Beranda / Fantasi / My Imagine / 4. Jangan Mengganggunya

Share

4. Jangan Mengganggunya

Penulis: Milabsa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-27 21:56:35

Seorang wanita tengah bersiap-siap untuk mencari pekerjaan lagi. Setelah memakai setelan formalnya, ia segera keluar dari kamarnya. Sudah sebulan ini ia terus mencari pekerjaan.

"Selamat pagi Herra"

"Ahh! O-oh, kamu Rizhan. Selamat pagi," balas Herra yang terkejut dengan sapaan Rizhan di pagi hari.

"Maaf yah udah buat kamu terkejut," ucap Rizhan dengan wajah sesal.

"Eh?! Enggak kok. Bukan salah kamu. Aku cuma belum terbiasa aja dengan kehadiranmu," timpal Herra yang sedikit kasihan dengan wajah itu.

"Kamu mau ke mana hari ini?" tanya Rizhan

"Aku mau cari kerja lagi. Uang tabunganku udah mulai menipis jadi aku harus cepat-cepat cari pekerjaan," jawab Herra dengan senyuman.

"Tunggu sebentar," ucap Rizhan

"Ada ap...."

Perkataan Herra langsung terhenti ketika tangan Rizhan mendarat di bibirnya. Rizhan mengusap perlahan ujung bibir Herra.

Seketika Herra terpaku pada mata coklat gelap milik Rizhan. Sungguh tampan. Itulah yang muncul dalam benak Herra. Detik berikutnya ia pun langsung tersadar dan sedikit menepis tangan Rizhan.

"Berantakan yah?" tanya Herra seraya  mengambil kaca di dalam tas selempangnya.

"Iyah, lipstikmu kesana-kemari," jawab Rizhan.

"Ihh, malah diledekin. Harusnya kamu tinggal bilang aja. Enggak perlu kamu juga yang mengusapnya," balas Herra seraya memakai lipstik dibibirnya.

Herra sedikit terkejut dengan perubahan wajah Rizhan. Terlihat sedih?

"Ada apa Rizhan?"

"Maaf jika menurutmu aku lancang. Aku hanya melakukan itu karena aku ini temanmu," ucap Rizhan dengan kepala yang menunduk.

Herra jadi sedih melihat Rizhan seperti itu. Entah kenapa ia merasa Rizhan seperti anak kecil yang sedang ngambek.

"Bukan kayak gitu Rizhan. Aku hanya merasa kurang nyaman aja. Karena ini pertama kalinya aku mendapat perlakuan seperti itu," jelas Herra

"Ohh, kamu belum pernah pacaran?" tanya Rizhan

"Udah, tapi udah putus," jawab Herra dengan senyuman kecil.

"Pria itu pasti orang yang bodoh," timpal Rizhan

"Emang kenapa?" tanya Herra yang bingung.

"Masa wanita secantik dan sebaik dirimu ditinggalkan. Harusnya dia bersyukur mempunyai dirimu," jawab Rizhan seraya menatap pada Herra.

"Haha, makasih yah Rizhan atas pujiannya. Kamu benar, dia bodoh. Tapi tak apa. Sekarang aku jadi tau bagaimana sifatnya. Mungkin dia emang bukan jodohku," ucap Herra

"Betul"

"Eh, kalau gitu aku berangkat dulu yah. Kamu diam aja di sini," timpal Herra

Rizhan hanya menganggukkan kepalanya. Setelah kepergian Herra, wajah Rizhan berubah sedikit suram.

***

"Wah, benerkah pak?! Saya lolos wawancaranya. Terima kasih pak, bu, atas wawancaranya. Jadi kapan saya bisa bekerja sebagai akuntan," ucap Herra yang sungguh terlewat senang.

Akhirnya setelah lelah mencari pekerjaan di mana-mana, ia mendapat tawaran bekerja di Volker Corp. Perusahaan teknologi yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Perusahaan yang sudah merancang berbagai alat teknologi yang membantu kebutuhan manusia. Herra sangat tidak menyangka akan diterima di perusahaan ini.

"Maaf Nona. Anda bukan bekerja sebagai seorang akuntan. Anda bekerja sebagai sekretaris pribadi presdir kami," jelas seorang karyawan pria.

"Ha?! Kok sekretaris pribadi yah?! Saya kan melamar sebagai seorang akuntan. Saya lulusan S1 akuntansi," ungkap Herra yang bingung.

"Saya tahu Nona. Tapi anda sangat memenuhi kualifikasi kami sebagai seorang sekretaris pribadi. Lagipula gaji yang diberikan oleh kami sangat besar. Apakah anda tertarik?" tawar seorang karyawan wanita.

Herra memikirkan kembali hal itu. Ia bimbang untuk memilihnya atau tidak karena dia bukan lulusan yang cocok untuk pekerjaan yang ditawarkan. Tapi kedua pewawancara itu mengatakan ia cocok. Lagipula tabungannya semakin menipis.

