Share

Lima

Penulis: Meimei
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-03 11:01:50

  "Kau ini sedang apa?" tegur Karin sambil berusaha melepaskan rangkulan Vian di pinggangnya.

"Jangan macam-macam atau aku keluar dari proyek ini!"

  Vian melihat gadis itu sesaat kemudian mengangkat bahu dan melangkah pergi.

 'Ada apa sih dengannya?' gerutu Karin dalam hati.

'Seenaknya saja main rangkul pinggang orang.'

  Vian yang melangkah menjauh juga merasa kesal. Entah apa yang terjadi padanya, saat Karin berbicara dengan pria lain, ia merasa tidak senang. Karena itu, tanpa pikir panjang, ia langsung menghampiri dan meraih pinggang gadis itu.

  'Pikiranku pasti sudah kacau. Setelah proyek ini selesai, mungkin sebaiknya aku tidak bertemu atau bicara dengan Karin.'

***

  Karin datang ke kantor keesokan hari untuk melaporkan kemajuan proyek dia dengan Vian. Akan tetapi, Edwin malah menyuruh dia untuk berhenti dari proyek itu.

  "Kenapa? Proyek ini telah hampir berhasil. Cafetaria itu sebentar lagi pasti akan jadi. Proyek ini akan menjadi proyek tersukses kita. Menangani seorang aktor terkenal ...."

  "Kurasa bukan itu alasanmu tidak mau pergi. Itu semua karena kau menyukai artis itu," tukas Edwin memotong penuturan Karin.

  "Aku tidak menyukai dia."

  "Kalau begitu, kau harus mau untuk berhenti. Soal proyek, tenang saja, masih banyak yang bisa menangani. Kau juga bisa menangani proyek yang baru."

  "Tapi dia yang meminta ...."

  "Aku tidak peduli!" tegas Edwin.

"Aku tidak peduli meski dia membatalkan proyek. Kalaupun dia menuntut tempat ini, aku juga tidak peduli dengan hal itu."

  Pria itu berdiri dan memegang kedua bahu Karin. 

"Karin, aku mencintaimu. Kuharap kau bisa mengerti dan menjaga perasaanku."

  Karin diam menatap Edwin. Sesaat kemudian, dia menggeleng.

"Tidak, aku tidak mengerti. Kau boleh mencintai aku, tapi yang kulakukan sekarang demi proyek. Aku ingin bisa memajukan diri karena ini adalah cita-citaku."

  "Karin ...!"

  "Aku belum selesai bicara!" tukas Karin lagi 

"Aku tidak menerima perasaanmu. Aku tidak menerima dirimu. Itu artinya kau tidak berhak untuk mengaturku. Dengan siapa aku dekat, itu bukan urusanmu."

  Edwin terdiam dan menurunkan tangannya. Karin berbalik dan melangkah pergi dari ruangan tersebut.

***

  Anna masuk dan tersenyum saat melihat raut muram di wajah Edwin. Dia kemudian segera mengalungkan tangan di leher Edwin yang sedang duduk.

  "Kenapa? Dia menolakmu? Tentu saja begitu. Dia akan memilih seorang aktor ternama daripada dirimu. Kau harusnya sadar kalau selama ini kau hanya dimanfaatkan," ucapnya.

  Edwin segera melepaskan pelukan gadis itu dan mendorong Anna menjauh. 

  "Keluar dari sini!" usirnya. 

  Anna tetap saja tersenyum. Ia justru kembali melangkah maju dan mendaratkan kecupan di leher Edwin.

  "Anna!" gertak Edwin.

"Berhenti bertingkah murahan!"

  "Kau sangat bodoh. Gadis yang kausukai juga bertingkah seperti aku pada artis itu, tapi kau tidak pernah menganggap dia murahan."

  Suara pintu dibuka membuat Edwin dan Anna menoleh. Senyum tersungging di bibir Anna, sedang Edwin seketika panik saat melihat Karin berdiri di ambang pintu.

