Home / Fantasi / My Imagine / 8. Kiss and Hug

Share

8. Kiss and Hug

Author: Milabsa
last update Last Updated: 2021-09-29 22:55:50

Herra membuka pintu kamar kosnya dan mencari keberadaan Rizhan. Ia mencari ke sekeliling kamarnya itu. Ia langsung baru ingat kalau Rizhan akan muncul kalau ia memanggilnya.

"Rizhan! Kamu di mana?" Herra sedikit teriak memanggil Rizhan.

"Aku di sini. Kenapa?"

Rizhan muncul di belakang Herra hingga membuatnya sedikit terkejut. Herra mengelus dadanya yang betgemuruh karena terkejut. Ia langsung menatap serius pada wajah Rizhan.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Rizhan dengan wajah bingungnya.

"Rizhan, aku mau kamu jujur sama aku. Apa kamu ada di tempat kerjaku hari ini?" selidik Herra dengan pandangan serius.

"Bagaimana bisa aku ada di tempat kerjamu jika kamu tidak ada memanggilku?" tanya Rizhan

Herra pun membenarkan apa yang dikatakan Rizhan. Apa mungkin dia yang sudah terlalu berpikir jauh? Itu benar kalau Rizhan tidak akan muncul jika ia tidak memanggilnya. Tak dapat dipungkiri ia sedikit trauma dengan kejadian yang menimpa Darra.

"Ya udah, enggak apa-apa. Emm, kamu ngapain aja hari ini?" tanya Herra

"Aku nungguin kamu pulang," jawab Rizhan

Herra terkejut dengan jawaban Rizhan.

"Nungguin aku?! Emang kamu enggak lakukan hal lain gitu?" tanya Herra

"Aku kan teman khayalanmu. Tugasku hanya menemani dan melindungimu. Apa yang bisa aku lakukan selain itu? Kamu enggak mau melakukan hubungan yang lebih intim denganku," papar Rizhan

"Harus banget yah melakukan hal itu supaya kamu bisa hidup kayak manusia?" tanya Herra

"Tentu saja. Kamu kan yang panggil aku," jawab Rizhan

"Kalau aku cuma pegang gini. Bisa?" tanya Herra seraya memegang tangan Rizhan.

"Bisa kok. Tapi aku mau lebih," ucap Rizhan

"Maksudnya. Ah!" pekik Herra karena Rizhan yang tiba-tiba memeluk tubuhnya.

"Kayak gini baru enak," timpal Rizhan memeluk erat tubuh Herra.

Entah kenapa Herra tidak memprotes Rizhan yang memeluknya. Herra malahan membalas pelukan itu. Sungguh pelukan Rizhan membuatnya agak lega dari penatnya pekerjaan hari ini.

***

"Auhh"

"Auchh"

"Sakittt banget!"

"Sakittt! Ah!"

"Ri-Rizhan!"

"Herra kamu kenapa?! Apa yang terjadi padamu?!" teriak Rizhan yang sangat terkejut melihat Herra keadaan Herra.

Herra terus memegangi perutnya yang sakit. Hingga keringat membasahi keningnya. Bahkan wajahnya tampak sangat pucat.

"Pe-perutku sangat sakit Rizhan. Aku enggak tahan," keluh Herra seraya menggenggam erat tangan Rizhan.

"Kamu sakit perut kenapa? Apa yang kamu makan?!" tanya Rizhan dengan wajah panik.

Herra menggeleng lemah.

"Terus karena apa? Apa kamu lagi kedatangan tamu?" tanya Rizhan kembali.

Herra langsung mengangguk kuat. Rizhan langsung menghela napas. Rizhan memegangi dagunya seraya berpikir. Setelah mendapat cara, ia pun memajukan wajahnya pada Herra.

'cup'

Tiba-tiba saja Rizhan mencium bibirnya Herra. Herra terkejut dengan tindakan Rizhan itu. Tapi ia tidak bisa berbuat lebih karena rasa sakit di perutnya. Herra pun membiarkan Rizhan yang menciumnya.

Ciuman itu berlangsung sekitar tiga menit hingga Rizhan melepas ciuman itu karena Herra nampak kehabisan napas. Rizhan menatap dalam pada wajah Herra, lalu ia segera berlalu pergi dari kamar Herra. Herra memandang bingung pada Rizhan.

Rizhan berjalan ke arah dapur. Ia melihat panci yang tergantung. Ia mencoba perlahan untuk mengambil panci itu. Dan gotcha!

