Kedatangan seorang dewa ke bumi seketika disambut dengan suara gemuruh petir saling menyala dan bersahutan di langit. Warna langit yang awalnya biru cerah pun perlahan-lahan kian menggelap tertutup awan hitam dan kabut tebal hingga tidak ada tersisa sedikit pun celah untuk cahaya matahari menyelinap masuk di bawahnya. Hal tersebut tentu saja membuat keadaan bumi tempat dewa berpijak menjadi gelap gulita tanpa ada cahaya penerang sedikit pun.
Manifestasi dari sang dewa adalah selayaknya manusia biasa, tetapi tentu saja dengan rupa yang tampan memikat hati manusia serta kekuatan dahsyat yang tidak akan mungkin dapat tertandingi oleh insan biasa. Dia adalah dewa Charos, salah satu dari sekian banyak dewa dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Namun, jika dibandingkan dengan para dewa yang lain, maka dewa Charos sungguh terkenal dengan sikap ambisiusnya hendak menguasai seluruh alam di Jagad raya ini. Selain itu dewa Charos pun bisa sangat kejam apaPeluh keringat telah membasahi sekujur tubuh James. Napasnya memburu tak beraturan sebab kelelahan berlari seharian penuh. Lolongan serigala benar-benar merenggut keberanian James hingga menyisakan rasa takut yang menggerogoti relung hatinya. Ketimbang takut nyawanya ada dalam bahaya, James lebih takut dan mengkhawatirkan nyawa putri terkasihnya; Anarhan. Keselamatan buah cintanya dengan Selena jauh lebih berharga dari apa pun bahkan jika ditukar dengan nyawanya sekalipun. Sekujur tubuh James timbul ruam kemerahan serta goresan luka sebab terkena berbagai macam rumput tajam di hutan belantara tadi. Betapa menunjukkan sungguh tunggang langgang ia melarikan diri dari kejaran kaum serigala. Langkah kaki James berjalan tungkak sebab nyeri dan sakit, sementara bangunan rumahnya telah ada di depan mata. Maka dari itu, susah payah James melangkah menahan sakit guna masuk ke dalam rumahnya. Tempat untuk kembali pulang mencari kehangatan dan keamanan
Sorot mata James yang tajam menelisik setiap orang yang ia temui satu persatu. Bahkan tidak hanya sampai di situ saja, James juga menyelidiki sikap dan karakter mereka semua. Menurutnya, sebagai seorang ayah ia harus memastikan sendiri sikap orang yang kelak akan menjadi orang tua asuh Anarhan sebelum benar-benar lepas tangan akan kehidupan Anarhan. James tidak masalah jika orang tua asuh Anarhan adalah orang dengan strata ekonomi yang teramat biasa bahkan sampai bisa dikatakan orang di kalangan ekonomi bawah, sebab yang menjadi tolak ukur baginya dalam menitipkan Anarhan bukan kekayaan harta benda, melainkan kebaikan dan ketulusan hati. Percuma James menitipkan Anarhan kepada orang kaya bila orang tua asuh putrinya itu tidak menyayangi Anarhan dengan sepenuh hati. Justru James khawatir bahwa ketamakan mereka akan menimbulkan bahaya bagi Anarhan yang polos. Bagaimana pun Anarhan bukanlah manusia biasa. Di dalam tubuhnya telah bersemayam darah mendiang rat
James menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan. Ditatapnya dengan lamat wanita yang tengah menangis menumpahkan isi hati di hadapannya ini. "Mungkin semesta telah sengaja mempertemukan kita di waktu yang sangat tepat, Maila," ujar James dengan senyum lembut terpatri di wajahnya yang tampan. Sontak saja pernyataan yang James lontarkan menimbulkan tanda tanya besar di relung hati Maila yang tidak mengerti ke mana arah pembicaraan laki-laki itu. Bahkan dahi Maila sampai mengernyit menciptakan beberapa buah lipatan sebab kebingungan yang sungguh melanda pikirannya. "Apa maksudmu, James?" Pertanyaan itu akhirnya keluar juga dari bibirnya. Ditatapnya balik netra James yang tengah memandangi dirinya dengan raut misterius yang tidak bisa Maila tebak sesuatu apa yang ada di baliknya. "Mendekatlah kemari, Maila," tutur James membuat Maila kembali mengernyit heran. Namun, tidak urung ia tetap mengikuti instruksi pria itu. Sete
