Wu Mei Xiang belum puas dengan respons pria tampan itu. Dia tahu pria ini mungkin saja sengaja tidak memberitahukan kebenaran padanya. Dia harus mencari tahu.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, kau memang Cheng Li. Itu sudah pasti."
Senyum Wu Mei Xiang mengembang di kedua sudut bibirnya. Dia terlihat sangat puas dan senang.
Akhirnya Cheng Li berkata, ”Benar-benar anak nakal," ucap lelaki yang dipanggil Cheng Li itu dengan sedikit mengangkat kedua sudut bibirnya.
"Kau terlihat lebih tampan dari sebelumnya," goda Wu Mei Xiang memulai permainanya. Dia sudah sering melihat pria ini walau selalu mengabaikannya dan menganggapnya sebagai teman imajiner. Namun, sekarang dia berdiri di hadapannya---terlihat sangat nyata dan bahkan lebih indah dari kenyataan yang diharapkan.
Wu Mei Xiang harus jujur kalau pria iblis ini sangat tampan.
"Iyakah? Kurasa aku bisa lebih tampan lagi," balas Cheng Li semakin mendekat pada Wu Mei Xiang. Dia sedikit menunduk dan menatap wajah gadis itu dari jarak dekat. Hanya tersisa dua sentimeter jarak keduanya.
Hidung Cheng Li yang mancung hampir beradu dengan milik Wu Mei Xiang yang tidak kalah bagus dan mancungnya.
"Jangan terlalu dekat, bagaimana kalau kau malah jatuh cinta padaku? Kau tahu, kan, aku ini banyak penggemar. Membayangkan iblis juga mencintai aku, kurasa itu agak mengerikan, Tuan Iblis yang tampan," ucap Wu Mei Xiang mengedipkan matanya sebelah kanan dan terus menatap lelaki berbaju merah itu tanpa rasa takut.
Sejujurnya dia memang sudah gugup karena terlalu dekat. Selama ini Wu Mei Xiang tidak pernah begitu dekat atau menjalin hubungan romantis dengan pria mana pun. Dia sangat menjaga jarak.
"Kau memang selalu begini," ucap Cheng Li dengan nada tenang.
"Wah! Tak kusangka kau sudah memperhatikan aku sejak lama. Coba katakan padaku, kau kan yang menyebabkan aku terjebak di sini?" tanya Wu Mei Xiang menebak-nebak dan mencoba membuat analisa tidak logis menjadi logis.
Semasa hidupnya, Wu Mei Xiang sangat tidak percaya yang namanya alam ruh, iblis dan sejenisnya. Dia mencintai logika dan hidup karena logika.
Bagaimana mungkin bermain nuklir dengan mengandai saja? Kan, tidak mungkin. Apalagi membuat perhitungan dengan kira-kira. Bayangkan berapa banyak korban berjatuhan akibat ketidakpastian itu.
"Percaya diri sekali!" protes Xiong Fan dengan suara sangat pelan.
Setelah ditegur berkali-kali dia tampak lebih menjaga sikapnya meski jauh di lubuk hatinya ingin memusnahkan yang bernama Wu Mei Xiang, karena dia sangat menyebalkan dan mulutnya terlalu lentur.
"Biar saja kau mengatakan apa saja. Buktinya, tuanmu ini memang tampak begitu tertarik padaku. Sampai-sampai pada detik kematianku, dia malah menculikku ke sini."
Wu Mei Xiang tersenyum bangga penuh kemenangan. Dia tidak peduli, apakah ucapannya benar atau tidak, itu urusan belakangan. Menyinggung orang sangat penting untuk mendapatkan informasi berguna.
“Sampai di mana tadi? Dua pelayanmu itu sangat cerewet dan selalu saja menganggu aku. Lihatlah aku sampai lupa tadi kita sedang membahas apa,” protes Wu Mei Xiang dengan wajah cemberut. Dia bahkan menggembungkan pipinya dan mengembuskan napas kasar sebagai bentuk protes dan tidak suka.
“Kau!” protes Xiong Fan dan Xiong Hai tidak suka. Mereka berdua terkejut dikatakan sebagai pelayan. Lalu Wu Mei Xiang ini sangat pandai berbicara sampai keduanya kewalahan membela diri.