"Tenang saja Nona. Pekerjaan sekretaris pribadi presdir kami tidak terlalu susah. Nona hanya perlu mengatur jadwal harian dari Presdir kami. Selain mendapat gaji dari kami, sebagai sekretaris pribadi, anda akan diberi fasilitas berupa satu unit apartemen," jelas si karyawan pria.

"Diberikan fasilitas apartemen?!" tanya Herra yang terkejut.

"Iyah, bener Nona"

Herra kembali tergiur dengan tawaran itu. Itu berarti ia tidak perlu khawatir mengenai biaya tempat tinggalnya. Herra menarik napas dalam-dalam.

"Baiklah. Saya menyetujuinya. Di mana saya harus tanda tangan?" tanya Herra yang akhirnya menerima tawaran itu setelah banyak pertimbangan.

"Di sini Nona"

Herra segera membubuhkan tanda tangannya di atas kontrak itu.

"Terima kasih Nona. Anda bisa mulai bekerja lusa dan mengenai penyerahan unit apartemen akan kita berikan lusa," ucap si karyawan wanita.

"Iyah, terima kasih kembali. Kalau begitu saya pamit"

Herra keluar dari dalam gedung Volker Corp. dengan senyuman lebar. Akhirnya ia memiliki pekerjaan juga.

Herra Buru-buru ingin pulang dan memberikan kabar menggembirakan ini pada Rizhan. Herra sedikit membayangkan wajah tampan Rizhan yang tersenyum.

"Hei, ketemu seorang j*la*ng di sini"

Herra langsung mengalihkan pandangannya pada seseorang yang baru saja menghinanya. Herra memberikan pandangan yang dingin pada Dara di hadapannya. Herra juga terkejut awalnya karena melihat sosok Vian di samping Dara.

Tidak ingin mencari ribut, Herra berbalik meninggalkannya. Namun, tangannya langsung ditahan oleh Dara.

"Enggak mau ucapin selamat padaku dan Vian yang baru jadian?"

Terkejut? Tentu saja. Hatinya rasanya dicabik-cabik.

"Oh, selamat yah"

"Kau enggak sakit hati?"

"Heh, aku malahan senang kau bisa mengambil cowok ini dariku. Aku enggak perlu cowok pengkhianat kayak dia," ucap Herra

"Kau pikir dirimu itu bukan pengkhianat? Bukankah kau yang dulu memulai ini semua," protes Vian

"Udahlah Vian. Mending kita pergi aja. Daripada di sini, nanti ketularan sialnya," sindir Dara

Vian dan Dara berjalan meninggalkan Herra. Namun tanpa diduga ia melihat Dara yang terdorong ke tengah jalanan. Hingga sebuah mobil menabraknya cukup keras. Terdengar suara Vian yang berteriak. Herra pun memandang terkejut pada hal itu. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah sosok yang mendorong tubuh Dara.

To be continued....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Imagine    45. Kemarahan Winna

    "Makasih yah Tuan. Ini kalung yang bagus," ucap Herra dengan senyum lebar.Rizhan hanya mengangguk pelan. "Iyah. Tapi jangan langsung lupa diri yah. Aku memberikanmu itu hanya untuk memberikan apresiasi pada kerja kerasmu. Jangan memikirkan banyak hal," tukas Rizhan seraya berbalik menuju mobil kembali.Baru saja Herra ingin memuji kebaikan presdirnya itu. Namun, ia harus kembali lada kenyataan jika presdirnya itu bukan orang yang pantas mendapatkan predikat baik darinya.Sudahlah, yang penting ia senang bisa menerima kalung yang cantik ini."Hei! Kenapa masih diam di sana?! Apa kau mau aku tinggalin?!" teriak Rizhan dari arah mobil.Herra lansgu berbalik arah dan berlari menyusul ke mobilnya."Iya Tuan! Tunggu sebentar!" teriak Herra pula.Benar-benar orang yang tak sabaran presdirnya ini.***Se

  • My Imagine    44. Kalung Yang Cantik

    "Enghh!"Herra mengerjapkan matanya pelan. Namun, sontak mata itu melebar kala melihat sebuah dada bidang ada di depannya. Aroma ini sangat dikenal Herra. Ia mencoba mengangkat kepalanya untuk melihat.Benar saja, sang presdir ada di depannya sedang menutup matanya dengan damai. Dengkuran halus ia dengar dari presdirnya itu. Herra melihat betapa tampan wajah itu ketika sedang tidur dengan damai seperti ini. Namun, ia menggeram kesal ketika mengingat jika presdirnya ini bangun akan berubah seperti seekor macan.Herra mencoba mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah presdirnya itu. Perlahan hampir mendekat. Hingga ia berhasil menyentuh wajah itu.Herra menahan agar jantungnya tak berdetak terlalu kencang. Rasanya ia ingin menangis saja saat ini. Bagaimana tidak, tekstur wajah presdirnya dengan Rizhan, teman khayalannya itu sangat mirip.Rasa Rindu itu kembali menyelimuti dirinya. Ingin ras