Tujuh tahun kemudian .... Suara derap langkah kaki terdengar begitu halus padahal si empu sedang berada di tengah hutan memijak rerumputan, daun kering, dan ranting-ranting pohon. Dua orang yang berjalan saling beriringan itu memang telah memiliki insting pemburu sebab sudah sering kali melakukan hal ini di hutan belantara. "Sepertinya hari ini rezeki kita adalah daging kelinci, Anarhan," bisik seorang pria berusia matang kepada putri kecilnya yang cantik jelita. Gadis kecil bernama Anarhan itu seketika mendongak ke atas untuk menatap sang ayah. "Benarkah, Ayah?" sahut gadis kecil itu tidak kalah pelan dari suara sang ayah. Pria bernama John yang Anarhan panggil ayah itu mengangguk tipis guna menimpali pertanyaan putri cantiknya. Ia sangat fokus membidik sasarannya menggunakan sebuah panah berbusur sangat tajam. Sreet Hanya dengan sekali lepas, busur panah berwarna jingga kehitaman itu me
Bangkai kelinci hasil buruan John dan Anarhan di hutan tadi sekarang telah berpindah ke tangan Maila. "Terima kasih, ya, Anarhan," papar Maila tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada putrinya yang langsung memberikan kelinci buruan itu kepadanya saat diminta tanpa mengulur waktu. Sebagai seorang ibu asuh bagi Anarhan, maka Maila sama sekali tidak merasa malu memberikan apresiasi dan menghargai apa saja hal kecil yang Anarhan lakukan selama perbuatannya itu mengandung unsur kebaikan. Maila dan John sepakat untuk mengajari Anarhan mengenai adab, sopan santun, dan tata krama melalui contoh nyata yang bisa mereka lakukan. Itu karena Maila maupun John sangat menyadari bahwa anak kecil adalah peniru paling hebat. Anak kecil akan dengan sangat mudah meniru apa pun yang kedua orang tuanya lakukan, baik itu perbuatan baik atau pun perbuatan buruk. Hal itu disebabkan pada usia anak kecil otak hanya memiliki kemampuan sebatas bisa meniru apa yang matanya lihat
Setelah John pergi ke hutan, tersisa Maila bersama dengan Anarhan di rumah. Padahal Maila sudah berulang kali menyuruh putrinya untuk tidur, tetapi memang pada dasarnya Anarhan cukup bandel jadi dia tidak mau menurut kepada ibunya dan malah bermain sendiri di depan rumah. Maila sampai lelah memberi tahu Anarhan dan berakhir ia menyerah membiarkan Anarhan melakukan apa pun yang gadis kecil itu inginkan. Selama hal tersebut tidak berbahaya maka Maila memilih untuk diam saja tanpa berkomentar. Nasib memiliki anak yang kelewat aktif seperti Anarhan, Maila menjadi sangat kewalahan jika harus menghadapinya sendirian. Jika ada sang ayah di rumah, maka suaminya itu yang akan memantau putri kecil mereka jika Maila masih sibuk memasak. "Belum selesai, ya, Bu?" Tiba-tiba saja suara Anarhan yang menggemaskan muncul di samping Maila membuat wanita itu seketika terlonjak karena rasa terkejut yang menderanya. "Ya ampun, Sayang. Kau berjalan
Maila menelan saliva dengan susah payah sebelum bercerita yang sebenarnya kepada sang suami. Sorot matanya menatap John dengan raut kebimbangan. "Tadi saat aku ingin memasak daging kelinci, aku menitipkannya terlebih dahulu kepada Anarhan karena belum dibersihkan, sedangkan aku pergi ke kamar mandi sebentar. Akan tetapi, sepulangnya dari kamar mandi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Anarhan memakan daging kelinci yang mentah itu dengan sangat lahap, John. Padahal saat aku periksa daging itu masih belum bersih sepenuhnya. Masih ada darah yang tersisa. Rasanya jika waktu kembali terulang aku tidak ingin melihat hal menjijikkan seperti itu." Maila menjelaskan perasaan yang ia rasakan kepada sang suami dengan sabar dan perlahan. "John, apa mungkin Anarhan anak asuh kita itu bukan manusia biasa?" John tersenyum tipis berusaha bersikap tenang agar membuat istrinya ikut tenang juga. John tidak ingin membuat istrinya semakin p
"Hutannya kurang jauh, Bibi! Tidak seru ah," gerutu Anarhan kecil dengan raut sebal. Padahal ia sangat ingin bermain lebih jauh lagi seperti saat biasanya ia pergi ke hutan bersama dengan ayahnya. Akan tetapi, ternyata bibi Sarah hanya mengajaknya masuk ke hutan yang letaknya tidak jauh dari perkampungan tempat mereka tinggal. "Diamlah kau! Kita ke hutan untuk memburu hewan yang bisa dimakan, bukan untuk bermain," sungut Sarah memerahi Anarhan balik. Diam-diam Anarhan mencibir di belakang Sarah. Bahkan bibirnya tanpa sadar monyong beberapa kali karena mengejek wanita tua itu. "Memangnya di sini ada hewan??" seloroh Anarhan dengan wajah memberengut tidak suka. "Mana aku tahu!" hardik Sarah dengan emosi yang sudah meletup ke permukaan. "Nah, 'kan? Sudah aku katakan kita ini kurang masuk ke dalam hutan. Bibi Sarah, dengar, ya! Aku itu sudah sering pergi berburu bersama ayahku. Setiap kali berburu pasti kami selalu ke tengah h