Ketika Xiong Fan masih akan protes lagi, tiba-tiba ucapannya dicegah dan dipotong oleh rajanya sendiri.
"Kurangi bicara kalian!" perintah Cheng Li dengan nada dingin. Dia terlihat keren saat ini di mata gadis yang menjadi sanderanya.
Cheng Li tersenyum pada gadis itu, lalu menatap dua pria bermargai Xiao di sana dengan sangat tajam. Cheng Li seperti seseorang yang memiliki kepribadian ganda yang sudah bisa dia kendalikan. Hanya sepersekian detik saja dia sudah berubah menjadi orang lain.
“Kau bisa bebas, ini tidak baik walau tidak mengurangi kecantikanmu,” kata Cheng Li sambil melepaskan rantai di kedua kaki dan tangan Wu Mei Xiang, lalu melanjutkan, "dan kalian berdua tolong urus dia, malam ini acara harus berjalan dengan lancar. Aku tidak mau mendengarkan bantahan."
“Hah? Acara apa?” tanya gadis itu entah pada siapa saja yang mau menjawab dirinya.
Setelah berucap Cheng Li pergi meninggalkan ruangan itu dan Wu Mei Xiang berniat menghentikan langkahnya.
"Tunggu!" teriak Wu Mei Xiang dengan nada khawatir. Gadis itu mengangkat tangannya seolah hendak menahan atau menarik baju Cheng Li agar dia tidak pergi meninggalkannya.
"Ada apa?" tanya Cheng Li sedikit memutar badannya menatap Wu Mei Xiang.
Wajahnya kembali terlihat manis dan seperti seseorang yang sangat penyayang.
"Ke mana kau pergi dan bagaimana dengan aku? Maksudku ke mana dan bagaimana aku bisa pergi dari sini?" tanya Wu Mei Xiang tiba-tiba bagai anak kucing yang kehilangan ibunya, tersesat di antara pepohonan tinggi di tengah rimba.
"Kau akan tahu, tak perlu khawatir, Sayangku," ucap Cheng Li mengedipkan matanya seperti yang tadi Wu Mei Xiang lakukan lalu menghilang tanpa bekas. Pria itu sudah menghilang tanpa jejak. Hanya sepersekian detik semuanya sudah lenyap.
Wu Mei Xiang menyesal sudah menggoda lebih dulu dan sekarang dia dalam masalah. Raja iblis itu tampak lebih ahli menggoda dibandingkan dirinya. Lihatlah, sekarang gadis lugu itu merasa jantungnya agak sakit.
“Kau kenapa?” tanya Xiong Hai.
“Kurasa aku sakit jantung mendadak. Rasanya seperti tertekan, bisa saja aku akan mati lagi. Mati dua kali tidak apa-apa,” kata Wu Mei Xiang asal bicara saja. Namun, soal sakit di dada itu dia tidak berdusta.
“Omong kosong apa yang kau bicarakan? Iblis tidak sakit jantung dan bahkan tidak memilik jantung yang berdetak. Kalaupun ada, itu hanya hiasan saja,” kata Xiong Fan agak kesal. Dia sudah mulai jengah berbicara dengan iblis baru ini.
“Apa aku benar-benar sudah menjadi iblis?” gumam Wu Mei Xiang seperti menyesal atau bersedih.
“Apa yang kau harapkan? Menjadi malaikat? Apa hidupmu begitu baik sampai kau berhak diangkat jadi malaikat? Sebagai apa kau sebelumnya? Penyelamat dunia atau apa? Apa dewa berutang padamu?” dengan nada sinis Xiong Fan terus mengejek gadis itu. Setelah kepergian Cheng Li, pria itu kembali berani mengejek Wu Mei Xiang sesukanya.
“Kau tidak mengerti, kau memang bodoh. Baiklah, aku tidak akan berdebat dengan orang bodoh,” ujar Wu Mei Xiang dengan nada sombong.
