Share

Kirk Si Bajing

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-12 10:47:51

Kegiatan baru Brandon selama seminggu ini adalah mengunjungi rumah sakit tiap pagi dan pulang di sore harinya. Akan tetapi, hari ini berbeda. Brandon terlihat sibuk mengemas barang yang kebanyakan berasal darinya, seperti kotak kue, termos dan camilan ringan.

Dokter Marshall, dokter yang menangani gadis asing itu menyatakan pada Brandon bahwa luka robek di belakang kepala si gadis telah sembuh dan mengering. Gadis itu sudah diperbolehkan pulang dan harus menjalani kontrol tiap minggu. Tak ada gangguan kesehatan serius meskipun memori si gadis belum kembali. 

"Aku akan pulang kemana?" tanya gadis itu dengan sorot mata polos. Mengingatkan Brandon akan Kirk, bajing kecil yang ia rawat selama dua bulan terakhir.

"Sementara kau akan tinggal di rumah orang tuaku," sahut Brandon menahan tawa. 

"Apa mereka tidak keberatan?" Gadis itu mengusap hidungnya yang memerah.

"Seperti boneka," gumam Brandon tanpa sadar.

"Apa?" 

"Nothing. Ayo!" Brandon buru-buru meraih kursi roda yang sudah disediakan perawat beberapa saat lalu. Dia membantu gadis itu turun dari ranjang sambil memalingkan muka, untuk menutupi wajahnya yang memerah.

"Apa rumah orang tuamu jauh dari sini?" tanya gadis itu sesaat setelah mereka sampai di sebuah mobil mini cooper keluaran lama di tempat parkir.

"Sekitar setengah jam perjalanan. Masuklah," Brandon menuntun gadis itu dan mendudukkannya di bangku depan. 

Brandon memutari mobil dan membuka pintu pengemudi. Dia memasukkan kunci mobil dan menyalakan mesinnya.

"Kakakmu cantik sekali, ya. Bagaikan model, tapi aku selalu gagal mengingat namanya," celoteh gadis itu. Brandon mengulum senyum. Tak disangka, gadis di sampingnya ini cerewet juga rupanya.

"Namanya Brittany. Brittany Jean Gallagher. Tapi aku selalu memanggilnya Jean, terasa lebih mudah diucapkan."

"Aku suka nama belakang kalian, Gal-la-gher," gadis itu mengeja sembari tangannya membentuk tulisan di udara. Lalu tangannya berhenti bergerak dan membeku.

Brandon tergelak. Gadis yang aneh dan lucu. Kemampuan bahasa Inggrisnya juga mengagumkan. Gadis itu seakan sudah tinggal lama di negara ini. 

"Teman-temanku juga banyak yang menganggap bahwa Gallagher adalah nama yang keren," ujarnya sambil melirik si gadis yang ternyata juga sedang menatapnya intens.

Mereka memalingkan muka secara bersamaan. Tak menyangka pandangan mereka akan saling beradu satu sama lain.

Demi menghilangkan rasa canggung, Brandon memutar radio, mencari lagu favoritnya. Pilihannya jatuh pada suara unik Cindy Lauper yang menyanyikan lagu legendarisnya, 'Time After Time'. Lantunan merdu itu mengiringi perjalanan mereka di Sabtu pagi yang cerah di minggu pertama musim semi, hingga mobil tua itu tiba di sebuah jalan setapak yang berakhir di sebuah pagar kayu setinggi badan manusia dewasa. 

Brandon turun dari kendaraan, mendorong pagar itu sampai terbuka, lalu kembali ke dalam mobil dan melajukannya ke depan halaman rumah khas pedesaan Inggris. 

Gadis itu melongok setengah menunduk ke kaca depan mobil. "Rumah yang indah dan asri," pujinya.

Brandon tersenyum, mematikan mesin dan keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk gadis asing itu. "Come in!" ajaknya. Gadis itu menerima uluran tangan Brandon dan menggandengnya. Mereka masuk ke dalam rumah bersamaan setelah Brandon membuka kunci.

"Where is everybody?" tanya gadis itu saat tak melihat siapapun di dalam rumah. 

"Jean sedang lembur. Dia bekerja di firma hukum prestisius di London," terang David.

"Lalu, orang tuamu?"

"Itu," Brandon mengarahkan telunjuknya ke deretan foto berbingkai di atas perapian. 

Gadis itu penasaran, menghampiri perapian dan mengamati satu demi satu foto yang terpampang di depannya. Ternyata wajah tampan itu Brandon dapatkan dari sang ayah. Sedangkan mata biru dan rambut coklat berasal dari ibunya. "Ibumu cantik sekali dan ayahmu sangat tampan, persis dirimu. Ups!" si gadis menutup mulutnya, sadar kalau ia telah kelepasan bicara.