  • My Imagine    43. Satu Kamar

    Perjalanan yang begitu melelahkan akhirnya sampai juga. Pesawat berjenis Garuda Indonesia yang mereka naiki sudah sampai di bandara Yogyakarta.Rasa lelah tentu saja ada dalam dirinya Herra. Bahkan beberapa kali ia melakukan peregangan pada tubuhnya yang lelah itu. Rizhan terkekeh pelan melihat sikap lucu Herra. Ia jadi merasa seperti membawa anak kecil pergi bertamasya saja."Hei, ayo jalan! Kita harus mengambil koper kita dulu," sentak Rizhan dengan nada ketus. Rizhan berjalan duluan meninggalkan Herra yang terkejut dengan nada sentakan itu. Ia langsung memicingkan dengan tajam matanya pada presdir galaknya itu. Melayangkan pukulan dengan angin seakan ingin menghabisi presdirnya itu. Di saat Rizhan membalikkan tubuhnya, buru-buru Herra bersikap diam saja sambil mengalihkan pandangannya dari Rizhan.Rizhan memandang aneh pada wanita itu. "Kenapa masih diam aja di sana?! Kau mau aku tinggal yah?!" tukas R

  • My Imagine    42. Perjalanan Bisnis

    'kring-kring''kring-kring'Herra meraih ponsel yang terletak di nakas samping ranjangnya. Menyipitkan matanya untuk melihat nama dari penelpon. Detik berikutnya ia melebarkan matanya kala melihat nama dari penelpon. Nama 'Presdir Galak' terpampang nyata di sana.Sontak Herra bangkit dari tidurnya dan duduk di ranjangnya itu. Dengan segera menggeser ikon hijau di ponselnya itu."Ha-Halo Tuan. Ada apa ya?" tanya Herra dengan suara khas orang bangun tidur.["Apa kau baru bangun tidur, hah?! Jangan bilang kau lupa kalau hari ini kita ada perjalanan bisnis ke Jogja," ucap Rizhan dengan nada protes.]Sontak Herra menepuk dahinya kala melupakan hal yang sangat penting."Ma-Maaf Tuan. Saya sungguh melupakan hal itu. Tu-Tuan tenang saja. Saya akan bersiap dengan cepat," ucap Herra seraya berdiri untuk segera bersiap.

  • My Imagine    41. Perhatian Yang Menghangatkan

    41. Perhatian Yang Menghangatkan"Mau kubantu bawakan enggak?" tawar Daniar saat melihat berkas yang begitu banyak itu. Herra menggeleng pelan."Enggak perlu Daniar. Aku bisa bawa kok. Lagian enggak terlalu berat kok ini," tolak Herra seraya mengangkat kardus kecil yang berisi berkas yang sudah ia fotokopi itu. "Hmm, ya udah. Tapi, kau hati-hati yah. Jangan sampai nasibmu bakal kayak karyawan lainnya," timpal Daniar sedikit berbisik. Herra sedikit terkekeh melihat ekspresi lucu Daniar yang memberikan nasihat padanya. "Iya, kau tenang aja. Aku bakal hati-hati dengan presdir kita itu. Aku duluan ya," balas Herra dengan senyum tipis. "Iya, bye," ujar DaniarHerra segera keluar dari ruang fotokopi. Menaiki lift untuk ke ruangan presdirnya itu. "Huh, berat banget sih. Enggak enak tadi minta tolong sama Daniar. Disaat dia

  • My Imagine    40. Padahal Tidak Telat

    Herra tengah bersiap dengan tergesa-gesa pagi ini. Pasalnya ia bangun sedikit telat karena banyak cerita dengan Salsa tadi malam. Dengan cepat ia memakai setelan kantornya dan mengoleskan sedikit make up saja ke wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia segera mengambil tas jinjingnya dan segera keluar dari kamar. Saat keluar kamar ia melihat Salsa yang tengah mengoleskan selai pada roti. "Sal, aku berangkat dulu yah," pamit Herra dengan buru-buru. "Eh, tunggu dulu. Makan ini sebentar," tahan Salsa seraya memberikan roti yang sudah ia oleskan. "Makasih yah Sal. Aku berangkat dulu yah," timpal Herra seraya berlari ke arah pintu apartemennya. Salsa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Herra. Di lain tempat, Herra tengah berlari menuju halte bus. Untung saja bus itu mau berhenti saat ia meneriakinya. Dengan cepat Herra masuk ke dalam bus itu dengan napas yang tersenggal.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status