Laras kembali tersenyum lebar saat melihat Alex lahap makanan yang dia sediakan. Padahal makanan itu sudah dingin. Sepertinya pria itu memang benar-benar kelaparan. Namun, senyum Laras perlahan surut saat matanya menangkap sesuatu di permukaan kemeja milik Alex. Tepat di bagian dada pria itu, ada tanda merah. Laras tidak bodoh untuk tahu itu tanda apa.
"Kok kamu diam aja? Nggak lapar?" tanya Alex yang hampir menghabiskan isi dalam piringnya.
Laras memang tadi lapar, tetapi melihat bekas bibir pada kemeja pria itu, mendadak rasa laparnya hilang. Dia tidak berselera untuk menyentuh makanan itu. Tangannya bergerak meraih botol anggur, lalu membukanya. Laras lebih memilih meminum anggur merah itu.
"Aku udah nggak lapar, Lex. Tadi kamu bertemu Dania? Apa kalian sepakat untuk kembali?" tanya Laras menekan rasa sakitnya. Dia bahkan tahu ketika mereka saling berpelukan dan masuk ke unit wanita itu.
Alex menggembungkan pipi. "M
"Lo yakin mau lakuin ini?" tanya Clara."Cuma ketemu, Cla. Kita nggak akan ngapa-ngapain," sahut Dania memperhatikan jarum jam yang terus bergerak."Kalau pun kalian mau ngapa-ngapain, emangnya gue tahu?"Dania melirik kesal Clara yang dari tadi terus saja mencoba menggagalkan pertemuan Dania dan Clara."Kita kan ketemunya di tempat umum, rame, ada lo juga. Kenapa lo pikir kita bakal ngapa-ngapain?" ujar Dania sebal.Clara meringis, lantas mengedarkan pandang. Saat ini mereka berdua sedang berada di salah satu restoran di dalam mal ibu kota. Dania ingin bertemu Alex dan Clara hanya kambing hitam yang akan dijadikan alasan. Yap. Dania izin kepada Alvin untuk menemui Clara.Clara menyikut lengan Dania. "Si Tampan datang," katanya dengan pandangan lurus ke arah pintu masuk. Dania segera mengikuti arah pandang Clara. Benar, Alex terlihat masuk. Pria itu mengenakan kemeja slim fit navy lengkap dengan dasi yang menggant
"Apa yang bisa aku bantu, Lex?" tanya Laras ketika Alex menyambangi apartemen wanita itu.Alex menatap serius wanita di hadapannya yang saat ini berpenampilan sangat berani. Laras memakai gaun terusan press body tanpa lengan. Seperti biasa make up tebal menghiasi wajahnya yang cantik."Apa kita bisa bekerja sama untuk menghancurkan perusahaan Rajata?" tanya Alex serius.Laras cukup terperangah mendengar permintaan Alex. Tidak biasanya lelaki itu berambisi seperti ini. Setelah bergabung dengan perusahaan ayahnya, pria itu memang makin melejit performanya. Namun, Laras sama sekali tidak pernah berpikir pria itu ingin menghancurkan perusahaan Alvin Rajata."Kamu serius?" tanya Laras ragu.Namun, Alex mengangguk mantap. "Kalau bisa kita akuisisi saja. Buat dia bangkrut."Laras menghela napas panjang. "Apa semua ini karena Dania?"Sebenarnya Alex malas untuk menjawabnya. Namun, memang seperti itula
Laras tampak memukau dengan bikini putih yang dikenakannya. Di telinga kanannya terselip bunga kamboja berwarna kuning. Rambut panjang gelombangnya dia gerai begitu saja. Tubuh padat berisinya bisa menggoyahkan iman lelaki mana saja tak terkecuali Alex. Laras pandai merawat diri. Meski janda, elok tubuhnya tidak kalah dari seorang gadis.Laras mendekati Alex yang sedang berenang di private room villa yang dia sewa. Selama di Bali ini mereka berdua menginap di salah satu vila mewah yang terdapat di Seminyak. Keduanya sudah seperti pasangan yang sedang berbulan madu. Laras mengaku puas dengan perlakuan manis Alex yang menganggapnya sebagai kekasih."Lapar nggak, Lex?" tanya Laras.Alex yang baru menyelesaikan putaran ke sekian lantas menyembul dari permukaan air. Dia mengusap wajahnya yang basah sebelum mendekati tepian."Lapar dong, Sayang. Di sini aku akan kelaperan terus sepertinya, tenagaku habis hampir tiap malam," ujarnya