Brandon terkekeh pelan. Gadis di depannya ini begitu menggemaskan, "Jadi menurutmu aku tampan?"

"Well, yes. Aku ingin berkenalan dengan orang tuamu." Gadis itu berjalan menelusuri ruangan, menutupi rasa malu.

"Mereka sudah meninggal. Dua tahun lalu, dalam kecelakaan mobil parah."

Kalimat Brandon menghentikan langkah gadis itu, membuatnya diam terpaku. "A-aku minta maaf ... Aku tidak tahu."

"It's okay. Semua sudah berlalu. Aku tidak apa-apa. Ayo, kukenalkan pada Kirk!" Brandon menarik lengan gadis itu. Mengajaknya melintasi dapur yang temboknya terbuat dari susunan batu bata berwarna-warni dengan pilar putih melengkung di atas kitchen set. Brandon membuka pintu dapur dan menunjukkan pada gadis itu halaman belakang yang luas. Banyak tanaman hias dan pepohonan rindang tumbuh di sana.

"Itu dia Kirk!" Brandon setengah berlari menuju rumah kecil yang terletak di bawah pohon.

Gadis itu kebingungan. Entah siapa Kirk yang dimaksud. Pertanyaannya pun terjawab saat seekor bajing keluar dari rumah kecil yang ternyata kandang, lalu melompat ke telapak tangan Brandon.

"Hey, Kirk! Are you okay, little man? Aku punya teman baru untukmu. Namanya ..." Brandon menoleh ke arah si gadis dengan wajah penuh tanda tanya. "Aku tidak tahu siapa namamu," sambungnya.

"Aku juga," timpal gadis itu. Kesedihan terpancar dari matanya.

Mereka sempat saling terdiam sejenak sebelum Brandon menjentikkan jarinya. "Aku punya nama yang bagus untukmu!"

"Apa itu?"

"Daisy!"

"Daisy?" ulang gadis itu.

"Ya, bunga cantik yang memancarkan kesegaran, kebahagiaan, dan kepolosan. Persis menggambarkan dirimu!"

Gadis itu terpesona mendengarnya. Sepertinya baru pertama kali ini seorang laki-laki memujinya setinggi itu. Atau mungkin saja tidak. Entahlah, gadis itu masih belum dapat mengingat apapun tentang dirinya.

"Aku suka. Daisy. Panggil saja Daisy!" gadis itu menyalami Brandon, mengulangi perkenalan mereka kembali.

"Baiklah, Daisy! Salam kenal! Aku Brandon."

Mereka pun tertawa di bawah pohon Beech, pohon rindang dengan daun rimbun, bersama Kirk yang ikut bercicit.

Dari ambang pintu dapur, sesosok wanita jelita dengan tubuh tinggi semampai, melihat pemandangan itu dengan raut penuh keharuan. "Will she be the one, little brother?" bisiknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • My Love From Thames   Happiness Is Real

    "Namun, sebelum itu, kami harap anda hadir ke kantor untuk memberikan sedikit kesaksian," sela salah seorang polisi yang berdiri di samping Hendra."Iya, tentu," Zivanna mengangguk. Meskipun matanya lembab dan pipinya basah oleh air mata. Akan tetapi, dia merasa sangat lega saat itu."Bagaimana, Daisy? Apakah kau bersedia pulang ke London bersamaku? Ataukah Raja ...."Zivanna langsung menghentikan kalimat Brandon dengan menempelkan telunjuknya di bibir tipis kemerahan pria asli Inggris tersebut. "Aku tidak akan kembali pada Raja, Brandon. Sedari awal, aku sudah jatuh cinta padamu," tutur Zivanna."Benarkah?" Brandon menatap paras cantik itu lekat-lekat. "Katakan sekali lagi," pintanya."Aku mencintaimu, Brandon. Aku sangat mencintai dan merindukanmu," ucap Zivanna penuh keyakinan."Apakah itu artinya ... kau bersedia menikah denganku?" tanya Brandon lagi dengan sorot tak percaya.Zivanna mengangguk kuat-kuat."Ya, Tuhan. Ini seperti mimpi," Brandon mengangkat tubuh Zivanna tinggi-ting

  • My Love From Thames   Free Life

    "Tidak," wajah Zivanna memucat. Dia mundur perlahan sampai punggungnya menabrak sandaran kursi makan. Dia berniat untuk melarikan diri. Namun, sebelum hal itu terjadi, para pengawal Wiyasa sudah lebih dulu menangkap dan mencekal tubuh rampingnya."Menyerah saja, Nak. Tak ada gunanya kamu melawan. Kita akan mati bersama-sama di rumah tua ini," Atmariani memiringkan kepala. Dia memperhatikan kecantikan paras Zivanna yang berada di atas rata-rata. "Sebenarnya aku merasa sayang jika gadis secantik kamu harus berakhir mengenaskan. namun, ini adalah harga yang wajib kamu bayar karena telah menghancurkan kehidupan kedua putri kami.""Aku cucumu, Nek," Zivanna mulai terisak. Dia tak dapat menerima kegilaan ini. Tak pernah Zivanna sangka bahwa dia akan mati di tangan orang-orang yang seharusnya menyayangi dan menjaganya setulus hati."Tidak," Wiyasa menggeleng. "Dari awal, kami tidak pernah mengakui kebodohan Rosanna yang memilih untuk kawin lari ke luar negeri. Dia bahkan hamil dan melahirkan

