Share

Stop, Jodohkan Saya!

"Sekretaris Cindy, apakah om Davian ada di ruangannya?? " tanya Becca kepada sekretaris Cindy.

"Pak Davian ada, Nona Becca. Beliau sedang memeriksa beberapa berkas tugas akhir para mahasiswa, " jawab Sekretaris Cindy.

"Sekretaris Cindy, berhenti panggil aku, Nona. Panggil saja Becca. Usia kita tidak terpaut jauh, jadi panggil Becca saja, " ucap Becca.

"Tapi, Nona. Itu sangat lancang bagi saya untuk memanggil Nona dengan nama saja, " Jelas Sekretaris Cindy.

"No, that's my request. So, kamu tidak usah sungkan. Aku akan panggil kamu Cindy, dan kamu panggil aku Becca. Deal? " ucap Becca.

"Baa-ik, Be–ca, " sahut Sekretaris Cindy gugup.

"Okay, aku masuk dulu ya, Cindy, " pamit Becca.

Sekretaris Cindy pun hanya bisa menganggukan kepalanya.

Becca pun berjalan melenggang menuju ke ruangan Davian.

Tanpa mengetuk pintu, Becca langsung masuk.

Davian yang menyadari kehadiran ponakannya itu, langsung menghembuskan nafas panjang.

"Bisakah kau ketuk pintu itu dulu sebelum masuk? Apa ini pelajaran yang kamu dapat selama 5 tahun di Jepang? " tegur Davian menajamkan matanya.

Sorot matanya membuat Becca merinding, namun ia tetap saja punya seribu akal untuk meluluhkan amarah Davian itu.

"Sudah, Om. Jangan marah-marah terus, nanti keriput gak ada yang mau lho! " goda Becca.

Namun, Davian tak bergeming. Pandangannya kembali menuju ke beberapa berkas yang ada di mejanya.

"Ada apa kamu kesini? " tanya Davian tiba-tiba.

"Disuruh mama anter ini" ucap Becca seraya mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya.

Davian pun melirik amplop coklat itu, perasaanya sudah mulai tidak enak.

Davian pun mencoba membuka amplop itu. Saat amplop itu terbuka, ternyata berisikan foto-foto beberapa perempuan cantik pilihan kakak perempuannya itu.

"Kembalikan ke mamamu, tak henti-hentinya melakukan ini!" tegas Davia melemparkan amplop coklat itu ke meja.

"Om tidak butuh ini semua, " imbuh Daviam tegas.

"Dilihat dulu Om, kenapa gak coba dilihat dulu? " Ucap Becca berusaha meluluhkan hati Davian.

"Tidak, lebih baik kamu pergi dari sini. Daripada om kirim kamu lagi ke Jepang, " sahut Davian dengan lirikan mata yang tajam siap menghantam hati Becca.

Deg…

"Baa–ik, om, " ucap Becca yang langsung saja mengiyakan.

Becca pun akhirnya langsung membawa amplop coklat itu kepada Mamanya kembali.

Dengan langkah memburu, seperti dikejar oleh jutaan perampok, langkah Becca kini terhenti.

"Huh… huh… huh… , kenapa tatapan Om Davian seperti itu? Sangat menakutkan, bagai sebilah pisau sangat runcing ujungnya, " ucap Becca seraya masih mengatur nafas.

"Huh… huh.. Huh.., benar kata Mama. Om Davian tidak bisa dirayu apapun dengan hal seperti ini, aku harus cari cara lain untuk menaklukan Om Davian, " imbuhnya Becca lagi.

****

"Bisma, tolong kamu selidiki apa saja yang dilakukan oleh kakakku dan anaknya! " ucap Davian dalam sebuah percakapan telepon.

"Kumpulkan bukti apapun tentang mereka. Jangan biarkan mereka melakukan sesuatu," imbuhnya.

"Baik, tuan Maghada, "

Davian pun mematikan percakapan teleponnya itu, kemudian meletakkan ponselnya di atas meja .

"Kau kira aku lemah hanya karena wanita, Alexa? No, mimpi dan harapanmu terlalu besar. Saya akan tunjukkan, mimpi apa yang pantas untukmu dan keluargamu! " kata Davian bermonolog sendiri.

"Aku Davian Magadha, pewaris utama Mortal Enemy menunggumu… !" ucap Davian dengan tatapan tajam ke depan.

****

(Kantor Danuarta Cooperation)

"Good morning, Papa. "

"Morning, sayang... Jarang sekali kamu main ke kantor Papa. Apa ada masalah?"

Brilliant pun langsung bergelayut di pundak Danuarta dengan manja.

"Papa, sayangkan kan sama Brilliant?"

Pertanyaan Brilliant pun membuat Danuarta terkejut.

"Pertanyaan macam apa itu, sayang. Sudah pasti papa sangat sayang padamu. Seluruh dunia dan seisinya tak bisa menandingi rasa sayang papa ke kamu, " jawab Danuarta.

"Kalau begitu bantu Brilliant dong, Pa. Bantu Brilliant buat bisa dapat dosen pembimbing yang baru, " ujar Briliant dengan mata berbinar.

