Share

BAB 07

Vera dan Danno menikmati hari libur mengunjungi salah satu cabang kedai es krim di kota ini. Keduanya duduk berdua di meja yang dekat dengan jendela. Saat mereka datang masih terlalu pagi, jadi belum terlalu ramai.

"Sayang, tumben kamu nggak ngomel lagi," kata Danno memandangi Vera yang duduk di seberang meja darinya.

"Kenapa harus ngomel?" Vera menjilati es krim cone sambil menikmati pemandangan jalan raya yang sudah ramai.

"Kita hari ini jadi ke kantor polisi?"

"Iya lah, sebelum mereka tahu apa yang terjadi, lebih baik kooperatif sama mereka.'

"Tapi, bukannya bagus mereka nggak tau itu punyaku."

"Bukan nggak tau, tapi belum tau. Udahlah, nanti habis makan siang, kita ke kantor polisi lalu ngaku kalau itu jepit dasi punya kamu."

"Kenapa nggak sekarang aja?"

"Kamu nggak liat aku sedang apa?"

Danno tersenyum. "Istriku jahat banget, selalu ngutamain es krim ketimbang aku. Aku cemburu, loh."

"Kamu ngeselin, kalo es krim 'kan nyenengin." Vera balas tersenyum.

Danno berdiri sedikit, lalu nekad melahap sisa es krim yang ada di tangan Vera.

Vera kaget sampai melongo. Semua es krim sudah dimakan, tersisa cone atau kerucut saja di tangan. "HEI!"

Danno duduk kembali sambil tersenyum jahil. Dia mengancam, "sekali lagi kamu bandingin aku sama es krim, aku makan lagi es krim kamu."

"Beli'in aku es krim lagi!"

"Nggak mau."

"Cepetan."

"Beli sendiri dong, ngapain nyuruh? itu meja pesannya ada disitu ..." Danno bertopang dagu di atas meja, masih tersenyum.

Dia suka menghabiskan waktu dengan menggoda Vera. Semakin wanita itu jengkel, maka semakin dia gemas.

Kesal, Vera mengancam, "cepet beliin aku es krim lagi, atau aku bakalan bersaksi kalo kamu udah mukulin pria itu sampe babak belur sebelum ditemukan tewas. Lima tahun hukumannya ... kamu dipenjara, kita cerai, aku nikah lagi, kamu bebas, aku udah punya anak sama pria lain."

Senyum jahil Danno luntur. Makin kesini, istrinya makin pintar bicara. Apa karena dia pengacara sekarang?

"Perkara es krim aja sampe ngomongin nikah lagi," gerutunya sambil berdiri dengan agak malas.

Vera menahan tawa. Dia menepuk bokong sang suami saat berjalan melewatinya.

"Apa?" Danno menoleh. Dia masih kelihatan kesal, meskipun hanya bercanda, tapi dia tak sanggup membayangkan Vera menikah lagi.

"Cepetan, jangan lama-lama."

"Iya." Danno membungkuk sebentar untuk mengecup kening Vera sesaat, baru kemudian pergi ke meja pemesanan. Tampaknya, dia tidak peduli dipandangi beberapa orang, termasuk pegawai es krim.

Vera baru sadar kalau di tempat umum, jadi dia sedikit malu, lalu melihat keluar jendela.

Danno menunggu antrian di depan meja pemesanan, ada wanita yang mengantri di sebelahnya.

Dia sesekali menoleh ke Vera, tapi tak sengaja— dia melihat pria berjaket kulit tengah masuk ke dalam sini.

"Mas? Mas?" Suara pegawai es krim menegurnya.

Danno mengabaikannya. Dia terkejut melihat si pria mencurigakan berani menghampiri meja sang istri.

Pria asing itu merogoh saku jaket kulitnya, mengeluarkan sesuatu.

Mengira itu senjata tajam, insting liar Danno bangkit seketika. Tubuhnya seperti bergerak sendiri saat panik.

Ia berlari mendekat, lalu mencengkram kepala pria misterius itu— dan menghantamkan wajahnya ke atas meja, lalu melakukan kuncian Hammerlock— melumpuhkan bahu lawan dengan meletakkan lengan di belakang punggungnya.

Kemudian, ia menekan pergelangan tangan ke belakang leher si lawan. Teknik ini biasa digunakan polisi saat menangkap pelaku kejahatan, di mana membuat lawan kesulitan dalam menyerang balik.

"Danno!" Vera kaget dengan ulah suaminya tiba-tiba. "Danno ... Danno stop!"

Tak hanya dia, situasi di dalam juga mendadak mencekam, pengunjung sedikit takut kalau ada perkelahian.

"Berani banget kamu deketin Vera?" Danno tak peduli, merasa kalau orang itu berbahaya. Sorot matanya begitu dingin, begitu pula suaranya. "Mau apa kamu?"

"Saya ... saya disuruh nyerahin ini ..." Pria itu menunjukkan tangannya yang ternyata memegang lipatan kertas, bukan senjata tajam.

"Sayang, lepasin!" Vera panik karena para pegawai sudah berdatangan. Dia menarik lengan suaminya. "Kamu jangan mukulin orang gitu aja!"

"Maaf." Danno tersadar situasinya, lalu terpaksa melepaskannya.

Si pria misterius itu menaruh lipatan kertasnya di atas meja, lalu berlari keluar dari tempat itu secepat kilat. Dia mecurigakan.

"Hei, jangan pergi dulu!" Vera makin bingung. Dia melihat sekitar dimana beberapa pengunjung sudah memegangi ponsel, agak takut kalau keadian ini disebarkan di media sosial.

"Maaf, Mas, nggak ada apa-apa, kok— cuma salab paham!“ Wanita itu berusaha menjelaskan ke pegawai yang mendekat. Tak mau menunggu lagi, dia mengambil tas dan kertas itu, lalu menyeret suaminya pergi ke luar, "ayo kita keluar sekarang."

Usai keluar dari tempat tersebut, Danno berkata, ”maaf, jangan marah ya— aku reflek barusan.“

"Kamu suka banget bikin jantungan.”

”Tapi, Sayang, kasus apa yang terakhir kamu tangani? Kayaknya itu ada hubungannya sama kerjaan kamu. Udah aku bilang 'kan nggak usah ngambil kasus berat-berat."

Vera diam saja karena fokus membaca isi kertas itu hanya:

338 KUHP

Itu adalah pasal yang mengatur hukuman mati bagi pelaku pembunuhan.

Dihiraukan, Danno merebut kertas itu,. Untuk orang awam hukum sepertinya, dia cukup tahu itu tentang pasal itu.

"Kasus apa yang kamu tangani sebelum libur?" Dia bertanya serius.

Vera tak bisa menyembunyikan ini. Dia mengaku, "aku pernah melakukan kebohongan besar."

Danno melihat sekitar, khawatir kalau membicarakan hal beginian di luar rumah. "Kita bahas di rumah. Ayo ..."

Vera mengangguk.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status