  • My Love From Thames   End of The Line

    Zivanna terbangun ketika cahaya matahari menerobos masuk melalui lubang kecil di jendela kamar yang berlubang. Sudah tiga malam dia tidur di rumah tua yang terkesan aneh tersebut. Selama rentang waktu itu, dia tak bisa berhubungan dengan dunia luar. Entah bagaimana kabar Raja beserta keluarganya.Zivanna menguap, lalu bangkit perlahan seraya mengamati daun jendela yang berlubang di sana-sini. Penasaran, Zivanna beringsut turun dari ranjang dan mendekat ke daun jendela. Lubang-lubang kecil itu membentuk lingkaran sempurna. "Jendela itu terkena peluru," ujar seseorang secara tiba-tiba. Sontak Zivanna berjingkat saking terkejutnya, lalu membalikkan badan. Tampak Atmariani tengah berdiri di ambang pintu sambil membawa nampan berisi secangkir teh dan semangkuk bubur ayam."Sarapan dulu," ujarnya datar. Atmariani melangkah masuk dengan gayanya yang selalu terlihat anggun. Dia meletakkan nampan tadi ke atas nakas. "Setelah itu, bersiap-siaplah. Kami akan membawamu berjalan-jalan keluar.""K

  • My Love From Thames   Seek of Revenge

    Hendra tersenyum puas karena berhasil mengajak ayah kandung Zivanna untuk bertemu di London. Sekarang giliran Brandon yang dia tuju. Brandon Gallagher memiliki kekuatan dan pengaruh yang cukup besar untuk membantu Hendra menjemput Zivanna. Dengan langkah terburu-buru, Hendra berjalan menuju apartemen mewah Brandon. Sayangnya, pria yang hendak ditemuinya itu sedang mengadakan pertemuan di sebuah restoran dengan mantan kekasih yang kini menjadi saingan bisnisnya, yaitu Camilla."Katakan apa keperluanmu. Aku tidak punya banyak waktu," ujar Brandon dingin dan datar."Aku hanya ingin mengajukan kerja sama. Kudengar, kau kembali aktif dalam perusahaanmu," tutur Camilla, masih dengan gayanya yang tampak selalu percaya diri."Aku tidak tertarik untuk bekerja sama dengan siapapun. Aku hanya berfokus pada memperbaiki sistem dan rencana bisnis ke depannya," tolak Brandon tanpa basa-basi."Selama ini perusahaanmu dalam posisi autopilot dan dikendalikan sesekali oleh Liam. Kau pasti mengetahui ji

  • My Love From Thames   Danger

    "Apa cuma ini barang-barangmu?" tanya Atmariani dingin. Zivanna menjawabnya dengan anggukan pelan."Ya, sudah. Kebetulan, di rumah nanti, kamu akan mendapat barang-barang dan pakaian baru. Ditinggal di sini juga tidak apa-apa," saran Wiyasa. Raut ramah yang senantiasa ditampakkan di hadapan keluarga Atmaja, seolah sirna. Ekspresinya saat menghadapi Zivanna, terlihat begitu dingin dan datar."Ayo, jangan buang-buang waktu," Atmariani menyodorkan koper Zivanna pada salah seorang anak buahnya sambil memberikan isyarat pada anak buahnya yang lain untuk mengapit Zivanna agar tak melarikan diri.Zivanna sendiri sudah pasrah atas semua yang akan dilakukan oleh Atmariani dan suaminya. Dia juga tak mengucapkan sepatah katapun sampai dia memasuki mobil SUV keluaran lama.Di dalam kendaraan, Zivanna hanya terdiam, sampai mobil itu berhenti di sebuah rumah tua di pinggiran kota Jakarta."Rumah siapa ini?" tanya Zivanna pelan.Wiyasa tak segera menjawab. Dia malah membantu Atmariani untuk turun da