"Memang kenapa dengan dosen pembimbing yang sekarang, Sayang?"

"Dosen pembimbing Brilliant galak, Pa. Tadi Brilliant dibentak-bentak terus, salah sedikit langsung disuruh revisi. Tidak ketuk pintu pas masuk dimarahin, terus tadi juga dia nyuruh Brilliant ngeliat dia pas bicara. Ujung-ujungnya dimarahin juga, padahal dia sendiri yang minta. Kan nyebelin, Pa!"

Brilliant pun menjelaskan dengan raut muka sangat kesal.

Mendengar cerita putrinya, Danuarta malah tertawa.

"Sayang, dosen pembimbing memang seperti itu. Dulu papa juga dosen pembimbingnya lebih kejam, sampai papa harus nyusul ke Jerman hanya untuk mendapatkan satu buah tanda tangannya."

"Ya, tapi Brilliant gak ingin dia jadi dosen pembimbing Lian, Pa. Please, bantu Brilliant papa! Bantu cari dosen pengganti selain dia!" rengek Brilliant.

"Ya sudah. Nanti papa bantu buat dapat dosen pembimbing yang baru ya! Sudah, kamu jangan sedih. Pasti papa bantu!"

Danuarta berusaha menghibur Brilliant.

"Terimakasih banyak, Papa. Papa memang yang terbaik!" puji Brilliant seraya memeluk dan mencium pipi Danuarta.

Wajah yang awalnya kesal, seketika berubah menjadi wajah bahagia.

"Wah.. Wah, kalau sudah senang kamu selalu begini. "

"Gak apa-apa dong, Pa. Brilliant-kan anak papa yang paling cantik," ujar Brilliant.

"Pasti itu. Putri dari seorang Danuarta tidak perlu diragukan lagi, sayang," kata Danuarta dengan bangga.

Ditengah obrolan mereka, tiba-tiba Danuarta mendapatkan sebuah telepon.

Danuarta pun langsung menerima panggilan telepon tersebut.

Halo

Oh, ya tentu. Saya pasti akan datang.

Baiklah. Tunggu saja, saya pasti akan datang malam ini. Tidak ada alasan saya untuk menolak undangan, Tuan.

Baik. Senang juga bekerjasama dengan Anda.

Setelah selesai, Danuarta pun mematikan. panggilannya. Briliant yang penasaran pun akhirnya bertanya kepadanya.

"Memang papa mau nanti malam mau kemana?"

"Nanti malam papa ada undangan makan malam dengan kolega Papa dari Australia, sayang. Rekan bisnis papa yang baru, " jelas Danuarta.

"Berarti papa tidak bisa makan malam bersama Brilliant?"

"Oh, I'm so sorry. Papa malam ini tidak bisa makan malam dirumah. Papa harus datang ke undangan makan malam ini. Ini demi kerjasama perusahaan kita sayang, " ungkap Danuarta.

Brilliant pun termenung dan menunduk.

Hatinya sedih mendengar Danuarta tidak bisa meluangkan waktunya untuk makan malam bersamanya.

"Padahal malam ini adalah perayaan ulang tahun mama. Apakah papa lupa?" batin Brilliant.

"Ayolah sayang. Papa janji besok malam kita akan makan malam bersama. Tapi papa mohon untuk malam ini, izinkan papa untuk pergi!"

Brilliant pun berusaha tegar, dan melukiskan senyum di bibirnya.

"Baiklah, Papa. Papa boleh pergi, tapi papa harus janji. Besok papa harus luangkan waktu buat makan malam bersama Brilliant. "

Danuarta pun tersenyum. Ia pun mengangkat satu jari kelingking sebagai tanda perjanjian.

"Ya, sayang. Papa janji besok malam papa akan menemani Brilliant makan malam. "

Brilliant pun membalasnya dengan mengaitkan jari kelingkingnya ke jari Danuarta.

"Janji diterima...!" jawab Brilliant senang.

****

"Ma, om Davian menolak lagi. Sepertinya om Davian memang mau membujang selamanya."

Alexa pun tersenyum mendengar ucapan Becca.

"Suatu saat Om kamu akan berubah setelah dia menemukan seseorang yang penting buat dia, " ujar Alexa.

"Tapi kenapa mama harus repot-repot mencarikannya calon istri, Ma?"

"Mama hanya berusaha saja. Bagaimanapun dia adalah adik mama, mama paling tahu apa yang dia suka ataupun tidak."

"Oke, oke. Itu terserah mama saja. Hanya saja, selalu saja Becca yang kena omelannya."

"Haha... Davian memang seperti itu, tapi percayalah sejak kamu di Jepang. Dialah yang paling khawatir sama kamu, Sayang."

"Tetap saja. Dia sangat kejam dan galak, pantas tidak ada perempuan yang mendekat, " gerutu Becca.

Alexa pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. Mencoba memaklumi celotehan anaknya yang mengeluh tentang kekejaman Davian.

"Permisi, Nyonya. Ada yang ingin saya bicarakan dengan Nyonya!" ucap salah seorang pengawal.

