Share

Melepaskan Posisi Pewaris

05

Sepanjang siang hingga malam, Chyou menemani Earlene di kamarnya. Sekali-sekali pria berkaus hitam lengan panjang akan keluar kamar untuk meregangkan otot. Kemudian dia kembali karena mengkhawatirkan kondisi sang nona.

Seusai bersantap malam, Earlene menekan-nekan remote televisi untuk mencari tayangan menarik. Namun, karena tidak menemukan yang sesuai dengan keinginannya, perempuan bermata sipit akhirnya memutuskan menonton film romantis dari negeri Hollywood.

"Nona, kalau diizinkan, saya mau istirahat," tutur Chyou.

Earlene melirik pengawalnya, kemudian mengangguk mengiakan. "Ya, boleh."

"Terima kasih."

"Besok kita ada pertemuan dengan Paman Liu Wei."

"Baik. Saya akan menyiapkan teman-teman untuk ikut mengawal."

"Setelahnya, aku mau jalan-jalan sebentar. Karena lusa kita sudah pulang."

"Ya, Nona."

Chyou berdiri dan merunduk sedikit. Dia menegakkan badan, lalu mengayunkan tungkai menuju pintu. Earlene memperhatikan lelaki bertubuh tegap hingga menghilang di balik pintu. Kemudian dia mengalihkan pandangan ke televisi.

Dering ponselnya mengejutkan Earlene. Dia menggapai benda itu dari meja, lalu mengecek nama pemanggil. Perempuan bersweter ungu mengernyitkan kening karena penasaran dengan maksud Kinsey menghubunginya.

"Ada apa?" tanya Earlene, sesaat setelah menyahut sapaan sepupunya.

"Cici harus segera pulang," terang Kinsey, Anak bungsu Sophie dan Dixon.

"Maksudnya?"

"Ada yang melaporkan pada Kakek, jika Cici sering pesta dan clubbing."

Earlene mengangkat alisnya, kemudian berdecih. "Itu semuanya bohong."

"Ya, tapi ... Koko Grandel memiliki foto-foto Cici yang sedang berpesta."

"Itu pasti foto lama yang diedit."

"Mungkin begitu."

"Aku penasaran, kenapa kamu memberitahuku tentang ini? Bukankah harusnya kamu ikut menentangku?"

"Paman tertua dan Cici adalah orang-orang yang menolongku saat tertimpa masalah, dulu. Kini giliranku untuk membantu Cici. Karena keluargaku bersikukuh menolak posisi Cici sebagai pewaris utama."

Earlene tersenyum miring. "Kamu tahu? Sebenarnya aku tidak peduli dengan posisi itu. Bahkan aku berpikir hendak melepaskan hak sebagai pewaris utama."

Kinsey terdiam sejenak. "Itu semuanya terserah Cici. Aku tidak mempermasalahkan siapa pun yang akan memimpin keluarga kita nanti. Tapi ... aku khawatir Koko Grandel akan tidak kompeten."

Earlene nyaris terkekeh, tetapi ditahannya. "Aku mau istirahat. Nanti kita bicara lagi."

"Baik, dan selamat malam."

Earlene memutus sambungan telepon. Dia menggeleng pelan karena sepertinya Grandel masih ingin mengajaknya beradu urat leher. Earlene lelah dengan berbagai kekisruhan akibat perebutan harta dan ingin melepaskan semuanya agar bisa hidup lebih tenang.

Sementara di kamarnya, Kinsey merenung. Dia tidak setuju dengan tindakan keluarganya yang melakukan berbagai cara untuk merusak nama baik Earlene.

Terbayang kembali masa-masa semua cucu keluarga Yang masih akur. Dia sering menghabiskan waktu berjalan-jalan bersama Earlene, Carver dan Darren. Namun, semuanya seketika berubah setelah Earlene ditetapkan sebagai pewaris utama.

Kinsey tidak menyalahkan Robert dan Martha yang mengubah susunan pewaris. Sebab Yvete memang sudah melanggar aturan tidak tertulis dalam keluarga, yang tidak menyukai kehamilan di luar pernikahan.

Kinsey memahami kenapa Papa dan mamanya memaksa untuk menjadikan Yvete sebagai pemimpin keluarga di masa depan. Tentu saja karena di antara ketiga anak Robert, hanya Sophie yang tidak memiliki perusahaan sendiri.

Dixon juga bukanlah pengusaha andal. Beberapa perusahaannya tidak ada yang bertahan lama. Selain itu, Dixon dan keluarga Zhang gemar berjudi. Hal itulah penyakit kronis yang menggerogoti keuangan keluarga Zhang, yang akhirnya merembet ke keluarga Yang.

Kinsey bingung, karena sejak awal dia tidak setuju dengan berbagai cara yang dilakukan keluarganya untuk menjegal Earlene. Namun, Kinsey tidak akan mendukung mereka. Sebab dia berutang budi pada Graham dan Earlene.

***

Pertemuan di ruang rapat kantor LW Grup, tidak bisa diikuti dengan baik oleh Earlene. Kepalanya yang kembali berdenyut sejak pagi, menyebabkan perempuan bersetelan blazer hijau, sulit berkonsentrasi.

Seusai rapat, Earlene tidak ikut beramah tamah dengan peserta rapat lainnya. Beralasan hendak mengejar penerbangan ke Guangzhou, Earlene berpamitan pada pemilik perusahaan yang merupakan salah seorang sahabat ayahnya.