“Kau bisa sombong saat ini, tapi belum tentu nanti. Mari kita lihat bagaimana nasibmu malam ini, apakah kau masih akan hidup atau bagaimana. Setelah ini berlalu dan kau masih baik-baik saja kau bisa sombong dan angkuh padaku. Bahkan, jika kau masih bertahan, kau bisa menyebut aku bawahan atau apa saja. Terserah kau!”
Xiong Fan terlalu kesal sampai dai kurang bisa menahan dirinya. Dia sudah berkali-kali menghadapi iblis dan yang paling menyebalkan ada di hadapannya saat ini.
“Baiklah, setuju,” kata gadis itu tanpa berpikir. Lagipula kalau dia menang dia akan untung dan kalau kalah, mana bisa dia rugi? Dia tidak memilik apa-apa dan tidak melepaskan apa pun. Kalau hanya mati, bukankah dia sudah mati sekali? Lalu kenapa tidak siap dengan kematian untuk kedua kalinya?
Tahun berganti, musim bergulir dan segalanya berubah. Cheng Li dan Wu Mei Xiang sudah hidup bahagia bersama keluarga dan anak-anaknya. Dua mahkluk kesepian, antara mortal dan immortal, kini menjadi satu---bersama selamanya. Cheng Li tidak pernah meragukan keputusannya. Tidak merasa sia-sia menjaga dan melindungi Wu Mei Xiang sejak masa kecilnya. Wu Mei Xiang juga sama, dia tidak pernah menyesal mati dan menjadi iblis. Dia malah berpikir bahwa menjadi iblis yang bermoral lebih baik dibandingkan manusia dengan segala akal bulus dan kelicikannya. Iblis dan manusia bisa dikatakan sama-sama memiliki nafsu, perbedaan yang utamanya, iblis mengakui bahwa dia benar-benar iblis dan hanya melakukan pekerjaan iblis. Sedangkan manusia, bisa menjadi iblis, bahkan lebih iblis dibandingkan iblis itu sendiri. Tindakannya tidak bisa ditebak karena isi hati lebih dalam dibandingkan lautan. Meski begitu, bukan berarti Anda disarankan menjadi iblis. Jadi apa pun, jadilah yang terbaik, setidaknya tidak
Cheng Li berserta ketiga anaknya berjalan menuju ruangan terlarang. Anak-anak disuruh menunggu di depan pintu masuk ruangan serba merah itu. Dari kejauhan sudah tercium aroma tidak menyenangkan dalam artian aura tuan iblis yang sedang marah atau sedih.Wu Mei Xiang tahu bahwa Cheng Li pasti akan datang merayunya. Itu sudah pasti, raja iblis itu akan sangat mudah mengiyakan perkataan anaknya, apalagi jika yang memintanya adalah Hua Ying, putrinya tersayang."Sayang," sapa Cheng Li dengan suara lembut.Dia berjalan mendekati lelaki tampan yang duduk membelakangi dirinya."Sayang," panggil Cheng Li lagi ketika dia sudah mendekat.Tak ada jawaban dari Wu Mei Xiang, bahkan dia tidak bergerak sama sekali. Pria itu diam bagai patung.Pada panggilan yang ketiga, Cheng Li mulai curiga dengan Wu Mei Xiang. Apakah dia sakit atau itu bukan dirinya? Namun, hal yang kedua pasti mustahil karena ruangan itu tersegel dan hanya mereka berdua bisa memasukinya.Cheng Li mendekat dan memeluk Wu Mei Xiang
Tak terasa waktu berjalan begitu saja. Wu Mei Xiang tidak pernah menyangka bahwa menjadi orang tua dari anak-anak iblis bisa menyenangkan, lebih indah dibandingkan hidup sebagai manusia. Dunia yang penuh dengan kemunafikan lebih tidak menyenangkan dibandingkan alam iblis sendiri.Mereka adalah iblis dan mengaku sebagai iblis dan itu lebih baik dibandingkan manusia jahat yang pura-pura menjadi malaikat padahal lebih iblis daripada iblis itu sendiri.Lupakanlah masa lalu itu dan mari berfokus mengurus anak dan bapaknya. Dua bapak seksi yang berotot dan memiliki dada bidang. Dua laki-laki yang berhasil membangun keluarga.Setelah kelahiran tiga anaknya sekaligus, kondisi Cheng Li dan Wu Mei Xiang tidak pernah sama lagi. Mereka sangat ramai saat ini. Maksudnya, sangat rusuh.Seperti yang terjadi sore ini."Hua Ling!" teriak Wu Mei Xiang meneriakkan salah satu nama anaknya."Ya? Papa, aku di sini," balas seorang anak yang duduk di sebelahnya."Bukan kau! Maksudku dia!"Wu Mei Xiang menatap