  Edwin segera mendorong Anna dan mengejar Karin yang telah keluar dari ruangan tersebut. Di dalam, Anna tersenyum kecil melihat itu.

***

  "Karin, kau jangan salah paham, aku dan Anna tidak ada apa-apa. Tadi Anna yang lebih dulu datang merayuku. Kau tahu sendiri, Anna memang sangat berani untuk melakukan hal-hal seperti itu," ucap Edwin sambil meraih tangan Karin untuk menahan gadis itu agar tidak terus pergi.

  "Aku tidak apa-apa. Yang terjadi antara kau dan Anna, itu bukan urusanku. Bukankah sudah kubilang tidak ada apa-apa antara kita?" 

  "Karin ...."

  "Edwin, aku menemuimu hanya ingin agar aku bisa menangani proyek Vian. Proyek itu adalah milikku, hanya karena kau tidak suka aku dekat dengan Vian, kau tidak seharusnya menghentikan aku dari proyek itu," tukas Karin sambil menatap pria itu. Ia kemudian berbalik dan bergegas pergi.

***

  Karin datang sambil mengayuh sepeda ke tempat proyek. Ia kemudian segera memarkir kendaraan roda dua tersebut dan berjalan masuk. Senyum mengembang di bibir Karin saat melihat bangunan di depannya telah hampir selesai. Setelah semua ini, ia tidak perlu lagi direpotkan dengan Vian.

  "Kusangka kau tidak akan lagi datang ke sini. Bukankah sebelumnya seperti itu? Kau menimpakan masalah pada orang lain dan pergi begitu saja?" tegur Vian.

  "Aku tidak akan pergi. Proyek ini adalah proyekku. Aku pasti akan menyelesaikannya," sahut Karin tanpa menoleh. 

  "Baguslah, kalau kau akan menyelesaikannya, tapi bangunan ini sangat buruk. Aku mau kau merombak semuanya."

  Karin terkejut dan sontak menoleh.

"Apa maksudmu? Bukankah kita sudah setuju di awal dengan rancangan itu?"

 "Proyek ini adalah milikku. Aku adalah punya uang dan membiayaimu, jadi terserah aku jika mau mengubahnya," ucap Vian sambil membalikkan tubuh Karin sehingga mereka saling berhadapan. Karin mengernyit kesakitan oleh karena cengkeraman kuat tangan Vian.

 "Apakah ini adalah balas dendammu? Kau sungguh tidak masuk akal!" tukas Karin.

 "Benar," sahut Vian. Mata hitamnya menatap langsung manik mata Karin.

"Ini adalah balas dendamku. Kau sudah menghancurkan aku. Aku tidak akan pernah melepasmu. Selamanya."

***.

 'Sebenarnya ada apa dengan para pria? Kenapa mereka begitu labil? Sedikit bersikap seperti ini dan kemudian berubah lagi?' gumam Karin dalam hati sambil mengetuk-ngetuk kening dengan pensil.

  Kemarin dia sempat mengira Vian dan dia telah berbaikan, tetapi ternyata tampaknya pria itu masih marah padanya.

  "Vian, I Miss You, I Love You, Wo ai ni!" seru Silvi sambil melingkarkan tangan membentuk hati di atas kepala. Dia juga membentuk simbol hati dengan jari.

  "Silvi!" tegur Karin.

"Apa kau tidak bisa berhenti? Setiap hari kau selalu seperti ini. Kau mengidolakan dia, tapi dia bahkan tidak mengenalmu. Kau tidak tahu, mungkin saja dia orang yang jahat dan tidak menyenangkan."

  "Kau jangan bicara seperti itu. Vianku tidak seperti itu!" seru Silvi sambil menangis. Ia kemudian bergegas masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras.

  'Karin, apa yang kaulakukan? Kau kesal dengan Vian, tapi kenapa marah pada Silvi? Dia 'kan tidak tahu apa-apa,' rutuk Karin dalam hati.