Pengawal itu pun membisikkan sesuatu kepada Alexa. Alexa pun mendengarkannya dengan seksama.

"Baiklah. Awasi saja mereka, jangan sampai mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi. "

Pengawal itu pun langsung bergegas pergi setelah mendapat perintah dari Alexa.

Becca yang acuh tak acuh dengan informasi yang dibawa oleh pengawal tersebut, hanya menghabiskan waktu dengan memainkan ponselnya.

"Sayang, nanti malam ikut. "

"Ikut kemana, Ma?"

"Makan malam bersama para rekan bisnis perusahaan kita."

"Mama, mama kan tahu Becca tidak menyukai acara-acara seperti itu. Sangat membosankan!"

"Iya, Mama tahu. Tapi untuk kali ini saja, kamu temenin mama untuk ke acara ini."

"Emm, bagaimana kalau dengan mobil lamborghini edisi terbaru?"

Becca pun mengajukan penawaran kepada Alexa.

"Ah, kamu itu selalu saja begitu. Baiklah, lamborghini edisi terbaru."

"Deal?"

"Ok. Deal. "

"Yes, baiklah mama. Demi lamborghini, Becca rela mengikuti acara membosankan itu."

"Persiapkan pakaian paling bagus untuk malam ini. Mama ingin memperkenalkan kamu ke semua rekan bisnis, Mama."

"Tenang, Becca tidak akan pernah mempermalukan keluarga Hutomo. Mama harus yakin itu. "

"Baguslah, itu baru anak mama...!"

"Apakah om Davian datang juga, Ma?"

"Seharusnya iya. Karena ini adalah agenda para pembesar bisnis di seluruh Indonesia, sayang!"

"Setidaknya kalau ada om Davian, Becca tidak kesepian, Ma. Meskipun sikapnya sungguh menakutkan. "

"Berhentilah membicarakan Om-mu, Becca."

"Sedikit saja, Ma!" kata Becca menyunggingkan senyumnya.

***

"Apakah Tuan butuh seseorang untuk menemani Tuan nanti malam?" tawar Cindy.

"Tidak perlu. Cukup denganmu saja sebagai sekretaris saya."

"Baik, Tuan jika memang seperti itu. Saya ijin kembali ke tempat duduk saya."

Davian pun memberikan izin kepada Cindy untuk kembali ke tempatnya.

Davian pun tengah sibuk mengamati perkembangan saham perusahaan-perusahaan miliknya.

Selain sebagai dosen, Davian adalah seorang pengusaha pemilik perusahaan-perusahaan ternama di Indonesia. Bisa dikatakan, dosen hanyalah profesi yang ia gunakan untuk menutupi identitas aslinya.

Davian pun sibuk mengotak-atik laptop yang ada di depannya.

Sesekali ia pun mengecek jam yang ada di tangannya.

"Sepertinya sudah saatnya aku menyelesaikan semuanya."

Davian pun langsung beranjak dari kursi kebesarannya menuju ke sebuah ruangan tersembunyi di balik rak buku.

Dalam ruang itu ternyata ada sebuah lift yang hanya diketahui oleh Davian sendiri.

Bahkan untuk mengoperasikannya harus memakai sidik jari Davian.

Lif pun berjalan, mengantarkan Davian ke sebuah penjara bawah tanah yang sangat gelap.

Davian pun berjalan dengan tegas mendekati seseorang yang tengah terkapar dengan darah yang mengucur di bagian pelipisnya.

"Selamat datang, Tuan Davian!" sapa seorang pengawal.

"Bagaimana? Apakah dia masih terus saja bungkam?"

"Iya, Tuan. Sama sekali dia tidak ingin mengungkapkan siapa dalang dibalik kematian Ben. "

Davian pun berjalan ke arah tawanan itu.

"Tidak ada yang bisa kamu lakukan lagi, percuma saja kamu bungkam. Peti mayatmu akan tetap tersedia sebentar lagi, " ujar Davian tepat didepan tawanan itu.

"Matipun aku tidak takut. Aku akan jaga rahasia, Tuanku dari penjahat seperti kalian!!!" bentak tawanan itu.

"Hahaha.... Kau bilang aku penjahat? Apa kau tak menyadari kesalahanmu atas kematian Ben? Baiklah, jika kamu memang tidak takut mati. Sepertinya aku harus turun tangan untuk mengantarmu ke neraka...!"

Davian pun mengambil pistol yang ada di sakunya dan kemudian menembak tawanan itu.

Dorrr... dorrr.... Dorrr...

3 peluru menghujam tepat di jantungnya.

Seketika, tawanan itu pun terkapar dan mati. Darah segar pun mengalir membasahi ruangan. Namun hal itu bukanlah hal baru bagi seorang Davian.

"Kuburkan tawanan ini. Jangan sisakan sedikit pun darah manusia biadab ini disini!" perintah Davian.

Pengawal itu pun dengan segera membawa mayat tersebut dan menguburkannya sesuai dengan perintah Davian.

"Bagaimanapun caranya, aku akan mencari tahu dalang dibalik kematianmu, Ben...! Ini janji seorang Davian Magadha untukmu..!" ucap Davian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status