Sesampainya di rumah khusus Wu Mei Xiang dan Cheng Li, dia meletakkan tubuh lelaki itu itu atas kasur yang sudah bersih dan rapi sepertinya biasanya. Sangat jarang mereka berada di tempat itu. Untung saja dalam kondisi seperti ini, Cheng Li selalu siap siaga melakukan yang terbaik."Sakit sekali, kurasa mereka akan merobek perutku dan memaksa keluar," teriak Wu Mei Xiang dengan suara parau.Dia merasakan dirinya seperti tercabik-cabik dari dalam sana."Bersabarlah," ucap Cheng Li mencium tangannya dan menyalurkan energi kepada lelaki itu."Aku seperti akan mati."Tangis Wu Mei Xiang pecah. Baru pertama kali dalam hidupnya dia merasakan sesakit ini. Bahkan, ketika dirinya akan mati pun, dia tidak merasakan sakit sama sekali karena itu adalah kematian super cepat tanpa rasa sakit."Tidak, jangan katakan itu," ucap Cheng Li dengan nada memohon.Dia terus memberikan kekuatan semampu dirinya sambil menanti datangnya para tabib yang akan membantu persalinan darurat itu."Sialan, mengapa mer
Beberapa bulan kemudian, Wu Mei Xiang merasa perutnya seolah bisa pecah atau meledak karena sudah membesar sangat sempurna, melebihi dari yang pernah dia bayangkan."Mengapa bisa sebesar ini? Anak-anak apa di dalam sana!"Wu Mei Xiang memukul perutnya pelan sambil menatap wajahnya dan penampakan barunya di sebuah cermin besar yang seolah mengejeknya karena menampilkan wajah jeleknya. Itu, sih menurut dia. Kalau Cheng Li akan selalu menganggap Wu Mei Xiang sangat menarik, seksi dan sangat menggemaskan."Berhentilah melakukan itu, kau bisa menyakiti dirimu dan anak-anak," ucap Cheng Li memeluk pinggang Wu Mei Xiang dari belakang. Pinggang yang dulunya ramping kini sudah hampir tidak berbentuk."Kau enak saja bicara. Coba kalau kau yang hamil dan berbentuk seperti gentong. Apa kau masih bisa mengatakan hal-hal seperti itu? Apa kau akan menghibur dirimu, huh?"Wu Mei Xiang mendengus kasar mendengar pujian tidak berguna dari mulut suaminya itu."Aku mengatakan yang sebenarnya. Bagaimana ka
Selepas dari medan perang dan membuat beberapa kekacauan, Wu Mei Xiang kembali merasa bosan dengan hidupnya yang begitu-begitu saja. Anggap saja kalau dia memang sedang manja dan mencoba hal-hal lainnya.Dia dulunya seorang pekerja keras dan sekarang harus hidup dengan segala kemewahan dan segalanya tersedia."Aku benar-benar bosan, apakah memang tidak ada pekerjaan di sini?" tanya Wu Mei Xiang pada Wen Liwei."Pe-pekerjaan?"Wen Liwei gugup menjawab tuannya. Bagaimana bisa seorang raja atau pasangan raja disuruh bekerja?"Apa kau tidak tahu? Pekerjaan semacam hal yang menyenangkan."Wu Mei Xiang kesal dan hendak berlarian entah ke mana. Akan tetapi, perutnya yang membuncit membuatnya susah bergerak dengan bebas. Dia mulai bosan dan ingin segera melahirkan, barangkali anak-anak itu akan membuat hidupnya lebih berwarna nantinya."Ada apa, Sayang?"Cheng Li datang ke ruangan pasangannya selepas mengadakan pertemuan antara penguasa kota hantu dari beberapa sudut neraka."Tidak ada. Aku h