  • My Love From Thames   Wrong Path

    "Apa mereka menyakitimu, Nak?" Hana mulai was-was dengan keadaan Zivanna. "Tidak, Tante. Hanya saja saya kecewa ketika Tuan dan Nyonya Gumilar mengatakan bahwa Raja tidak akan datang kemari. Dia juga membatalkan rencana pernikahan kami," jawab Zivanna lesu. "Itu yang terbaik untuk kalian, Zi," sahut Hana dengan segera. "Bolehkah tante menanyakan sesuatu padamu?" "Silakan, Tante." "Apakah kamu mencintai Raja ataukah hanya merasa berutang budi padanya?" tanya Hana lugas. "Saya ...." Hening sejenak. Zivanna tak melanjutkan kata-katanya. Hana hanya dapat mendengar desah napas gadis cantik itu. "Raja melakukan segalanya demi saya. Sekarang saatnya saya membalas semua kebaikan Raja. Apapun yang dia inginkan, akan saya lakukan," lanjut Zivanna pada akhirnya. "Jadi, apakah kamu mencintai Raja?" Hana mengulang pertanyaannya. Zivanna kembali terdiam, sampai-sampai Hana harus menunggu beberapa saat lamanya. "Cinta bisa tumbuh seiring waktu. Tidaklah sulit untuk mencintai Raja, Tante," jaw

  • My Love From Thames   Secret Agreement

    "Astaga, bisa tidak kalian berhenti bercanda," Raja terkekeh. Namun, sorot matanya menunjukkan rasa sedih yang mendalam. "Tolong, berhentilah, Raja. Sudah cukup kamu mati-matian berkorban untuk Zivanna. Sekarang, saatnya fokus pada keluargamu. Berapa lama keluarga ini ditinggalkan saat kamu didakwa sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Rosanna? Pernah tidak, sekali saja, kamu berpikir tentang perasaan mama yang hancur melihat putranya duduk di kursi pesakitan?" ujar Hana panjang lebar. "Pernah tidak, kamu memikirkan kondisi mama yang benar-benar sedih dan terluka? Apakah sepenting itu Zivanna buatmu, Nak? Sampai-sampai kamu menepiskan keberadaan kami?" tampak jelas raut kecewa dari wajah Hana. Sementara Raja hanya bisa terdiam. Dia terpekur memikirkan ungkapan hati sang ibu. Selama ini memang dia terlalu fokus pada Zivanna, hingga melupakan keberadaan keluarganya. "Ah, sudahlah. Aku istirahat dulu. Kepalaku pusing sekali," tanpa menunggu tanggapan Raja, Hana segera berlalu dari

  • My Love From Thames   Raja's Choice

    "Apa maksudnya dengan melepaskan mama?" sentak Raja. Tangannya terkepal kuat sembari melangkah mendekat. Diliriknya sang ayah yang lebih banyak menunduk dan tak banyak bicara. "Lelucon macam apa lagi ini, Pa?" geram Raja. "Mama harap kamu bisa mengerti, Raja. Perusahaan kita dalam bahaya. Tak hanya itu, nyawa mama juga terancam. Kamu lihat sendiri, tak ada siapapun di rumah kita selain pengawal Ibu Gumilar dan Pak Wiyasa. Sebesar itulah pengaruh mereka dalam keluarga ini," tutur Hana dengan raut pilu. "Tidak! Ini semua sama sekali tidak masuk akal," Raja menggeleng kuat-kuat. "Sejak kecil sampai sekarang, aku tidak pernah mendengar nama Atmariani dan Wiyasa. Mama dan papa tidak pernah menyebut nama itu satu kalipun," tolaknya. "Itu karena kedua orang tua kita menyembunyikan semuanya dari kita," sahut Dewa. "Suka atau tidak, inilah kenyataannya, Raja. Tuan dan Nyonya Gumilar hendak membawa ibu kita." "Ananda pasti sudah pernah mengenal Rosanna dan Maria, dua putri kami. Nak Raja bi

  • My Love From Thames   Worried

    "Apa kamu suka?" tanya Raja lembut seraya memijit pundak Zivanna. "Suka," Zivanna mengangguk sambil tersenyum samar. Suasana dan desain interior apartemen itu mengingatkannya akan rumah Brandon di desa. Raja bukannya tak tahu perubahan air muka Zivanna, tetapi dia berusaha untuk tidak menghiraukan itu semua. "Memang semuanya membutuhkan proses, Zi. Kamu sudah terbiasa tinggal di Inggris," tuturnya lembut. "Iya," Zivanna memaksakan tawa. "Terima kasih, ya. Kamu pengertian sekali," kedua tangannya terulur, menangkup paras rupawan Raja. "Aku mencintaimu, Zi," Raja mendekatkan wajah, hendak mencium bibir gadis yang telah membuatnya tergila-gila. Namun, dering telepon genggam miliknya lebih dulu menggagalkan niat Raja. "Ah, tunggu sebentar. Ini nada dering khusus milik Papa," ujar pria tampan itu sebelum meraih ponsel dan menerima panggilan. "Ya, halo," sapa Raja dengan raut kalem. Sesaat kemudian, raut wajah kalem itu berubah tegang. Raja diam mendengarkan tanpa mengucapkan sepatah k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status