Rizhan bisa menyentuh panci itu. Ia tersenyum senang karena bisa memegangnya. Dengan segera ia membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan untuk membuat minuman pereda nyeri untuk Herra. Jangan bingung. Rizhan sangat tahu karena Herra-lah yang meminta sosok pintar pada dirinya.

Rizhan dengan serius menyeduh beberapa bahan herbal. Setelah dirasa cukup ia pun mengambil saringan dan menyaringnya. Tak lupa ia juga membawa handuk yang hangat. Rizhan segera membawa semuanya ke dalam kamar Herra.

Herra masih terlihat memegang perutnya. Rizhan pun segera duduk di dekat Herra.

"Herra, ayo bangun. Kamu minum ini," ucap Rizhan seraya mengangkat kepala Herra.

"Ini apa? Siapa yang buat?" tanya Herra dengan nada yang lirih.

"Nanti aja aku kasih tau. Yang penting sekarang kamu minum dulu yah. Tenang aja, ini aman kok. Aku jamin," timpal Rizhan

Mendengar nada serta tatapan Rizhan yang terlihat meyakinkan membuat Herra menurut untuk meminum minuman itu. Herra sedikit berhenti sejenak untuk minum karena rasanya yang sedikit pahit. Tapi ia kembali dipaksa oleh Rizhan. Akhirnya minuman itu selesai diminum. Herra pun kembali berbaring.

"Sini"

Rizhan menaruh kepala Herra di dadanya. Saat Rizhan ingin mengangkat piyamanya, Herra langsung menghentikannya.

"Tenang aja Herra. Aku hanya mau buat perutmu terasa hangat. Aku enggak mau ngapa-ngapain kok," jelas Rizhan

Herra pun mengizinkannya. Rizhan kembali mengangkat piyama itu dan menaruh handuk hangat di perutnya Herra. Seketika Herra langsung merasa perutnya agak baikan. Ia merasakan perutnya sedikit nyaman.

"Bagaimana? Masih sakitkah?" tanya Rizhan

"Udah enggak terlalu sakit lagi. Makasih yah Rizhan," jawab Herra

"Iyah, aku kan udah janji untuk melindungimu. Kamu istirahat lagi yah," balas Rizhan

Herra pun menuruti perkataan Rizhan. Ia tertidur di dalam pelukan Rizhan yang begitu hangat. Bahkan ia melupakan bagaimana cara Rizhan melakukan itu semua.

To be continued....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Imagine    45. Kemarahan Winna

    "Makasih yah Tuan. Ini kalung yang bagus," ucap Herra dengan senyum lebar.Rizhan hanya mengangguk pelan. "Iyah. Tapi jangan langsung lupa diri yah. Aku memberikanmu itu hanya untuk memberikan apresiasi pada kerja kerasmu. Jangan memikirkan banyak hal," tukas Rizhan seraya berbalik menuju mobil kembali.Baru saja Herra ingin memuji kebaikan presdirnya itu. Namun, ia harus kembali lada kenyataan jika presdirnya itu bukan orang yang pantas mendapatkan predikat baik darinya.Sudahlah, yang penting ia senang bisa menerima kalung yang cantik ini."Hei! Kenapa masih diam di sana?! Apa kau mau aku tinggalin?!" teriak Rizhan dari arah mobil.Herra lansgu berbalik arah dan berlari menyusul ke mobilnya."Iya Tuan! Tunggu sebentar!" teriak Herra pula.Benar-benar orang yang tak sabaran presdirnya ini.***Se

  • My Imagine    44. Kalung Yang Cantik

    "Enghh!"Herra mengerjapkan matanya pelan. Namun, sontak mata itu melebar kala melihat sebuah dada bidang ada di depannya. Aroma ini sangat dikenal Herra. Ia mencoba mengangkat kepalanya untuk melihat.Benar saja, sang presdir ada di depannya sedang menutup matanya dengan damai. Dengkuran halus ia dengar dari presdirnya itu. Herra melihat betapa tampan wajah itu ketika sedang tidur dengan damai seperti ini. Namun, ia menggeram kesal ketika mengingat jika presdirnya ini bangun akan berubah seperti seekor macan.Herra mencoba mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah presdirnya itu. Perlahan hampir mendekat. Hingga ia berhasil menyentuh wajah itu.Herra menahan agar jantungnya tak berdetak terlalu kencang. Rasanya ia ingin menangis saja saat ini. Bagaimana tidak, tekstur wajah presdirnya dengan Rizhan, teman khayalannya itu sangat mirip.Rasa Rindu itu kembali menyelimuti dirinya. Ingin ras