***

   Silvi baru keluar kamar di saat malam telah larut. Gadis itu kemudian memekik terkejut saat melihat Karin duduk di meja makan dengan lampu yang dipadamkan.

  "Kau ini, apa mau menakuti aku?" tegurnya pada Karin.

  Karin menggeleng sambil tersenyum.

  "Aku ingin minta maaf padamu soal Vian, tapi karena kau tidak juga keluar kamar, jadi aku menunggu di sini."

  Silvi kemudian menyalakan lampu dan duduk di samping Karin.

  "Kau belum tidur dari tadi?" tanyanya. Karin hanya menggeleng.

  "Ya sudah, kalau gitu aku memaafkanmu," ucap Silvi.

"Aku memaafkanmu, tapi kau tidak boleh menjelekkan Vian lagi. Dia itu kesayangan aku."

  Karin mengangguk sambil mengangkat tangannya.

"Aku berjanji tidak akan menjelekkan Vian lagi."

  Silvi mengangguk kemudian tersenyum.

"Tapi kau tetap harus dihukum, sekarang masakkan ramen untukku!"

  

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Husband is an Idol   Empat puluh

    Empat puluh Karin yang terbangun di pagi hari terkejut melihat sosok Vian berada di sampingnya. Lebih terkejut lagi saat mendapati mereka tanpa busana, hanya tertutupi selembar selimut, sedang pakaian yang semula dikenakan berserakan di lantai samping tempat tidur. Karin bergegas beranjak dari tempat tidur. Ia kemudian segera mengenakan pakaian. Vian juga bangun. Karin segera berbalik dan menatap tajam padanya. "Kenakan pakaianmu, kita harus bicara," ucap Karin. "Semua terjadi begitu saja, aku memang salah melakukannya, tapi itu semua terjadi karena kau menggodaku lebih dulu," tukas Vian sambil mengejar Karin yang telah keluar dari kamar. "Jadi kau menganggap ini adalah salahku? Vian, kau tahu yang terjadi. Minuman itu apa kau yang merencanakannya?" tanya Karin. "Tidak, bukan seperti itu." "Tapi kau tetap melakukannya, kau tidak berusaha menyadarkan aku, tapi malah mengambil kesemp

  • My Husband is an Idol   Tiga sembilan

    Tiga sembilan Pagi hari, Vian terbangun saat ia merasa ada sesuatu menindih tubuhnya, belum lagi seperti ada sesuatu yang melingkari tubuhnya. Saat membuka mata, ia terkejut melihat Karin tengah memeluk dia. Tubuh gadis itu bahkan berada persis di sampingnya. Kaki Karin juga melintang di atas tubuhnya. Vian tersenyum kecil. Ia kemudian menunduk untuk melihat wajah gadis itu. Ia kemudian menyibakkan rambut yang menutupi sebagian wajah Karin. Gadis itu tampaknya benar-benar lelap. Karin kemudian malah meraih dan memeluk tangan Vian dengan erat. "Kau ini ...," ucap Vian sambil tersenyum. "Ayah, jangan tinggalkan aku," gumam Karin dengan mata terpejam rapat. 'Apa-apaan ini?' gerutu Vian dalam hati.'Kenapa dia malah berpikir kalau aku adalah ayahnya?'*** Setelah bangun dari tidur, Karin membersihkan diri dan menemani Vian untuk sarapan yang dibuat nenek untuk mer

  • My Husband is an Idol   Tiga delapan

    Tiga delapan "Aku?" tanya Karin dengan nada tidak percaya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Vian, kau memintaku untuk mendorong mobil?" Vian mengangguk. "Apa kau bercanda?" tukas Karin kemudian."Aku ini seorang gadis. Kau memintaku keluar di hutan belantara untuk mendorong mobil. Vian, kau bilang kau sudah tidak dendam padaku, tapi apa yang kaulakukan ini?" "Aku memang sudah tidak dendam padamu." "Lalu?" "Hanya saja tidak ada yang mendorong mobil selain dirimu." "Vian, bukankah masih ada dirimu? Kenapa? Apa kau tidak bisa melakukannya? Vian, kau yang mendorong mobil dan aku yang akan menyetir untukmu. Bagaimana?" "Kau menyuruh aku?" tanya Vian seperti tidak percaya mendengar ucapan Karin. "Lalu? Bukankah kau bilang tidak ada orang lain selain kita di sini? Jadi kalau bukan aku, tentu kau yang harus mendorong m