Sekian menit berikutnya, Earlene telah berada di lantai dasar gedung puluhan lantai. Chyou dan Yuze serentak berdiri. Mereka mendatangi Earlene yang mengajak keduanya untuk segera pergi.

"Aku ingin kembali ke hotel," tutur Earlene, sesaat setelah mobilnya bergerak keluar area parkir gedung perkantoran.

"Bukannya Nona mau jalan-jalan?" tanya Chyou yang mendampingi nonanya di kursi belakang mobil sedan hitam.

"Tidak jadi. Kepalaku sakit lagi."

Chyou mengangguk paham. "Nona terlalu memaksakan diri. Padahal belum pulih."

"Aku tidak punya pilihan. Ini pertemuan penting. Setelah ini, aku harus mengerjakan proyek lainnya."

Chyou memperhatikan perempuan berambut panjang yang sedang memijat pangkal hidungnya. Chyou mengkhawatirkan kondisi kesehatan Earlene yang tiba-tiba drop. Padahal sebelumnya sang bos sangat sehat.

Chyou terkesiap kala Earlene tiba-tiba menatapnya. Pria berkemeja putih spontan mengulaskan senyuman, yang dibalas hal serupa oleh Earlene. Keduanya saling menatap sesaat, sebelum sama-sama mengalihkan pandangan ke arah yang berlawanan.

Chyou merasa bingung, karena dadanya berdesir saat beradu pandang dengan Earlene. Pria berahang kokoh cepat-cepat menggeleng kala menyadari posisinya yang merupakan pegawai perempuan tersebut.

Chyou mulai berpikir untuk mengajukan permohonan berhenti sebagai pengawal Earlene. Dia tidak bisa terus-terusan bersama perempuan di sebelah kanan. Sebab dia takut akan benar-benar jatuh hati pada Earlene, yang akan berimbas pada penyamarannya.

Sesampainya di tempat tujuan, Chyou mengawal Earlene hingga tiba di kamarnya. Pria bermata sipit hendak berpindah ke ruangan sebelah, tetapi Nona muda Yang meminta ditemani.

"Aku dengar, Koko Grandel tengah berusaha memfitnahku," tukas Earlene, sesaat setelah keduanya duduk di kursi yang berhadapan.

Chyou mengangguk. "Saya sudah tahu tentang itu, Nona," sahutnya.

"Kenapa kamu tidak memberitahuku?"

"Saya mau menceritakannya kemarin, tetapi Nona sedang sakit. Jadi saya menundanya."

Earlene mendengkus. "Harusnya kamu cerita saja."

"Maafkan saya."

"Hmm, ya."

"Apa kepala Nona masih sakit?"

"Hu um."

"Mau minum obat lagi?"

"Ya."

Chyou membuka tas kecilnya dan mengeluarkan benda yang dimaksud. Dia memberikan kemasan obat pada perempuan berleher jenjang, kemudian berdiri untuk mengambilkan minuman buat Earlene.

Selama belasan menit berikutnya suasana hening. Keduanya sama-sama fokus pada ponsel masing-masing. Chyou mengulum senyuman menyaksikan perdebatan semua sepupunya dari ketiga klan di grup pesan khusus keluarga. Tawanya menguar dan mengejutkan Earlene.

"Apa yang membuatmu tertawa?" tanya perempuan berhidung mancung.

"Ini, Nona. Sepupu-sepupu saya, mereka kalau berdebat di grup pesan, akan sangat ricuh," jelas Chyou.

"Apakah kalian sangat dekat?"

"Ya, terutama karena kami tumbuh kembang bersama." Chyou terdiam sejenak, kemudian melanjutkan perkataan. "Keluarga saya yang di Indonesia, walaupun kami jarang bertemu, tapi kami cukup akrab."

"Bagaimana tentang Indonesia? Apakah sangat indah?"

"Betul, Nona. Saya sudah mengunjungi beberapa kota dan tempat wisata di sana. Semuanya menakjubkan."

"Aku belum pernah ke sana. Ingin juga bisa berlibur ke daerah tropis."

"Mari, Nona. Saya temani."

Earlene mengulaskan senyuman. "Tunggu aku bisa cuti. Baru kita berangkat ke sana."

Chyou manggut-manggut. Keduanya beradu pandang sejenak, kemudian pria berambut cepak berdiri. "Saya mau ke kamar. Nona, silakan beristirahat."

"Hmm, ya."

Earlene ikut berdiri dan hendak jalan ke meja rias. Namun, kepalanya tiba-tiba berdenyut kuat. Earlene terhuyung-huyung dan Chyou segera memeganginya.

Perempuan berkulit putih mencengkeram lengan kanan sang pengawal untuk berpegangan, sesaat sebelum dunia berputar cepat dan pandangannya menggelap.

Chyou menahan agar Earlene tidak jatuh ke lantai. Dia merunduk dan mengangkat sang nona, lalu jalan secepat mungkin menuju tempat tidur.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Risty Hamzah
Epek kecapean apa earlen hamil ya sakit nya
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
nah kan sakit kecapean ini mah si earlene ini kasihan banget sih
goodnovel comment avatar
annisa syifa
duhh...earlane kayaknya beneran drop banget deh ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status