  • My Imagine    43. Satu Kamar

    Perjalanan yang begitu melelahkan akhirnya sampai juga. Pesawat berjenis Garuda Indonesia yang mereka naiki sudah sampai di bandara Yogyakarta.Rasa lelah tentu saja ada dalam dirinya Herra. Bahkan beberapa kali ia melakukan peregangan pada tubuhnya yang lelah itu. Rizhan terkekeh pelan melihat sikap lucu Herra. Ia jadi merasa seperti membawa anak kecil pergi bertamasya saja."Hei, ayo jalan! Kita harus mengambil koper kita dulu," sentak Rizhan dengan nada ketus. Rizhan berjalan duluan meninggalkan Herra yang terkejut dengan nada sentakan itu. Ia langsung memicingkan dengan tajam matanya pada presdir galaknya itu. Melayangkan pukulan dengan angin seakan ingin menghabisi presdirnya itu. Di saat Rizhan membalikkan tubuhnya, buru-buru Herra bersikap diam saja sambil mengalihkan pandangannya dari Rizhan.Rizhan memandang aneh pada wanita itu. "Kenapa masih diam aja di sana?! Kau mau aku tinggal yah?!" tukas R

  • My Imagine    42. Perjalanan Bisnis

    'kring-kring''kring-kring'Herra meraih ponsel yang terletak di nakas samping ranjangnya. Menyipitkan matanya untuk melihat nama dari penelpon. Detik berikutnya ia melebarkan matanya kala melihat nama dari penelpon. Nama 'Presdir Galak' terpampang nyata di sana.Sontak Herra bangkit dari tidurnya dan duduk di ranjangnya itu. Dengan segera menggeser ikon hijau di ponselnya itu."Ha-Halo Tuan. Ada apa ya?" tanya Herra dengan suara khas orang bangun tidur.["Apa kau baru bangun tidur, hah?! Jangan bilang kau lupa kalau hari ini kita ada perjalanan bisnis ke Jogja," ucap Rizhan dengan nada protes.]Sontak Herra menepuk dahinya kala melupakan hal yang sangat penting."Ma-Maaf Tuan. Saya sungguh melupakan hal itu. Tu-Tuan tenang saja. Saya akan bersiap dengan cepat," ucap Herra seraya berdiri untuk segera bersiap.

  • My Imagine    41. Perhatian Yang Menghangatkan

    41. Perhatian Yang Menghangatkan"Mau kubantu bawakan enggak?" tawar Daniar saat melihat berkas yang begitu banyak itu. Herra menggeleng pelan."Enggak perlu Daniar. Aku bisa bawa kok. Lagian enggak terlalu berat kok ini," tolak Herra seraya mengangkat kardus kecil yang berisi berkas yang sudah ia fotokopi itu. "Hmm, ya udah. Tapi, kau hati-hati yah. Jangan sampai nasibmu bakal kayak karyawan lainnya," timpal Daniar sedikit berbisik. Herra sedikit terkekeh melihat ekspresi lucu Daniar yang memberikan nasihat padanya. "Iya, kau tenang aja. Aku bakal hati-hati dengan presdir kita itu. Aku duluan ya," balas Herra dengan senyum tipis. "Iya, bye," ujar DaniarHerra segera keluar dari ruang fotokopi. Menaiki lift untuk ke ruangan presdirnya itu. "Huh, berat banget sih. Enggak enak tadi minta tolong sama Daniar. Disaat dia

  • My Imagine    40. Padahal Tidak Telat

    Herra tengah bersiap dengan tergesa-gesa pagi ini. Pasalnya ia bangun sedikit telat karena banyak cerita dengan Salsa tadi malam. Dengan cepat ia memakai setelan kantornya dan mengoleskan sedikit make up saja ke wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia segera mengambil tas jinjingnya dan segera keluar dari kamar. Saat keluar kamar ia melihat Salsa yang tengah mengoleskan selai pada roti. "Sal, aku berangkat dulu yah," pamit Herra dengan buru-buru. "Eh, tunggu dulu. Makan ini sebentar," tahan Salsa seraya memberikan roti yang sudah ia oleskan. "Makasih yah Sal. Aku berangkat dulu yah," timpal Herra seraya berlari ke arah pintu apartemennya. Salsa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Herra. Di lain tempat, Herra tengah berlari menuju halte bus. Untung saja bus itu mau berhenti saat ia meneriakinya. Dengan cepat Herra masuk ke dalam bus itu dengan napas yang tersenggal.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status