  • My Husband is an Idol   Tiga tujuh

    Tiga tujuh "Kau tenang dulu," ucap ayah Vian lagi setelah beberapa saat."Jika kau bicara dengan keras seperti tadi, ibumu mungkin mendengarnya, dia akan tahu kalau pernikahanmu dan Karin tidak terjadi sungguhan. Hal itu mungkin akan kembali mempengaruhi kesehatannya." "Tapi, Ayah ...," ucap Vian yang hendak membantah, tetapi lelaki paruh baya di depannya itu segera mengangkat tangan untuk menghentikan kata-katanya. "Ayah belum selesai bicara. Kau dengarkan ayah dulu," ucap lelaki itu lagi."Vian, kau mungkin tidak peduli dengan yang terjadi pada ibumu, tapi ayah sangat peduli. Ayah tidak mau dia sakit lagi." "Aku juga peduli, Ayah, aku juga tidak mau ibu sakit lagi," ujar Vian. "Baiklah, Ayah percaya padamu, tapi dengan kata-katamu yang keras tadi, jika dia mendengarnya maka ...." Ayah Vian berhenti bicara. Wajahnya menunduk dengan rona muram. "Ayah, aku minta m

  • My Husband is an Idol   Tiga enam

    Tiga enam Sebenarnya, Karin tidak sungguh tidur. Ia berpura-pura terlelap agar tidak lagi terus melihat Vian. Saat Vian mendekat dan meletakkan selimut pada tubuhnya, ia telah terkejut meski begitu, ia tetap berpura tertidur. Akan tetapi, sewaktu pria itu menyibakkan rambutnya, Karin langsung terperanjat dan membuka mata. Vian tertegun dengan pertanyaan Karin. Apa yang dia lakukan, dia sendiri sungguh tidak mengerti. Tangan dia seolah bergerak sendiri untuk menyibakkan rambut gadis itu. "Karin, aku benar-benar tidak bermaksud. Aku hanya ingin kau tidur dengan baik. Rambutmu itu tampak mengganggu bagiku, jadi aku menyingkirkannya," ucap Vian. Pria itu kemudian bergegas untuk kembali tanpa menunggu perkataan Karin.*** Keesokan hari saat bangun, Vian telah tidak melihat Karin. Ia tertegun dan sejenak mencari, tetapi tidak menemukan gadis itu di kamar. 'Ah, untuk apa aku mencari dia? Mungkin dia telah pergi,

  • My Husband is an Idol   Tiga lima

    Tiga lima "Maafkan ibuku, Karin, dia memang keras kepala. Kadang ia memakai cara licik hanya agar orang memenuhi keinginannya," ucap Vian yang mengantar Karin keluar kamar. Karin hanya mengangguk. Vian yang melihat langkah gadis itu yang sedikit terpincang menjadi merasa tidak enak. "Kakimu apakah tidak apa?" tanyanya. "Tidak apa, sudah membaik, kok, kau tidak perlu cemas." "Soal permintaan ibuku, aku aksn memikirkan cara untuk menolaknya. Kau tidak perlu cemas dengan hubunganmu dengan Matthew," ucap Vian. Karin kembali mengangguk. Ia sampai pada taksi yang telah dipanggil. Ia segera pamit dan pulang dari sana.*** "Kau tidak mengantar Karin? Kau membiarkan calon istrimu pulang sendiri?" tanya Nyonya Choi. Vian menggeleng."Berapa kali harus kubilang? Karin bukan calon istriku. Pernikahan kami tidak akan berhasil." "Ibumu masih sak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status