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN"Maaf, Martin, aku nggak bisa kalau sekarang."Dania terpaksa menolak kembali permintaan Alex untuk bertemu. Dia merasa jahat sekali seandainya menuruti perintah Alex di saat Alvin sedang tampak lelah karena kesibukannya tiap hari. Beberapa bulan belakangan Alvin bertambah sibuk. Nyaris setiap hari pria itu pulang malam.Kadang begitu pulang dia langsung terkapar. Mungkin saking lelahnya. Dania melihat itu merasa iba, tetapi dia tidak berani bertanya. Melihat Alvin masih bisa tersenyum dan bersikap lembut padanya saja, dia sudah bersyukur. Dania merasa tahu kalau suaminya itu sedang memikirkan beban berat. Kadang dia menemukan Alvin di meja kerjanya menatap laptop dengan pandangan nanar, sesekali memijat pangkal hidungnya. Dia benar-benar bekerja keras siang dan malam. Apa proyek yang sedang dia tangani begitu rumit?"Aku kangen banget sama kamu, Sayang," ujar Alex di ujung telepon."Iya
"Al-Alvin, kamu serius?" tanya Dania tak yakin. Namun, Alvin mengangguk dengan mimik muka putus asa. Ya Tuhan ...."Doain semoga itu nggak terjadi."Dania meremas tangan Alvin, memberi kekuatan. "Semua pasti akan baik-baik saja. Kamu nggak perlu khawatir. Aku percaya sama kamu, dan kita pasti akan menemukan jalan keluar." Dia menatap tulus suaminya.Alvin menarik sudut bibirnya, dia makin mendekat dan memeluk Dania. "Terima kasih, Honey."Ada perasaan hangat yang menjalar ketika Alvin memeluk Dania. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dania sedikit kaget dengan perasaannya sendiri.Alvin menjauhkan badan dan menatap Dania. "Sudah malam, apa kamu nggak ngantuk?" tanyanya, yang hanya disambut gelengan wanita itu. Alvin kembali tersenyum, tangannya lantas terangkat dan membelai pipi istrinya itu. Ibu jarinya mengusap pelan bibir Dania yang lembut. Sedikit menjepit dagu wanita itu, Alvin kemudian melabuhkan ciuman.&nbs
Semua staf berkumpul di bale pertemuan lantai 2. Sudah sejak sepuluh menit lalu Dania diberi tahu akan ada pengenalan pemilik perusahaan baru setelah seminggu lalu perusahaan ini dipindahalihkan. Dania enggan beranjak dari kursinya. Penyambutan pemilik baru sama saja seperti merayakan terdepaknya Alvin sebagai pemilik saham tertinggi di perusahaan ini."Dan, lo di mana?" tanya Clara ketika menelelon."Gue masih di kantor.""Ya Tuhan, turun cepetan. Lo nggak mau lihat siapa owner baru perusahaan kita denger-denger cewek. Ayolah, gue sendiri nih, Vio di depan sama Pak Robbi." Clara terus memaksa.Dania mendesah. "Iya sebentar lagi gue turun."Setelah menutup panggilan dari Clara, dengan malas Dania beranjak menuju lift. Sebenarnya dia penasaran juga siapa sosok di balik hancurnya karir Alvin.Ketika sampai di ruang yang lebih mirip aula, dia mencari sosok Clara. Staf yang berkumpul lumayan banyak. Jadi
Dania tertegun di tempat. Dia sama sekali tidak membalas pelukan Alex. Jujur, dia masih bingung kenapa lelaki ini bisa ada di gedung kantornya?"Sayang, kok diam aja? Kamu nggak kangen sama aku?" tanya Alex melepas pelukannya. "Kita udah lama banget nggak ketemu loh."Dania menatap sejenak pria di hadapannya. "Aku ... aku sibuk, Tin. Bisa aku keluar?"Alex menyipitkan mata mendengarnya. Ada apa? Ini bukan Dania seperti yang dia kenal. "Sayang, ada apa? Kamu nggak seneng ketemu aku?""Tapi ini kantor, dan ini jam kerja, Tin.""Ya, aku tau. Tapi apa kamu nggak senang bertemu denganku?" tanya Alex mulai merasakan hal aneh pada wanitanya itu."Aku senang, tentu aja, Tin. Cuma waktunya nggak tepat.""Lalu tepatnya kapan? Kami bahkan menolak tiap kali aku minta bertemu. Sebenarnya ada apa sama kamu? Apa kamu menghindariku?" tanya Alex tak habis mengerti."Aku nggak lagi menghindari kamu
Harap maklum kalau banyak typo. Benar-benar on the spot tanpa edit. ^^Happy reading, gaes. Yang punya IG bisa follow IG ku @yuli_f_riyadi atau tiktok @yuliriyadi. Biasanya aku up spoiler novel-novel on goingku di sana. Thanks._____________________"Serius lo?!" Mata Clara hampir saja keluar mendengar kabar dari Dania soal Alex yang ternyata pemilik asli perusahaan tempat mereka bekerja."Gue baru masuk ngasih tau lo, Dan." Viona menimpali. "Gue juga tahu dari mas Robbi."Clara menoleh. "Lo udah tau juga, Vi? Jadi, cuma gue nih yang kudet." Clara menjatuhkan kepalanya ke meja seolah hal yang teman-temannya sampaikan sesuatu yang sangat penting. Eh memang penting ding. Setidaknya Clara tahu siapa pemimpin sebenarnya sekarang ini."Terus wanita bernama Laras itu siapa dong?" tanya Clara."Dia itu pimpinan manajemen di sini doang. Jabatannya ada di atas Mas Robbi," sahut Viona.Clara me