainnya Mbak Oni. Ya begini jadinya. Kalo Mbak Oni nggak bisa nggarap karena satu dan lain hal, aku yang jadinya bakal gantiin."

Adam tampak berpikir. Memang saat ia mengunjungi kantor perusahaan itu untuk pertama kali, ia diberikan beberapa portofolio desainer interior yang dimiliki perusahaan. Ia diminta memilih dua karya yang paling sesuai dengan seleranya. 

Yang Adam baru tahu, portofolio kedua yang dipilihnya adalah milih Yara. Ia sebenarnya sempat bingung saat itu untuk menentukan mana yang akan dipilihnya. Portofolio milik Yara bahkan hampir sempat dipilihnya menjadi yang pertama, tapi ia urungkan karena ada sesuatu yang mengganggunya. Yara hampir pasti memberikan sentuhan bebatuan alam di setiap pekerjaannya, dan itu yang membuat Adam tidak yakin, karena ia sendiri lebih memilih desain modern minimalis.

"Kamu yakin bisa ngerjain rumahku? Kamu nggak nyimpan dendam ke aku kan? Nggak lucu kalo nanti desain rumahku hancur karena jasa desainer interior yang kupake adalah mantanku sendiri yang masih nyimpen dendam."

"Dendam?" Yara terbahak begitu mendengarnya.

"Yara, aku serius. Calon istriku nggak bisa ikut-ikutan dalam urusan desain interior ini karena dia nggak ngerti, dia nyerahin sepenuhnya ke aku. Dan aku nggak mau ngecewain dia."

Hati Yara terasa seperti diremas. Bukan, bukan karena ia masih mencintai Adam. Ia hanya tidak terima melihat Adam bisa hidup bahagia. Dan apa tadi katanya? Calon istri? Lelaki itu telah memiliki calon istri, membangun sebuah rumah yang nantinya akan mereka tempati bersama. Sementara Yara tenggelam dalam kegagalan hubungannya berkali-kali akibat kutukan yang diucapkan Adam dulu kala.

Tapi tunggu! Bukannya dulu Adam menyumpahinya baru bisa menikah setelah melihat Adam di atas pelaminan? Artinya ini saat yang tepat untuk mendorong lelaki itu segera menikah, dan gilirannya pun akan tiba.

Yara kini melemparkan senyumnya. "Dendam apa sih, Dam? Ya ampun hubungan kita udah selesai bertahun-tahun lalu."

"Ra, aku kenal kamu bertahun-tahun, aku tau arti setiap senyummu. Kayaknya aku nggak bisa nyerahin desain interior rumahku ke kamu deh. Makasih buat waktunya, Ra. Nanti aku yang hubungi Pak Ranu buat ngasih tau hasil pertemuan kita." Adam lantas pergi begitu saja dari hadapan Yara.

Yara masih terdiam beberapa detik sampai ia sadar kalau Adam benar-benar telah pergi dari hadapannya dan sekarang sedang terlihat membayar pesanan mereka di kasir.

"Wait! What? Dia nolak gue?"

***

Yara melangkahkan kaki dengan gontai saat memasuki kantornya. Bisa dia bayangkan bagaimana reaksi bos sekaligus omnya saat nanti ia tahu kalau Yara telah menggagalkan salah satu proyeknya.

"Ra, disuruh bos langsung ke ruangannya," ucap Nana yang langsung dibalas anggukan oleh Yara.

Ia menghela napas berkali-kali sebelum mengetuk ruang kerja omnya.

"Ngapain kamu bengong di depan pintu?" tanya Ranu yang ternyata sejak tadi tidak ada di dalam ruangannya.

"Mau menghadap Pak Ranu," jawabnya sambil tersenyum (sok) manis.

"Masuk."

Ranu duduk di kursi ruang kerjanya, bukan di sofa, dan artinya ia sedang dalam mode serius. Yara yang melihatnya menghela napas berat lagi.

"Jadi, gimana ceritanya bisa gagal? Ini pertama kali lo Ra buat kamu. Dan ini proyek kecil, tapi kamu gagal dapetinnya."

"Ya justru karena proyek kecil, ikhlasin aja ya, Om. Next time Yara janji bakal dapetin proyek yang lebih gede."

"Nilai proyek ini memang kecil, Ra. Tapi kamu tau implikasinya apa? Klien kita itu Manager Pengembangan di salah satu jaringan hotel internasional, Yara. Nggak menutup kemungkinan kalo dia bakal pake jasa kita untuk hotelnya, kalau kamu bisa nyelesaiin rumah dia dengan hasil yang memuaskan."

Yara hanya terdiam, di sudut hatinya ia juga tidak terima didepak begitu saja dari proyek itu hanya karena alasan personal.

"Jadi, kenapa klien kita sampe nolak kamu yang ngerjain proyeknya?"

Ini saatnya Yara mengeluarkan air mata buayanya yang bisa membuat luluh semua orang di keluarganya. Dan beruntungnya, Yara bukanlah orang yang susah mengeluarkan air mata. Beberapa detik kemudian sudut matanya sudah terlihat basah dan meniitikkan setetes air mata.

Ranu terkesiap melihat pemandangan di depannya. Kalau kakaknya sampai tahu ia membuat Yara menangis, bisa dihajar habis-habisan dia, apalagi kakak iparnya yang overprotective ke anak-anaknya.

"Yara, kok nangis? Om cuma nanya."

"Dia mantanku, Om. Dan dia nggak mau rumahnya kukerjain karena takut aku bakal mengacau."

Ranu menepuk keningnya. "Yara ... Yara ..., kalo bukan ponakan om, udah om pites kamu."

Yara terkekeh walaupun air matanya masih mengalir.

"Ok. Kamu punya dua opsi sekarang, Ra. Kamu dapetin proyek ini lagi, atau om terpaksa ngirim kamu buat ngerjain proyek resort yang di Papua."

"Astaga, Om Ranu! Aku aja tu belum genep sebulan balik abis ngerjain resort di Manado. Kok Om jahat banget sih. Kalo gini aku resign aja lah, nyari perusahaan lain yang lebih beradab."

Ranu mengedikkan bahu. Untuk masalah pekerjaan seperti ini, Ranu yakin kakak dan kakak iparnya tidak akan ikut campur.

"Terserah kamu, Ra. Om nggak maksa. Om nunggu hasilnya minggu depan. Kamu udah harus bisa bawa kepastian. Klien kita setuju rumahnya kamu kerjain, atau kamu harus packing buat ke Papua."

Bersambung ...

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Neee I
wkwkwk......
goodnovel comment avatar
Fahmi mabar Mabar
cinta yang sangat biadab
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status